Bagaimana Menghadapi Suami Manja?

Wahai para istri yg mulia, tahukah kamu-sekalian bahwa banyak sekali pria mempunyai kebiasaan manja di rumah ibunya sewaktu masih kecil?

Laki-laki itu tak pernah disuruh memasang kancing bajunya yg lepas oleh ibunya. Bahkan, tak pernah menyetrika bajunya sendiri, tak merencanakan sarapan sendiri & tak pula menata hidangan makanan di atas meja.

Laki-laki mirip ini sudah biasa menyaksikan ibunya di belakangnya sambil menggantungkan baju yg ia lemparkan sekenanya di atas daerah tidur. Membantunya mengenakan busana & mempersiapkan minuman, pula sarapan untuk ia bawa ke sekolah.

Ketika pulang sekolah sehabis shalat Zhuhur, sang ibu menyambutnya dgn senyuman atau bahkan menjemputnya di sekolah. Kemudian menggantikan bajunya & membantunya mengenakan pakaian rumah.

Terkadang pula sang ibu menyuapinya & tak menyuruhnya untuk membersihkan piring atau membersihkan kamar tidurnya. Lalu bagaimana laki-laki ini sesudah menikah kelak?

Sudah pasti ia tak tahan jika melihat istrinya berlawanan dgn ibunya 180 derajat, & yg niscaya ia tak akan menolong istrinya melaksanakan semuanya.

Menghadapi Suami Manja

Lalu apa yg sebaiknya istri lakukan menghadapi suami manja mirip itu? Apakah istri mesti membiarkannya & menjadi foto copy ibunya?

Atau istri mesti menyalahkannya & menyudutkannya selaku pria manja yg lebay? Atau istri mesti memaksanya & keras kepadanya agar mau membantunya dgn perintah yg tegas?

Jika seorang istri melaksanakan ini semua maka sama saja dgn menaruh kayu bakar di atas nyala api.

Namun, kalau seorang istri berupaya tersenyum di depan suaminya, seraya mengambil handuk yg suami letakkan tak pada tempatnya. Lalu berkata kepadanya, ”Suamiku yg tercinta, di sinilah hendaknya handuk ditaruh.”

  Akhirnya, Kuceraikan Akhwat KW Itu

Pada ketika itu tentu suami akan menerima dgn lapang dada & tak akan menolak. Dengan berulang-ulang pasti suami akan belajar, alasannya adalah kejadian yg berulang akan memberi pelajaran orang-orang yg pintar.

Kelak, pada suatu saat suami akan menyadari bahwa segala sesuatu yg ada di rumahnya mirip baju, buku, kertas, & pena mempunyai tempat tersendiri.

Ketika suami sudah memahami apa yg istri ajarkan, tatkala ingin mengambil sesuatu yg telah ia letakkan atau yg ia butuhkan maka ia akan mengambilnya sendiri.

Ia tak akan lagi mengajukan alasan-alasan yg lemah & meletakkan buku & kertas penting di atas meja kerja atau perpustakaan, tak di ruang tamu atau di ruang makan.

Ia pula akan menggantungkan baju yg dilepas di tempatnya & tak digantungkan di setiap gantungan di dlm rumah.

Baca juga: Hukum Bertemu Mantan Suami

Istri yg Cerdas

Wahai istri yg mulia, kau-sekalian masih memiliki kewajiban sebelum mampu tidur tenang. Pada malam hari, ananda sebagai seorang harus merencanakan baju yg akan suamimu kenakan esok hari sebelum berangkat kerja.

Kamu mesti memasang kancing yg lepas, membersihkan kotoran dr sapu tangan & kaus kakinya. Kamu pula harus menyetrika celana yg cocok dgn seragam kerja suami.

Janganlah ananda menunda hingga esok hari untuk melakukan semua ini. Sebab, jikalau suami manja mengetahui ternyata celana tak cocok dgn baju kerjanya, terlebih masih kotor, ia bisa marah. Dan kerap kali keluar kata-kata yg tak enak kau-sekalian dengar.

Jika istri menghadapi dua hal yg berlawanan; menyiapkan busana & mempersiapkan sarapan. Apa yg akan istri lakukan?

Istri yg tak pandai akan pribadi memerintahkan suaminya merencanakan sendiri pakaiannya & ia mengurus sarapannya, sehingga suami menggerutu & murka pada sang istri.

  Mengapa Film Islami Sepi Penonton?

Sementara itu, istri yg cerdas, dgn gerakan lincah menaruh tungku teh, telur mata sapi & susu di atas kompor, kemudian meminta suaminya untuk menengoknya sewaktu-waktu & mematikan kompor saat kuliner sudah matang.

Sementara sang istri menyiapkan busana sebagaimana ibunya & saudarinya lakukan.

Dengan cara seperti ini kau-sekalian akan mendapati seorang suami yg asalnya manja akan menerima kondisi mirip ini tanpa menggerutu, apalagi marah kepadamu.

Inilah salah satu inti hidup berumah tangga. Saling memahami keadaan pasangan, saling melengkapi kelemahan, & saling menyebarkan kebaikan dgn pasangan.

Dengan demikian, akan terwujud rumah tangga yg penuh sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), & rahmah (kasih sayang). [Abu Syafiq/Wargamasyarakat]

*Dikutip dr buku Kuni Aniqah karya Shafa Syamandi.