√ Contoh Cerita Pendek Liburan

Contoh cerita pendek liburan ini saya tulis berdasarkan pengalaman saya yg melakukan touring tanpa planning & antisipasi matang ke lokasi yg sungguh jauh yaitu Dieng.

Cerita ini dimulai tatkala saya merasa jenuh di rumah sekitar tahun 2013, lebih detailnya hari rabu pukul 09.00 wib. Saya lupa bulan berapa itu tetapi yg terang, rasa jenuh yg melanda membuat gue berkunjung ke kos temanku.

Aku tinggal di Bantul sedangkan temanku yg berjulukan Iwan ngekos di kawasan Sleman. Lokasi yg tak terlalu jauh, hanya menempuh 30 menit untuk pergi ke kosnya dgn mengendarai sepeda motor.

Ketika di kosnya, kami berbincang-bincang kesana kemari lalu berifkir perihal liburan ke objek rekreasi yg anggun itu mirip apa & dimana. Entah apa, saat itu juga itu saya menganjurkan piknik kali ini pergi ke Dieng, Wonosobo. Lalu kamipun menyepakatinya.

Baca juga: Gagasan utama & pemikiran pendukung

Saat itu kami belum pernah melaksanakan perjalanan dr jogja ke dieng. Kami tak tahu, seberapa jauh jaraknya, menempuh berapa jam, medannya seperti apa, butuh ongkos berapa bahkan kami tak tahu tau mesti berlangsung dr rute yg mana.

Sontak, ketika itu kami eksklusif membuka program Google Map via laptop di kos-kosan. Mumpung ada koneksi internet bersama yaitu satu koneksi untuk rame-rame hehehe.

Saya & teman saya tak mempunyai ponsel pintar yg di dalamnya ada berbagai fitur canggih seperti google map dll. Hp saya saja masih nokia 2100 yg warnanya cuma ada dua yakni hitam & putih. Itupun baterainya mudah cepat habis. Akhirnya, saya hanya punya modal satu yaitu menghafal peta.

Dengan modal menghafal peta, bismillah kami nekat melaksanakan liburan ke Dieng, Wonosobo mengendarai sepeda motor dr Jogjakarta.

Contoh cerita pendek liburan

Bekal Perjalanan Jogjakarta ke Dieng

Saat itu saya hanya menenteng uang sekitar Rp 80.000 & temenku sekitar Rp 130-an ribu, harga bensin ketika itu masih sekitar Rp 5.000-an. Kami gak bawa bekal, cuma senter headlamp yg saya simpan di jok motor. Pakaianpun, sahabat saya cuma menjinjing jaket sedangkan saya cuma memakai kaos pendek yg didouble dgn kaos lengan panjang & kupluk.

  √ Kalimat Utama, Kalimat Penjelas, Gagasan Utama dan Gagasan Pendukung

Perjalanan Jogja ke Dieng pun dimulai pukul 10.13 wib

Mula-mula kami mengisi bensin hingga sarat di SPBU jalan jogja-magelang. Kami melaksanakan perjalanan ke candi Borobudur. Jalanan mulus tanpa hambatan & rintangan yg berarti.

Kemudian dr pintu gerbang candi borobudur, kami belok kanan ke arah utara terus belok ke kiri ke arah barat. Makara kami berkendara lewat jalan sebelah utara candi.

Berbeda dgn jalan Jogja-Magelang, jalan raya borobudur sebelah utara candi relatif sepi. Tidak terlalu banyak kendaraan yg berlalu lalang. Bahkan lampu-lampu jalan nyaris tak ada. Tapi syukurnya kondisi jalannya cukup baik meski ada beberapa lubang aspal yg menganga. Menurutku, ini seperti jalan desa tetapi ukurannya cukup lebar.

