Ciri pertama kedewasaan seorang pria adalah memakmurkan masjid. Hati mereka senantiasa terpaut pada-Nya. Di masjid, pria mensucikan diri, bersujud, berzikir & sholat. Perdagangan, perdagangan & macam-macam persoalan duniawi tak menggoyahkan hati mereka untuk mendatangi masjid. Masjid bukan sekadar daerah untuk numpang pipis.
Ibnu Hajar menerangkan, “Sebagaimana disebut dlm hadits shahihain, makna “tergantung pada masjid” ialah menempel atau melekat seperti sesuatu yg tergantung di masjid semisal lampu sebagai bukti dr ketergantungan hatinya walaupun jasadnya tak berada di dlm masjid.
Nabi SAW. mengingatkan wacana keistimewaan masjid sebagaimana sabdanya, “Tempat yg paling gue sukai di sebuah negeri ialah masjid & tempat yg paling dibenci Allah yakni pasar.”
Perhatikan, sebesar apapun ketergantungan Rasulullah SAW.pada masjid & sekuat apa Rasulullah SAW. mempertahankan sholat berjamaah di masjid? Rasulullah sampai tiga kali jatuh pingsan & setiap kali terjaga, Rasulullah kembali berwudhu kemudian berusaha berdiri untuk pergi ke masjid meskipun pada risikonya Rasulullah SAW. mendapati dirinya tak mampu kemudian mengutus Abu Bakar mengimami sholat.
Para ulama salaf telah menunjukkan teladan yg indah & tepat dlm hal menyayangi masjid & mempertahankan sholat berjamaah. Sebab, mereka meyakini bahwa masjid merupakan membentuk laki-laki pemberani yg bahu-membahu.
Seorang tabiin, Said bin al-Musayyab pernah berkata “Aku tak pernah melupakan sholat berjamaah selama empat puluh tahun.” ia menyertakan, “Aku tak pernah takbiratul ihram selama lima puluh tahun sebab itu gue tak pernah menyaksikan siapa yg ada di shaf (barisan) paling final.”
Barad, pembantu Said al-Musayyab, pernah berkata “Tak ada sholat yg kami lakukan selama empat puluh tahun, kecuali Said sudah ada di dlm masjid.”
Para ulama senantiasa sholat berjamaah di masjid meski mereka menerima keringanan untuk tak sholat berjamaah di masjid.
Adalah ar-Rabi bin Khutsaim yg tetap melangkahkan kakinya pergi ke masjid meski dlm keadaan sakit.
Orang-orang menasihati, “Wahai Abu Yazid–panggilan ar-Rabi bin Khutsaim, kamu-sekalian sholat di rumah saja!”
Ia menjawab, “Sesungguhnya gue ingin mengikuti rekomendasi kalian, akan tetapi mendengar panggilan Hayya ‘ala alfalah. Siapa saja mendengar itu, ia wajib menjawab panggilan itu, meski harus merangkak atau merayap.”
Beda dgn Abu Abdurrahman As-Silmu yg digotong alasannya adalah sakit untuk pergi ke masjid, bahkan ia tetap menyuruh orang-orang untuk mengangkatnya meski cuaca sedang hujan & berlumpur.
Masjid merupakan kawasan pembentukan pria pemberani yg bahu-membahu. Seorang penyair Islam mengatakan, “Tiada hero dicetak kecuali mereka itu lulusan masjid-masjid, yg di dalamnya ada taman al-Qur’an & di bawah naungan hadits-hadits shahih.” [Paramuda/Wargamasyarakat]