[Resensi buku]
Pada medio 2013 isu tentang Edward Snowden begitu berkibar. Seorang laki-laki pembocor dokumen-dokumen belakang layar National Security Agency (NSA) yg begitu menghebohkan dunia. Sejak ketika itu, ia mendapat tunjangan suaka politik di Rusia untuk satu tahun. Warga dunia jadi ‘dibangunkan’ ihwal sandi rahasia.
Kerahasiaan komunikasi memang memegang peranan penting dlm pergulatan politik & militer tak hanya di Indonesia namun pula dunia. Dalam Perang Dunia Kedua, kejatuhan Jerman & Jepang bekerjasama langsung dgn makin meningkatnya kesanggupan pihak AS & sekutu dlm memecahkan sandi-sandi rahasia. Begitupun pula Belanda. Pada dikala mengkonsolidasikan kembali kekuatan militernya di Australia, hal pertama yg dibenahi oleh Belanda adalah kemampuan menghimpun & mendistribusikan keterangan intelijen. Berkutat pada kriptografi untuk keamanan.
Istilah kriptografi berasal dr yg Bahasa Yunani yg terdiri dr dua kata: Cryptos & Logos. Cryptos memiliki pengertian rahasia, tersembunyi & Logos berarti ilmu (halaman 5).
Imperium Romawi di bawah kekuasaan Julius Caesar menyebarkan sistem sandi sederhana. Metode ini bernama metode Caesar & nyaris serupa dgn skema atbash. Cara kerja sandi metode ini dgn cara menggeser setiap alfabet mundur tiga langkah. A menjadi D, B ke F, C berganti G & seterusnya.
ABCDE-FGHIJ-KLMNO-PQRST-UVWXYZ
DEFGH-IJKLM-NOPQR-SUTVW-XYZABC
Sebagai pola, kalimat THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG jika disandikan dgn metode Caesar akan menjadi WKH TXLFN EURZQ IRA MXPSV RYHU WKH ODCB GRJ (halaman 9).
Di zaman kemerdekaan dilema keselamatan pula penting. Misalnya insiden penculikan kepada Sjahrir & upaya perebutan kekuasaan itu menyadarkan Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin betapa lebar lubang keamanan yg setiap saat bisa digunakan oleh siapa saja untuk mengancam pimpinan Republik. Masih terpecah-pecahnya sumber & jaringan informasi antar lembaga negara memberi kesempatan bagi pihak-pihak di dlm & luar Republik untuk membuat chaos. Pada saat kejadian 3 Juli terjadi, Dinas Kode baru berusia tiga bulan. Buku Kode C pula gres akhir dilaksanakan oleh dr. Roebiono Kertopati. Andai saja pada dikala itu, Dinas Kode sudah menjadi forum yg mapan pastinya segala keterangan mengenai rencana makar & perebutan kekuasaan bisa dikumpulkan & penculikan terhadap Perdana Menteri tak perlu dilakukan (hal 117).
Mengunyah buku yg ditulis oleh pakar di bidangnya ini memang sangat menyenangkan. Kita jadi banyak tahu ihwal kode peradaban Islam, Kriptografi Eropa Abad Pertengahan, dinas Intelijen sampai zaman kemerdekaan pula masa kekinian. Serasa tak membaca buku non-fiksi tapi serasa baca buku novel. Apalagi diikuti dgn serpihan compact disc yg berisi film pendek, tambah lezat lagi.
Tak ada buku yg tak ‘sobek’, selalu ada kekurangannya. Misalnya wacana ungkapan kriptografi berasal dr yg Bahasa Yunani yg terdiri dr dua kata: Cryptos & Logos. Cryptos memiliki pemahaman diam-diam, tersembunyi & Logos bermakna ilmu (halaman 5). Seharusnya berasal dr adonan dua kata dlm bahasa Yunani yakni “kriptos” & “graphein” (bukan logos). Kata kriptos digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yg disembunyikan, belakang layar atau misterius. Sedangkan kata graphein bermakna tulisan. Namun ini cuma sedikit kesalahan teknis. Mostly, buku ini sungguh rekomendit.
Akhir kalam, meminjam kalimat Bonnie Triyana, Pimpinan Redaksi Majalah Historia, bila Anda pernah menonton film U-571, cerita tentang bagaimana pasukan Angkatan Laut sekutu menyerang kapal selam Nazi untuk merebut “Enigma”, mesin pembuat rahasi milik Nazi, maka Anda akan memperoleh keasyikan yg sama dlm buku ini.
Judul : Kode untuk Republik
Penulis : Pratama D Persadha
Editor : Rieko Kristian
Penerbit : Marawa
Tahun Terbit : Cetakan I, Juli 2015
Jumlah Halaman : 237 halaman
ISBN : 978-602-72773-0-4
[Paramuda/ Wargamasyarakat]