Kejadian ini terjadi pada Ibuku sendiri. Semoga mampu diambil hikmahnya. Ibuku mempunyai sejumlah suku emas (suku yaitu satuan berat emas di Palembang), yg diperkirakan total setara dgn Rp. 60 jutaan. Emas-emas ini berupa komplemen kalung, gelang & anting yg disimpan ibuku di laci almari. Setiap kondangan atau hajatan lainnya ibuku selalu mengenakannya. Jujur, gue senantiasa tak menggemari tatkala melihat ibu mengenakan komplemen-aksesori itu.
Dua tahun kemudian gue wisuda. Bapak ibu & abang-kakakku akan datang untuk menghadiri program wisuda. Dengan semua persiapan sudah dilaksanakan, service mobil, mengunci semua pintu, menggembok pagar, hingga menitipkan pada tetangga kalau terjadi apa-apa. Kunci rumah pun sudah dititipkan ke pamanku supaya ia sesekali mengecek rumah.
Lima hari sebelum program wisuda, berangkatlah keluargaku dr Kota Palembang ke Yogyakarta dgn perjalanan darat. Semuanya berjalan tanpa kendala. Di sini gue pun sudah booking 2 kamar motel untuk 3 hari. Acara wisudaku berlangsung dgn tanpa gangguan alhamdulillah.
Wajah pujian atas wisudaku nampak terperinci di tampang bapakku. Tak tertahankan pula menetes air mata ibuku. Keharuan ibuku masih tampak setiap kulihat foto ingatan wisuda, dimana mata ibuku masih terlihat sembab. Kakakku memelukku hangat selepas gue keluar dr gedung daerah acara wisuda. Hari yg begitu menggembirakan bagiku.
Ketika malam selepas isya, kami sekeluarga duduk-duduk santai di aula motel, tiba-tiba handphone bapakku berdering. Bapakku agak menjauh dr kami. Kami mengira telpon itu dr kantor (mengenai pekerjaan). Setelah menutup panggilan itu bapak mengajak untuk kembali ke kamar untuk beristirahat. Aku & kakak-kakakku masih bercengkrama di kamar, sebelum akhirnya gue pulang ke kos.
Paginya gue kembali lagi ke motel, biar supaya mampu ikut sarapan bareng . Semua berjalan seperti biasa, gue memesan nasi goreng dikala itu. Di tengah-tengah sarapan dengan-cara mengejutkan bapakku menyampaikan bahwa rumah kita kebobolan maling. Kejadiannya adalah malam, sehari sehabis keberangkatan. Dan ibu berkata dgn sarat penyesalan, “iyo nang memang salah ibu nian” (Iya nak memang ini karena salah ibu). Suasan hening sejenak ketika itu. Kemudian bapak melanjukan cerita.
Bapak memperkirakan bahwa maling ini orang satu kampung, yg sudah tahu planning keberangkatan keluarga kami. Tidak dimengerti berapa orang maling itu. Lanjut bapak, maling masuk melalui atap membobol genteng & plafon sempurna di atas kamar tidur bapak-ibukku.
Ternyata telpon tadi malam itu yaitu telpon dr pamanku yg mendapat kabar dr tetangga. Tetangga menyaksikan genteng rumah bolong sekitar 7 genteng. Waktu itu sedang isu terkini hujan & takut isi rumah kebanjiran, karenanya tetanggaku menelpon pamanku yg kemudian pamanku mengecek rumah. Terkejut pamanku tatkala membuka kamar bapak-ibukku yg sudah berserakan kolam kapal pecah dgn atap yg bolong.
Laci-laci meja kerja bapakku sudah terbuka acak-acakan, tak luput pula busana-busana berhamburan di semua kawasan. Laci tengah lemari sudah terbuka, aksesori-tambahan yg disimpan ibu di sana pun telah raib. Namun anehnya cuma suplemen ibu saja yg digondol maling. Hanya kamar bapak-ibu yg awut-awutan, semua barang di ruangan yang lain masih ada mirip semula. Padahal, sempurna di bawah laci itu ada kabin susunan busana. Dimana di bagian bawah susunan busana itu ada beberapa amplop berisi 90 juta-an. Susunan busana & amplop-amplop itu seolah tak tersentuh oleh maling. Tidak ada satu amplop-pun yg hilang. Uang di amplop-amplop itu rencananya oleh ayahku digunakan untuk membayar pembelian tanah, cicilan kendaraan beroda empat & pajak bumi & bangunan.
Setelah selesai sarapan, gue diajak bapakku pergi membeli oleh-oleh khas Jogja mengenakan sepeda motor. Ibu & kakak-kakakku tinggal di motel. Di perjalanan bapak berkata, “Ibu kau sudah tigo taon belum ngeluarke zakat. Padahal setiap haul sudah kuingetke. Katonyo lupo-lupo terus. Dak taulah mungkin ini kendak Allah nak negur ibu kamu”. (Sudah tiga tahun ibumu belum mengeluarkan zakat emas-emasnya. Setiap haul bapak senantiasa mengingatkan, namun ibu belum pula membayar. Katanya lupa-lupa terus. Entahlah mungkin ini sudah keinginanAllah menegur ibumu).
2,5 % zakat lebih baik dr suplemen, motor, kendaraan beroda empat, rumah yg kita beli bahkan dr semua harta yg ada di dunia. Janganlah pula kita nalar-akali supaya harta itu tak pernah meraih nisabnya dlm satu haul. Bayarlah sebelum diambil paksa oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saudaraku, bertakwalah pada Allah, ada hak orang lain di harta kita. [Noviansah]