4 Hal dari Fenomena Nabi Penjual Tiket Surga Rp 2 Juta

Apa yg tak bisa dipalsukan di Indonesia? Vaksin palsu, kartu BPJS palsu & yg terbaru nabi imitasi.

Adalah Abdul Muhjib yg menghebohkan warga Medal Sari yg mengaku sebagai nabi. Lucunya nabi KW ini memberi peluang pada siapa saja untuk masuk nirwana dgn berbelanja tiket kepadanya seharga Rp 2 juta.

Melihat kondisi seperti itu, warga melaporkan Muhjib ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Karawang. Majelis pun meminta Abdul Muhjib & lima temannya untuk bertobat kemudian diminta menandatangai surat perjanjian dgn MUI tak akan berbagi fatwa yg dianggap sesat & menyesatkan itu.

Sebelum dibawa ke Polres Karawang, Rabu lalu, Abdul Muhjib kembali mengaku selaku nabi.

Jauh sebelumnya kita pula dihebohkan dgn berbagai aliran sesat & nabi palsu, tak cuma seorang Muhjib belaka. Dari itu semua, ada hal yg terlalaikan sehingga fenomena ini masih saja ada.

1. Pembinaan Agama yg Masih Lemah

Harus diakui oleh kalangan organisasi atau elemen penduduk yg masih lemah melakukan pelatihan agama terhadap lingkungan sekitarnya. Euphoria semaraknya pengajian & ceramah gres menyentuh kulitnya saja, sementara akar rumput terlewat dr sentuhan pelatihan (tarbiyah). Para dai sudah merasa nyaman cuma ceramah di masjid-masjid & di bawah kucuran dinginnya pendingin udara.

Jumlah agama palsu & aliran sesat yg kerap bermunculan tiap tahun mengindikasikan bahwa begitu gampangnya aliran sesat lahir & gampang menerima iming-iming yg ‘murah semarak’ mirip tiket masuk nirwana.

“Kita tetap mesti menawarkan nasihat. Itu perintahnya, kita itu ngajak bener dgn nasihat, dgn bijaksana. Kalau dgn emosi, dgn kekerasan, orang yg disangkakan tak dapat pencerahan, nanti tersinggung, ujung-ujungnya ia merasa bener atau salah ini keleluasaan saya. Malah jadi problem. Tapi dgn nasihat, maka jadi lebih baik. Kita bersikap lembut, kelembutan salah satu indikator yg membuat kesuksesan dlm dakwah,” kata Ustadz Hilman seperti dilansir laman resmi partainya.

2. Tangan Pemerintah Tak Bercampur

Campur tangan atau andil pemerintah pula menjadi faktor utama & penting. Baik departemen agama atau institusi sosial manapun. Fenomena pemikiran sesat & nabi imitasi sering terjadi tetapi tak ada tindak lanjut yg bermakna.

Lain soal tatkala kasusnya jikalau dihadapkan langkah-langkah anarkisme & terorisme, barulah pemerintah kebakaran jenggot. Padahal pedoman sesat & nabi imitasi pula suatu terorisme yg merongrong keyakinan umat beragama.

Hanya sebagian kecil pemerintah yg ikut urun bunyi ihwal nabi imitasi.

“Saya katakan jangan galau kalau ada yg ajaib-gila di luar ajaran agama, itu sesuatu yg salah,” kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Jumat (5/8) pada awak media.

Aher meyakini tak ada aliran agama mana pun di dunia ini yg nabi-nya mampu menjual tiket ke nirwana.

“Itu di pedoman agama ada enggak yg seperti. Enggak ada kan. Kalau tak ada kan mudah, jangan kan MUI kita saja mampu mengatakan menyampaikan tak benar,” kata dia.

3. Payung Hukum yg Sunyi

Di negara ini fatwa sesat & nabi imitasi tak pernah dianggap melawan aturan. Jika ada yg ditangkap tangan, pasal aturan untuk menjerat bukan disebabkan urusan kepercayaan yg sesat, tapi hanya status meresahkan publik.

4. Pahlawan Kesiangan Pembela Aliran Sesat

Di tengah kechaosan iktikad ini, makin diperparah dgn munculnya para pendekar kesiangan.

Aliran sesat yg sudah banyak ini kian subur tatkala kelompok liberalis ikut-ikutan membela mereka. Sebenarnya alasannya telah kedaluwarsa & out of date atau ketinggalan zaman. Alasan paling banter ialah keleluasaan memilih agama atau keleluasaan untuk menafsirkan ajaran keyakinan.

Dalam kamus kaum liberalis, keleluasaan berpikir yakni yang kuasa yg tak mampu disanggah.

  Umat Islam Menyembah Hajar Aswad?

Wallahua’lam. [Paramuda/Wargamasyarakat]