3 Alasan Logis Tidak Boleh Bertanya Arti Mimpi Buruk

“Saya mimpi buruk tadi malam!”

“Mimpi apakah?”

“Ceritanya saya sedang berangkat kerja, sedang menyeberang jalan menuju stasiun kereta commuter line. Tiba-tiba di depan saya ada seorang wanita berwajah ayu ibarat bintang film masa kini. Ia menatap saya, saya sudah menunduk tapi beliau masih memandang saya.”

“Lalu, apa yg beliau katakan?”

“Dia minta saya menikahinya, dia minta saya mendatangi orangtuanya untuk meminang.”

“Lalu?”

“Saya menggelengkan kepala , menolaknya. Saya terus menggeleng. Tiba-tiba beliau duka. Menangis. Airmatanya keluar. Tapi anehnya airmatanya tak bening melainkan merah. Darah. dia mendongak. Melotot, matanya melotot. Kakinya tiba-tiba berubah jadi bersisik, jadi ekor ikan. Suaranya mendengung keras. Saya cuma mampu lari terbirit-birit.”

Itu sedikit kisah imajiner perihal mimpi buruk yg diceritakan. Apakah Anda pernah mengalami mimpi buruk? Tentu siapa saja pernah mengalami mimpi jelek dgn episode & dongeng yg berlainan. Namun ketahuilah, berhentilah menceritakan mimpi. Mengapa? Berikut tiga alasan logisnya:

1. Mahluk bernama jin memiliki saham atau peran dlm mengkondisikan mimpi dlm tidur kita, tak ayal dgn mudahnya mereka menciptakan bayangan mimpi yg menakutkan bagi insan. Mengintervensi pikiran-fikiran kita.

Dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:

“Mimpi itu ada tiga macam: bisikan hati, ditakuti setan, & kabar bangga dr Allah.” (HR. Bukhari 7017)

2. Jika memang tidur mendapati mimpi buruk, semestinya simpan sendiri mimpi itu. Atau jika Anda suka menulis, tulis saja dlm buku harian & karang dlm bentuk fiksi.

Rasulullah SAW sendiri senantiasa menawarkan usulan supaya mimpi buruk itu tak untuk diceritakan pada orang lain, atau lupakan. Anggap saja mimpi buruk itu seperti Anda memasuki water closet (WC) & mencampakkan hajat. Lalu tatkala keluar melupakannya begitu saja (setelah sebelumnya disiram).

  Ini Syarat Untuk Belajar Ilmu Qira'at

Rasulullah SAW pernah bersabda: “Jangan sekali-kali kalian menceritakan ulah setan yg mempermainkan diri kalian di alam mimpi.” (HR Muslim).

3. Bisa jadi mimpi jelek “terwujud” menjadi konkret alasannya tatkala seseorang berupaya menafsirkannya—entah dgn ilmu apa yg digunakannya.

Sebagai catatan aksesori, jangan jadikan mimpi selaku persyaratan atau bahan pertimbangan untuk menyaksikan kasus apapun. Dalam segala perkara, seorang muslim yg baik mesti menggunakan akal sehat & sisi syariat. Jika sebuah mimpi bertentangan dua hal tersebut, pastilah mimpi itu mimpi sesat.

Jadi, berhentilah menceritakan mimpi jelek. Jangan menambah PR gres yg kita ciptakan sendiri, sementara PR yg usang belum selesai-selesai juga. Wallahua’lam. [Paramuda/ Wargamasyarakat]