Jika kita mendengar kata taat, patuh, senantiasa bertakwa & terus beribadah pada Allah, tak pernah ingkar kepada-Nya, pada siapakah kata-kata tersebut layak dialamatkan? Semua setuju dgn menjawab: malaikat. Kemudian tatkala kita mendengar kata ingkar, sesat, arogan, & durhaka pada Allah, maka pada siapakah sifat-sifat itu patut dialamatkan? Ya, tentu jawabannya yakni iblis. Lalu tatkala kita mendengar kata, mahir ibadah, mahir maksiat, kadang patuh, kadang ingkar, kadang taat, kadang lupa pada Allah, maka pada siapakah sifat tersebut pantas dialamatkan? Adakah jawaban lain selain manusia?
Manusia memang makhluk yg ajaib. ia bisa menjadi makhluk yg lebih mulia ketimbang malaikat, tetapi bisa pula menjadi makhluk yg lebih biadab ketimbang binatang sekalipun. Semua bergantung pada hati & nalar yg sudah Allah anugerahkan pada insan. Tatkala insan itu bisa mengalahkan hawa nafsunya untuk memilih lebih taat pada Allah, maka derajatnya akan lebih tinggi ketimbang malaikat. Namun bila ia lebih mengedepankan & selalu menuruti hawa nafsunya, maka ia bisa saja menjadi orang yg lebih kejam dr hewan. Naudzubillah min dzalik. Betapa banyak kita lihat, bahwa seorang ibu tega mencampakkan anak kandungnya sendiri, seorang bapak memerkosa anaknya sendiri, yg bahkan tak kan pernah kita temui induk singa memakan anaknya sendiri sekalipun ia sedang kelaparan bukan?
Memang kehidupan ini adalah cobaan. Tak bisa dibantah bahwa dahsyatnya fitnah dunia ini telah banyak menyeret & mendustai kebanyakan insan pada hal-hal yg sudah dihentikan oleh Allah Ta’ala. Banyak yg mengaku bahwa ia melakukan ini itu karena terdesak ekonomi, atau karena tergiur kenikmatan semu nan sesaat. ia masih mengakui dlm sanubarinya bahwa tindakan-tindakan tersebut yakni terlarang. Artinya, masih ada iman di dlm hatinya. Hatinya ingin berontak, tetapi apalah daya kenyataan seakan tak mendukungnya ditambah dgn godaan setan yg tak besar lengan berkuasa ditahannya.
Saudaraku, marilah kita lihat insiden seperti ini dgn mata hati yg tenang. Sebagai seorang yg beriman, janganlah kita menyaksikan para pelaku maksiat itu dgn tatapan & persepsi sinis, terlebih hingga menyampaikan celaan, “dasar ahli maksiat!” . Sungguh ini bukanlah sikap seorang beriman.
Hendaklah kita menatap seorang pelaku maksiat itu dgn mata hati yg sarat kasih sayang. Entah pada seorang pemabuk, pemain judi bahkan pelaku zina sekalipun, janganlah kita memandang mereka dgn mata merendahkan atau meremehkan lantaran bisa saja Allah mengganti keadaan itu, ia di posisi kita & kita di posisi ia. Sebab, semua kemungkinan masihlah belum final sampai jadinya sakaratul maut itu menjemput insan.
Kita diperintahkan untuk senantiasa berharap & mendoakan kebaikan pada saudara-kerabat sesama muslim. Maka tatkala menyaksikan kerabat kita melakukan maksiat, pandanglah ia dgn tatapan iba & kasih sayang. Janganlah mencelanya, janganlah merasa kamu-sekalian lebih baik darinya karena kau-sekalian di jalan hidayah sementara ia di jalan setan. Tapi terenyuh dan ibalah kau-sekalian terhadap sikap maksiatnya seraya berdoa, “Ya Allah ampunilah ia. Sesungguhnya perilaku buruknya itu akan menjadi alasannya adalah hadirnya kemurkaan-Mu kepadanya. Berilah ia kesadaran biar ia terhindar dr siksa neraka-Mu.”
Pandanglah mereka pelaku maksiat dgn dengan hati yg bersih. Sebagaimana tatkala kita menyaksikan seseorang yg terkena musibah kecelakaan kemudian tubuhnya bersimbah darah lalu kita kasihan & terenyuh melihatnya. Inilah sikap mukmin yg memiliki hati yg higienis. Sementara, bagaimana bisa kita tak merasa kasihan pada seorang pelaku maksiat yg dgn kemaksiatannya itu akan membawanya ke neraka?
Betapa banyak dongeng-dongeng orang terdahulu yg menjadi pelaku maksiat terlebih dahulu sebelum menjadi seorang yg mulia? Tidakkah kita ingat Amirul Mukminin Umar bin Khatab yaitu seorang yg bengis & memusuhi Islam sebelum kesannya Allah angkat derajatnya menjadi sahabat yg sungguh mulia? Bukankah sebelumnya Khalid bin Al Walid merupakan lawan nomor satu Islam namun kemudian Allah berikan hidayah hingga simpulan hayatnya wafat bareng kemuliaan?
Saudaraku, setiap orang pastilah punya masa lalu yg kelam & pernah melaksanakan kemaksiatan. Memang insan yakni tempatnya salah & lupa. Namun betapa mujur kita sebagai seorang muslim. Islam tak pernah memandang masa kemudian. Islam lebih memandang yg akhir ketimbang yg permulaan. Tak perlu risau seburuk apapun diri kita di waktu lampau. Tak perlu resah tatkala kita teringat akan kemaksiatan yg pernah kita lakukan. Cukuplah gunakan masa kemudian selaku pelajaran & sejarah hidup yg tak perlu disesali. Tidak ada kata penyesalan dlm kamus seorang muslim, yg ada yaitu taubat & pembelajaran.
Yakinlah bahwa rahmat Allah akan senantiasa menaungi orang-orang yg bertakwa. Dan satu hal yg terpenting, janganlah merepotkan diri dgn mencela & mencibir, akan tetapi renungilah, sudahkah kita merapikan diri untuk merencanakan final terindah dlm kehidupan kita untuk bersiap menjemput kepastian takdir yg akan tiba dari-Nya?
Wallahu a’lam bish showwab