Pertanyaan tentang Puasa yang Membuat Ulama Saudi Menangis

Dalam suatu program di televisi, seorang ulama Arab Saudi mendapatkan pertanyaan lewat email dr warga Suriah.

“Wahai Syaikh, apakah puasa kami sah jikalau kami tak mempunyai makanan untuk sahur & berbuka?”

Sontak, pertanyaan itu menciptakan ulama tersebut menangis. Ia menangis untuk beberapa dikala hingga kehilangan kata-kata.

***

Di bulan Ramadhan, betapa banyak di antara kita yg pengeluaran konsumsinya justru lebih besar daripada bulan-bulan yang lain. Padahal kita makan cuma dua kali; sahur & berbuka. Menu makanan kita menjadi lebih beragam, suguhan di meja menjadi lebih banyak, padahal tak semuanya mampu kita habiskan. Akhirnya sebagiannya terbuang percuma.

Sementara di sana, kerabat-saudara kita di Suriah banyak yg tak mempunyai kuliner untuk sahur & berbuka. Bukan cuma di Suriah. Banyak kerabat-kerabat kita di belahan dunia pula mengalami hal yg kurang lebih sama. Di Somalia, di beberapa negara Afrika, di Burma & seterusnya.

Bahkan kadang-kadang di sekeliling kita pula ada yg walaupun bisa sahur & berbuka, tetapi sangat sederhana bahkan tak layak. Hanya nasi dgn tahu atau tempe saja.

Maka selain ialah hal yg mubadzir, berlebih-lebihan dlm hidangan sahur & berbuka merupakan bentuk ketidakpedulian kita pada kerabat-kerabat yg tengah menderita. Padahal salah satu hikmah puasa, mengakibatkan kita lebih peduli & mempunyai kepekaan sosial yg tinggi.

Setelah kita merasakan bagaimana rasa lapar sehari penuh, seharusnya membuat kita terpanggil untuk membantu mereka yg kelaparan bahkan berhari-hari tak mendapati masakan.

Alangkah eloknya, jika sebagian dana kita infakkan untuk saudara-kerabat kita yg lebih membutuhkan. Daripada menjadi masakan berlebihan yg kemudian sebagiannya terbuang, lebih baik ia bermanfaat untuk mengendorkan beban kerabat-saudara seiman. Apalagi kalau dana itu kemudian dimanfaatkan oleh kerabat-kerabat kita untuk berbuka. Masya Allah… kita akan mendapatkan pahala mirip pahala puasa mereka tanpa meminimalkan pahala mereka sedikitpun.

  Ikhwan yang Menggenang

Jangan sampai dlm kondisi berpuasa, kita justru dicatat Allah sebagai pendusta agama. Dikarenakan kita tak peduli pada kerabat-saudara kita yg memerlukan.

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ . فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ . وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

“Tahukah ananda (orang) yg mendustakan agama? Itulah orang yg menghardik anak yatim, & tak mengusulkan memberi makan orang miskin” (QS. Al-Maa’uun: 1-3)