Abdullah bin Mas’ud bonyok. Ia dikeroyok orang-orang
kafir Quraisy karena membaca Al Qur’an di Masjidil Haram, bersahabat kerumunan
mereka yg berkumpul di sana.
“Inilah yg kami khawatirkan,” kata sejumlah teman
yang menolong Ibnu Mas’ud setelah orang-orang kafir Quraisy meninggalkannya.
Sebelumnya para teman telah mengingatkan Ibnu Mas’ud, jangan dirinya yang
membacakan Al Qur’an. Tak ada keluarga besar yg akan membelanya.
Namun luka & rasa sakit fi sabilillah itu tak pernah
menciptakan Ibnu Mas’ud jera. “Tak ada lawan Allah yg lebih rendah dr mereka.
Jika kalian mau, besok gue mampu melakukannya lagi.”
***
Di hari yg lain, Utsman bin Mazh’un mendengar seorang
penyair membacakan syair di tengah-tengah perkumpulan kafir Quraisy. Utsman
membantah syair yg isinya penuh kemungkaran itu.
Si penyair geram kemudian mengajak orang-orang kafir Quraisy
untuk menghajar Utsman sampai matanya terluka. Sebagai paman, Al Walid bin
Mughirah kasihan melihat Utsman.
“Keponakanku, jika saja kamu-sekalian tetap dlm jaminanku,
matamu tak akan bengkak seperti itu,” kata Al Walid.
“Tidak! Bahkan mataku yg sebelah iri dgn luka yang
dialami mata ini,” demikian tanggapan tegas Utsman. Tak ada penyesalan walaupun
orang-orang kafir Quraisy mentertawakan lukanya.
***
Luka fi sabilillah lazimdialami oleh para teman
sewaktu di Makkah, dikala kondisi kaum muslimin masih lemah. Namun luka fi
sabilillah pula dialami oleh para sahabat di Madinah. Di medan jihad, bukan
cuma luka fi sabilillah tetapi pula tak sedikit yg syahid fi sabilillah.
Baca juga: Besar Bersama Umat
Luka fi sabilillah adalah keniscayaan. Kalaupun tidak
luka, minimal letih. Lelah fi sabilillah. Dalam medan usaha apa pun; baik
medan jihad maupun medan dakwah. Yang perlu kita teladani dr para teman
ialah bagaimana mereka menikmati luka & lelah fi sabilillah. Sehingga Ibnu
Mas’ud ingin kembali membacakan Al Alquran di depan kafir Quraisy meskipun resikonya
dipukuli hingga bonyok. Sehingga Utsman bin Mazh’un ingin matanya yang
selamat pula merasakan luka yg sama.
Seluruh medan perjuangan pasti ada lukanya. Minimal ada
lelahnya. Dakwah keummatan ada lelahnya. Dakwah di segmen perjaka hijrah ada lelahnya.
Pun jihad siyasi pula ada lelahnya.
Kita patut bergembira kini gelombang keislaman kian
kuat. Arus hijrah para pemuda hingga artis pula menguat. Maka yg berada di
medan jihad siyasi perlu lebih semangat biar gerakan dakwah kultural yg membesar
ini mendapatkan jalan masuk siyasi sampai umat memiliki kekuatan tak hanya di
masjid, jalan & lapangan namun pula di mimbar parlemen & pemerintahan. Dengan
demikian aspirasi umat tersalurkan & dgn gampang direalisasikan.
Baca juga: Ayat Kursi
Seluruh medan perjuangan pasti ada lelahnya. Jihad siyasi -yang puncaknya dua bulan lagi- sudah tentu bikin capek. Sebanding dgn efektifitasnya yg kata Ustadz Abdul Somad, “ada orang yg tak pernah ceramah, tak pernah disuruhnya orang membayar zakat, ia langsung menciptakan Perda, selesai (problem).”
Karenanya setiap dai & politisi muslim perlu selalu meluruskan niatnya & mengerti betul tujuan besar dakwah serta jihad siyasinya. Jika sudah lillah, insya Allah ia mampu menikmati lelah fi sabilillah. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]