Motor terus kita laju tanpa berhenti, dr jalan raya borobudur berlanjut ke jalan sudirman. Nanti kita akan bertemu perempatan tugu bunderan salaman. Kita tetap berjalan lurus ke barat daya yakni sepanjang jalan Salaman-Bener atau Jalan Salaman-Purworejo. Disini jalanan mulai ramai, ada aneka macam macam kendaraan jadi berhati-hatilah.

Di jalan Salaman Purworejo udara sudah mulai agak sejuk dibandingkan dengan kota Jogjakarta. Jalanan relatif kecil tetapi beraspal baik. Banyak sekali truk & bus melalui jalan ini. Kami terus memacu motor sampai mendapatkan pertigaan kecil. Di pertigaan ini tetap lurus saja, jangan belok ke kanan. Jalan terus sampai bertemu pertigaan dimana di tengah-tengah ada bundaran segitiga.

Sebelum pertigaan ini akan terdapat papan petunjuk arah. Papan petunjuk arah akan menunjukkan arah ke Purworejo bila kita berjalan lurus ke arah barat daya & menawarkan arah ke Wonosobo bila kita belok ke kanan yakni arah barat maritim. Beloklah ke kanan yakni ke jalan Kaliabu.

Jalan kaliabu mirip jalan desa, kecil dgn dua arah tetapi sudah diaspal halus. Ini jalan yg menghubungkan orang-orang yg dr Wonosobo mau ke Magelang begitu sebaliknya. Makanya disebut pula sebagai jalan Magelang-Wonosobo.

Saat kita menyusuri jalan wonosobo-magelang, udaranya sudah mulai masbodoh & lembab. Disini kita sudah memasuki jalan khas pegunungan yg berliku-liku melalui hutan, perkampungan kecil, pegunungan & lembah. Oleh alasannya sepeda motor belum saya servis, saya pun hanya bisa berjalan santai sambil menikmati pemandangan.

Di perjalanan kita pula akan melalui pasar, namanya pasar Tunggangan. Disini banyak sekali pedagang sayuran, buah dll. Uniknya mereka berjualan di sepanjang trotoar. Padahal jalan rayanya sempit. Gak kebayang kan? ada pasar yg pedagangnya jualan di trotoar jalan. Selain itu, banyak kendaraan beroda empat & angkutan biasa berseliweran di sini, jadi berhati-hatilah.

  √ Contoh Cerita Pengalaman Liburan

Sampai di Alun-alun Sapuran, kami pun berhenti untuk mencari makan siang alasannya adalah jam nyaris memperlihatkan pukul 12.00 wib. Saya pikir dlm keadaan tubuh yg kelelahan & suasana alamnya dingin, usahakan perut jangan hingga kosong karena bisa masuk angin.

Saat itu kami beli gado-gado di pinggir jalan & minumnya cukup air putih karena kami mesti berhemat uang. Sambil menanti hidangan disajikan, saya banyak ngobrol dgn ibu si pedagang gado-gado. Kebetulan Beliau orangnya ramah sehingga saya banyak mendapatkan info terkait jalan yg kami lalui.

Informasi yg kami peroleh, untuk sampai ke Dieng, saya harus jalan  terus selama 45 menit melalui kota Wonosobo baru naik lagi ke pegunungan Dieng yg merupakan dataran tertinggi di tanah jawa. Jalan dr kota Wonosobo ke Dieng sangatlah ekstrim. Meski sudah diaspal halus, jalanannya betul-betul sempit & tanjakannya bener-bener ajaib sudut kemiringannya. Suhunya sangatlah dingin, lebih acuh taacuh daripada suhu di alun-alun Sapuran.

Selain itu, info yg tak kalah pentingnya yaitu perihal keselamatan jalan dr Wonosobo ke Magelang. Menurut Ibunya, jalanan relatif aman namun habis maghrib jalanan sudah mulai sepi apalagi-lebih pukul 20.00 ke atas. Bagi pengendara tunggal tak disarankan berkendara di malam hari.

