Surat Luqman Ayat 14, Arab Latin, Arti, Tafsir dan Kandungan

Surat Luqman ayat 14 yakni ayat perihal birrul walidain.
Berikut ini arti, tafsir & kandungan maknanya.

Surat Luqman (لقمان) terdiri dr 34 ayat
dan merupakan surat makkiyah. Dinamakan Surat Luqman sebab menampung dongeng
Luqman al Hakim yg mempunyai pengertian mendalam tentang keesaan Allah dan
memiliki pesan yang tersirat. Luqman pula dikenal selaku sosok orang renta contoh yang
sistem pendidikannya banyak diabadikan dlm Al Alquran.

Surat Luqman ayat 14 merupakan berada di tengah-tengah
anjuran Luqman terhadap anaknya. Sehingga sebagian ulama berpendapat, ayat ini
juga perkataan Luqman pada anaknya. Sedangkan sebagian ulama yang lain
beropini, ayat ini yakni firman Allah yg disisipkan di tengah dongeng
Luqman mendidik anaknya.

Surat Luqman Ayat 14 & Artinya

Berikut ini Surat Luqman Ayat 14 dlm goresan pena Arab,
goresan pena latin & artinya dlm bahasa Indonesia:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا
عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
إِلَيَّ الْمَصِيرُ

(Wa washshoinal insaana biwaalidaihi hamalathu ummuhuu
wahnan ‘alaa wahnin wa fishooluhuu fii ‘aamaini anisykurlii waliwaalidaik, ilayyal
mashiir)

Artinya:
Dan Kami perintahkan pada insan (berbuat baik) pada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dlm keadaan lemah yg bertambah-tambah, & menyapihnya dlm dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku & pada dua orang ibu bapakmu, cuma terhadap-Kulah kembalimu.

Baca juga: Ayat Kursi

Tafsir Surat Luqman Ayat 14

Tafsir Surat Luqman Ayat 14 ini disarikan dr Tafsir
Ibnu Katsir
, Tafsir Fi Zhilalil Alquran, Tafsir Al Azhar, dan Tafsir
Al Munir.
Harapannya, semoga
ringkas & gampang dipahami.

Kami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari
redaksi ayat & artinya. Kemudian dibarengi dgn tafsirnya yg merupakan
intisari dr tafsir-tafsir di atas.

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ
لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Dan Kami perintahkan pada insan (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dlm keadaan lemah
yang bertambah-tambah, & menyapihnya dlm dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan pada dua orang ibu bapakmu, cuma terhadap-Kulah kembalimu.
(QS.
Luqman: 14)

1. Kewajiban Birrul Walidain

Mufassir yg beropini bahwa Surat Luqman ayat 14 ini
merupakan firman Allah & bukan mengabadikan perkataan Luqman al Hakim, sebab
dhamir mutakallim-nya (nahnu) mewasiatkan manusia.

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ

Dan Kami perintahkan pada insan (berbuat baik)
terhadap dua orang ibu-bapaknya;

Kata washshoina (وصينا)
artinya ialah Kami wasiatkan. Wasiat kalau berasal dr Allah, maka ia
yakni perintah.

Dalam  ayat ini
Allah menyuruh manusia untuk berbuat baik pada kedua orangtuanya yakni
ayah & ibunya. Allah menyuruh menghormati & memuliakan keduanya.

“Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan pada manusia
semoga menghormati & memuliakan kedua ibu-bapaknya,” tulis Buya Hamka dlm Tafsir
Al Azhar
. “Sebab dgn lewat jalan kedua ibu-bapak itulah manusia
dilahirkan ke wajah bumi. Sebab itu sewajarnya jika keduanya dihormati.”

Syaikh Wahbah Az Zuhaili dlm Tafsir Al Munir
menjelaskan, ayat 14 ini ialah firman Allah. Setelah ia mengabadikan
perkataan Luqman pada anaknya untuk bertauhid, Allah mengiringinya dengan
perintah birrul walidain.

Ayat ini persis ditaruh setelah larangan syirik. Sehingga
birrul walidain yaitu kewajiban utama manusia setelah bertauhid pada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Karenanya durhaka pada orang tua merupakan dosa besar
setelah syirik pada Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَلاَ
أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ. ثَلاَثًا . قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ
اللَّهِ . قَالَ الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ

“Maukah gue kabarkan pada kalian mengenai dosa-dosa
besar yg paling besar?” Rasulullah mengajukan pertanyaan ini tiga kali. Para sahabat
menyampaikan: “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Syirik pada Allah dan
durhaka pada orang renta” (HR. Bukhari & Muslim)

Banyak ayat lain yg pula memerintahkan berbakti pada orang
bau tanah. Di antaranya ialah Surat Al Ankabut ayat 8 & Surat Al Ahqaf ayat 15.

