Kecerdasan Ukasyah dalam Mencintai Nabi

Jika mencintai ialah seni, sungguh Ukasyah bin Mihshan telah mencapai puncak estetika dlm mencinta. Ekspresi cintanya pada Nabi menjadikannya menggapai derajat tinggi di nirwana nanti. Cintanya yg begitu kuat, menciptakan Ukasyah masuk nirwana tanpa hisab.

Pemuda ganteng yg menjadi buah bibir bangsa Arab itu selalu hadir dlm jihad. Bahkan terkadang Rasulullah menugaskannya menjadi panglima. Misalnya dlm Sariyah Ghamar, Rabiul Awal, empat tahun pasca Perang Badar.

Masuk Surga Tanpa Hisab

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada 70.000 orang dr umatku yg akan masuk nirwana tanpa hisab.”

Mendengar kabar besar hati ini, sebagian sobat mengajukan pertanyaan, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?”

Rasulullah menjawab, “Mereka yakni orang-orang yg tak meminta di-kay, tak meminta di-ruqyah, & hanya bertawakal pada Allah.”

Para sobat tak bertanya lagi sehabis mendengar jawaban Rasulullah ini. Berhenti pada deskripsi. Namun, tak demikian dgn Ukasyah. Ia berdiri. “Wahai Rasulullah, berdoalah pada Allah agar gue tergolong kalangan mereka.”

Betapa cerdasnya Ukasyah. Ia tak berpuas diri hanya dgn mengetahui. Cintanya pada Rasulullah membuatnya ingin bareng beliau di surga nanti. Masuk nirwana dgn cepat, tanpa hisab.

“Engkau tergolong kalangan mereka,” jawaban Rasulullah menciptakan Ukasyah sangat bahagia.

Laki-laki lain berdiri, meminta hal serupa. “Engkau sudah didahului oleh Ukasyah,” jawab Rasulullah.

Siasat Cambuk Ukasyah

Beberapa tahun kemudian, menjelang wafat, Rasulullah mengumpulkan para sahabat.

“Wahai kaum Muslimin, bergotong-royong gue yakni nabi, pemberi pesan tersirat, & mengajak pada Allah atas izin-Nya. Bagi kalian, gue tak berdaya mirip kerabat seayah seibu. Maka siapa pun di antara kalian yg pernah gue sakiti, bangkitlah & balaslah saya, sebelum tiba hari akhir zaman nanti.”

  Abdullah bin Abbas, Juru Bicara Ali yang Membuat Khawarij Mati Kutu (Bagian 3)

Seluruh sahabat diam, tak satu kata pun terucapkan. Bahkan, memandang wajah Rasulullah saja mereka segan.

Rasulullah mengucapkan kalimat itu tiga kali. Meminta siapa pun yg pernah merasa tersakiti untuk membalaskannya hari ini. Hening. Semua sobat Nabi tetap termangu.

Tiba-tiba, berdirilah Ukasyah. Melangkah mendekati Rasulullah. “Wahai Rasulullah, kalau kamu-sekalian tak mengatakannya tiga kali, pasti gue tak berani tiba kepadamu.”

“Apa yg kau-sekalian harapkan, wahai Ukasyah?”

“Pada Perang Badar dahulu, tatkala untaku lepas kontrol hingga mendahului untamu, gue turun dr unta itu. Mendekatimu. Saat itu, kamu-sekalian mendadak mengayunkan cambuk, sehingga perihal tubuhku. Aku tak tahu, apakah kau-sekalian berencana mencambukku atau mencambuk untamu,” kata Ukasyah.

Rasulullah mengerti arah obrolan itu. Beliau lantas mendelegasikan Bilal meminta cambuk dr Fatimah di rumahnya. Fatimah heran kenapa Rasulullah meminta cambuk, padahal tak ada kabar akan ada perang.

Di Masjid Nabawi, suasana tegang. Banyak sobat yg menahan marah atas perilaku Ukasyah. Suasana menjadi lebih tegang ketika Bilal datang dgn cambuk di tangan.

“Berikan cambuk itu pada Ukasyah.” Bilal hanya bisa sami’na wa atha’na, walaupun ia tak tega membayangkan Nabi termulia itu dicambuk di depan matanya.

“Wahai Ukasyah, cambuk saja saya. Aku tak rela kamu-sekalian mencambuk Rasulullah,” kata Abu Bakar.

“Ukasyah, kalau kamu-sekalian mau membalas. Cambuk saja saya,” Umar menyahut. Lalu Ali, Utsman, & beberapa sahabat menyampaikan hal serupa. Ingin mengambil alih Rasulullah selaku target cambuk Ukasyah. Masjid menjadi gaduh.

“Duduklah kalian.” Suasana baru damai tatkala Rasulullah menyuruh mereka diam. “Ukasyah, cambuklah saya. Lakukanlah bila benar cambukku pernah mengenaimu.”

“Wahai Rasulullah, tatkala cambukmu mengenaiku ketika Perang Badar, badanku tak ditutupi kain.” Mendengar ini, para sahabat lebih geram lagi. Namun atas perintah Rasulullah, mereka tetap menahan diri. Rasulullah pun melepas bajunya, sehingga tampak kulit punggung & perut dia.

  Proses Tertutupnya Hidayah

Tiba-tiba, Ukasyah melepaskan cambuk itu & memeluk ia dr belakang. Ukasyah mencium punggung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin gue akan mencambukmu. Aku hanya ingin memelukmu, sehingga kulitku menyentuh kulitmu. Sungguh suatu kemuliaan bagiku bila bisa melakukannya,” kata Ukasyah sambil berderai air mata.

Suasana haru menyeruak mengambil alih kemarahan para sahabat. Mereka yg sejak tadi kesal, sekarang larut dlm keharuan. Mereka karenanya paham, cinta Ukasyah membuatnya mengambil langkah cerdas semoga mampu memeluk Nabi. Dan kulit yg bersinggungan dgn kulit Rasulullah, neraka tak mampu menyentuhnya.

Bagaimana Kita Mencintai Nabi

Jika Ukasyah demikian cerdas dlm menyayangi Nabi, bagaimana dgn kita? Kita tak mampu menjiplak Ukasyah membuat tegang seluruh sahabat untuk bisa memeluk ia. Tak ada orang lain yg berani melakukannya. Selain, dikala ini Rasulullah telah tiada.

Namun, kita masih bisa berharap kelak bertemu ia di nirwana-Nya. Dengan menyemai cinta kita. Bermula dr membaca sirah nabawiyah biar lebih mengenal & mengaguminya. Lalu makin cinta. Sebab seseorang akan bersama dgn orang yg ia cinta.

Kita pula tak mampu lagi meminta doa eksklusif pada Rasulullah seperti Ukasyah. Namun, kita bisa berharap menerima syafaatnya. Di antaranya dgn memperbanyak membaca sholawat Nabi, berpegang teguh pada Al-Qur’an & sunnahnya, serta tekun berupaya meneladaninya. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]