Dari berita ini, kami mendapatkan citra terkait suasana medan yg mesti kami lalui baik itu jalan pergi & jalan pulang. Akhirnya kami menyiapkan turun dr Dieng sehabis sholat ‘asyar. Oh ya, ngomong-ngomong rasa gado-gadonya tidak mengecewakan enak, cocok untuk pengecap orang jogja & harganya pun murah yaitu Cuma Rp4.500/porsi.

Dari alun-alun kami terus melaju menuju kota Wonosobo yakni melalui jalan Purworejo terus ke arah barat. Sampai di kota Wonosobo kami berkeliling-keliling kota. Bukan berencana jalan santai, tetapi memang jalannya banyak yg searah sehingga mau gak mau mesti mengikuti jalur.

Saat memasuki kota Wonosobo langsung merasa kedinginan. Hawa dingin menciptakan pendengaran ini terasa membeku. Aliran darah mirip tak tanpa kendala. Jantungpun terasa berdetak lebih keras. Oh ya, saya teringat bahwa saya menenteng kupluk. Begitu ingat langsung saya pakai, lumayan ada pemanas untuk kepala selain dr helm.

  √ Contoh Cerita Pengalaman Liburan

Sampai di alun-alun kota Wonosobo, kami sempatkan untuk beristirahat & duduk-duduk sebentar sambil memanaskan otot-otot yg terasa kaku alasannya dinginnya suhu kawasan Wonosobo. Gerrr, melompat sana sini kayak monyet kedinginan agar tubuh lebih hangat & peredaran darah kembali tanpa kendala.

Oya, kami pergi ke Wonosobo pada ketika trend kemarau, lupa bulan apa waktu itu. Tapi memasuki kota, kami sudah disambut dgn hujan gerimis yg cukup bisa membuat basah pakaian bila tak berteduh. Kami sarankan, bila Anda mau ke tempat ini bawalah jas hujan!.

Jarak alun-alun Wonosobo ke Dieng sekitar 25 km. Benar kata ibu penjual gado-gado tadi, jalannya tanjakan terus gak putus-putus. Kondisi jalan beraspal halus dgn beberapa cuilan jalan ada yg bergelombang. Jalannya bener-bener kecil, tak sepeti jalan Jalan Bantul atau jalan Jogja-Magelang.

Baca juga: Macam-macam kalimat

Di sepanjang jalan kita akan menjumpai hutan pinus (baca: hutan kentang) yg sangat luas. Saya katakan hutan kentang karena hutan pinusnya sudah jarang ada pohon pinusnya, adanya kebun kentang.

Suhunya sangat-sangat-sungguh cuek, petaninya pakai jaket tebal sekali, nyaris ibarat jaket suku eskimo di kutub utara. Bedanya jaketnya tak berbulu saja.

Setiap bertemu orang, pada umumnya menggunakan kupluk tebal di kepala, jaket tebal, kaos tangan & kaos kaki + sepatu. Ada yg menggunakan syal untuk menutupi leher dr dinginnya udara Dieng. Ini beda banget dgn saya yg hanya menggunakan kaos double, kupluk & kaos tangan saja.

Beberapa kali motor saya Honda Blade 110 CC tak bisa melewati tanjakan ke Dieng, terpaksa teman saya, saya suruh jalan kaki. Ternyata pengendara lain pula begitu. Ada pengendara Yamaha Mio pula mengalami nasib yg sama.

Di Dieng, kita seperti berada di atas awan. Kumpulan uap air atau awan banyak yg bergerak di bawah kita. Kondisi ketika itu cukup berkabut tetapi masih normal, jarak 1 km masih terlihat jelas. Pemandangan perbukitannya sangat menakjubkan.

Kami datang di Dieng pukul 14.15 menit, butuh waktu 4 jam untuk sampai. Lalu kami memutuskan untuk beristirahat di masjid sebelah barat dr tempat penjualan tiket kemah di Gunung Prau.

Contoh kisah pendek liburan kami bersambung di halaman berikutnya.