“Wasiat bagi anak untuk berbakti pada kedua orang
tuanya muncul berulang-ulang dlm Al Alquran yg mulia & dlm wasiat
Rasulullah. Namun wasiat buat orang tua tentang anaknya sungguh sedikit, ” tulis
Sayyid Qutb dlm Tafsir Fi Zilalil Qur’an.

2. Terutama Ibu

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ

ibunya telah mengandungnya dlm kondisi lemah yang
bertambah-tambah, & menyapihnya dlm dua tahun.

Menurut Mujahid, kata wahn (وهن)
memiliki arti penderitaan mengandung anak. Menurut Qatadah, artinya yakni kepayahan
yang berlebih-lebihan. Sedangkan menurut Atha al Khurrasani artinya yaitu
lemah yg bertambah-tambah.

Firman Allah ini dengan-cara khusus memberikan betapa besar
kepayahan seorang ibu tatkala mengandung anaknya. Dan sehabis melahirkan, seorang
ibu masih menyusui bayinya selama dua tahun. Lalu bagaimana mungkin seorang
anak tidak ingin berbakti pada orangtua, terlebih ibunya?

“Ayat ini menggambarkan nuansa pengorbanan yg agung dan
dahsyat,” tulis Sayyid Qutb dikala menerangkan ayat ini dlm Tafsir Fi
Zilalil Quran
. “Seorang ibu dgn tabiatnya harus menanggung beban yang
lebih berat & lebih kompleks. Namun, luar biasa, ia tetap menanggungnya
dengan bahagia hati & cinta yg lebih dalam, lembut & halus.”

Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dlm Musnadnya, dari
Buraid, dr ayahnya, bahwa ada seorang laki-laki yg thawaf dengan
menggendong ibunya. Lalu ia bertanya pada Rasulullah. “Apakah gue sudah
menunaikan haknya?” Rasulullah menjawab, “Tidak. Walaupun satu tarikan nafas.”

Rupanya mengumrahkan & menghajikan ibu, bahkan
menggendongnya saat thawaf, tak bisa membayar satu tarikan nafasnya dikala
melahirkan.

Ayat ini pula memperlihatkan bahwa masa penyusuan yang
tepat ialah dua tahun. Minimalnya enam bulan, berdasarkan Ibnu Abbas. Sebagaimana
juga firman Allah yg lain:

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ
حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yg ingin menyempurnakan penyusuan
(QS. Al Baqarah:
233)

3. Bersyukur pada Allah & orangtua

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِيرُ

Bersyukurlah terhadap-Ku & pada dua orang ibu
bapakmu, cuma terhadap-Kulah kembalimu.

Perintah berbakti pada orangtua dlm ayat ini dilanjutkan
dengan tuntunan Allah biar manusia bersyukur kepada-Nya & berterima kasih
terhadap kedua orangtuanya.

Mengapa lebih dulu mesti bersykur pada Allah? Karena
seluruh lezat dlm hidup ini yakni derma Allah. Termasuk lezat kasih
sayang orangtua, bahwasanya yg membuat orangtua menyayangi anaknya adalah
Allah.

“Syukur pertama merupakan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala,”
kata Buya Hamka dlm Tafsir Al Azhar. “Karena seluruhnya itu, sejak
mengandung sampai mengasuh & mendidik dgn tak ada rasa bosan, dipenuhi
cinta & kasih, yaitu berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

“Lalu bersyukurlah pada orangtuamu. Ibu yg telah
mengasuh & ayah yg sudah membela serta melindungi ibu & anak-anaknya.
Ayah yg berupaya mencari nafkah setiap hari.”

Lalu ayat ini ditutup dgn mengingatkan ke mana insan
akan kembali. Hanya pada Allah Azza wa Jalla.

Baca juga: Isi Kandungan Surat Luqman Ayat 13-14

Kandungan Surat Luqman Ayat 14

Berikut ini yaitu isi kandungan Surat Luqman Ayat 14:

  1. Ayat ini merupakan wasiat & perintah Allah pada manusia
    untuk berbakti pada orang tuanya.
  2. Seorang anak wajib berbakti pada kedua orangtuanya, birrul
    walidain
    . Terutama pada ibu yg sudah mengandung, melahirkan dan
    mengasuhnya dgn sarat susah payah.
  3. Wajib bersyukur pada Allah & berterima kasih pada orangtua.
  4. Ayat ini mengingatkan bahwa hanya pada Allah-lah kita semua
    akan kembali.

Demikian Surat Luqman ayat 14 mulai dr tulisan Arab & latin, terjemah dlm bahasa Indonesia, tafsir & isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat & memajukan birrul walidain kita. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]

  Mengapa Al-Qur’an Tak Sebutkan Tanggal Kejadian Saat Bicara Kisah?