KERAJAAN BANTEN
Sejarah Kerajaan Banten
Pada permulaan abad ke-16, tempat pajajaran yg beragama hindu. sentra kerajaan ini berlokasi di pakuan ( kini bogor ). kerajaan pajajaran mempunyai bandar-bandar penting mirip banten, sunda kelapa ( jakarta ) & cirebon.
Kerajaan pajajaran telah mengadakan kolaborasi dgn portugis. oleh kerena itu, portugis diizinkan mendirikan kantor jualan & benteng pertahanan di sunda kelapa. untuk membendung imbas portugis di pajajaran, sultan trenggono dr demak memrintahkan fatahilah selaku panglima perang demak untuk menaklukan bandar-bandar pajajaran. pada tahun 1526, armada demak berhasil menguasai banten.
Pasukan fatahillah pula berhasil merebut pelabuhan sunda kelapa pada tanggal 22 juni 1527. semenjak ketika iru nama “sunda kelapa” diubah menjadi “jayakarta” atau “jakarta” yg bermakna kota kemenanggan. tanggal itu ( 22 juni ), kemudian dijadikan hari jadi kota jakarta.
Dalam waktu singkat. seluruh pantai utara jawa barat mampu dikuasai fatahillah,agama islam lambat laun tersebar di jawa barat. fatahillah kemudian menjadi wali ( ulama besar ) dgn gelar sunan gunung jati & berkedudukan di cirebon. Pada tahun 1552, putra fatahillah yg bernama hasanudin diangkat menjadi penguasa banten. putranya yg lain, pasarean diangkat menjadi penguasa di cirebon. fatahillah sendiri mendirikan sentra kegiatan keagamaan di gunung jati, cirebon hingga dia wafat pada tahun pada tahun 1568. jadi, pada awalnya kerajaan banten merupakan wilayah kekuasaan kerajaan demak.
Raja-Raja Kerajaan Banten
1. Sultan hasanuddin
Ketika terjadi perebitan kekuasaan di kerajaan demak, tempat banten & cirebon berusaha melepaskan diri dr kekuasaan demak. akhirnya, banten & cirebn menjadi kerajaan yg berdaulat, lepas dri pengaruh demak. sultan hasanuddin menjadi raja banten yg pertama. ia memerintah banten selama 18 tahun, yaitu tahun 1552 – 1570 M. di bawah pemerintahannya, banten berhasil menguasai lampung ( di sumatra ) yg banyak menciptakan rempah-rempah & selat sunda yg merupakan jalur lalu lintas perdagangan.
Selama pemerintahannya, sultan hasanuddin berhasil membangun pelabuhan banten menjadi pelabuhan yg ramai dikunjungi para penjualdr berbagai bangsa.para penjualdr persia, gujarat, & venesia berusaha enghindari selat malaka yg dikuasai potugis & beralih ke selat sunda. banten kemudian berkembang menjdi bandar jual beli maupun sentra penyebaran agama islam. setelah sultan hasanuddin wafat pada tahun 1570 M, ia digantikan oleh putranya yakni maulana yusuf.
2. Maulana Yusuf
Maulana yusuf memerintah banten pada tahun 1570-1580 M. pada tahun 1579, maulana yusuf menaklukan kerajaan pajajaran di pakuan ( bogor ) & sekligus menyinggirkan rajanya yg berjulukan prabu sedah. kesudahannya, banyk rakyat pajajaran yg menyinggir ke pegunungan. mereka inilah yg kini dikenal sebagai orang-orang baduy atau suku baduy di rangkasbitung banten.
3. Maulana muhammad
Setelah sultan maulana yusuf wafat,putranya yg berjulukan maulana muhammad naik tahta pada usia 9 tahun. karena maulana muhammad masih sungguh muda, pemerintahan dijalankan mengkubumi jayanegara hingga maulana muhammad remaja ( 1580-1596 ). enam belas tahun kemudian, sultan maulana muhammad menyerang kesultanan palembang yg di dirikan oleh ki gendeng sure, seorang aristokrat demak. kerajaan banten yg pula keturunan demam merasa berhak atas kawasan palembang. akan tetapi, banten mengalami kekalahan. sultan maulana muhammad tewas dlm pertempuran itu.
4. Pangeran Ratu ( Abdul Mufakhir )
Pangeran ratu,yang berusia 5 bulan, menjadi sultan banten yg ke empat ( 1596-1651 ). sampai pangeran ,akil balig cukup akal, pemerintahan dijalankan oleh mangkubumi ranamanggala. pada dikala itulah untuk pertama kalinya bangsa belanda yg di pimpin oleh cornelis de houtman, mendarat di banten pada tahun 22 juni 1596. pangeran ratu mendapat gelar kanjeng ratu banten. tatkala wafat, beliau digantikan oleh anaknya yg dikenal dgn nama sultan ageng tirtaayasa.
5. Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan ageng tirtayasa memerintah banten paada tahun 1651-1682bM, kerajaan banten pada masa dia mencapai masa kejayaan. sultan ageng tirtayasa berusaha memperluas wilayah kerajaannya ini pada tahun 1671 M, sultan ageng tirtayasa mengangkat putranya menjadi raja pembantu dgn gelar sultan abdul kahar atau sultan haji. sultan haji menjalin kekerabatan baik dgn belanda. melihat hal itu, sultan ageng tirtayasa kecewa & mempesona kembali jabatan raja pembantu bagi sultan haji, akan tetapi, sultan haji berupaya menjaga dgn meminta derma pada belanda. kesudahannya terjadilah perang saudara. sultan ageng tirtayasa tertangkap & dipenjarakan di batavia hingg ia wafat pada tahun 1691 M
Peninggalan Kerajaan Banten
Selama berkuasa kurang lebih 3 kurun tersebut, kerajaan Banten meninggalkan beberapa bukti bahwa kerajaan ini pernah berjaya di pulau Jawa .Lantas, apa saja peninggalan kerajaan Banten yakni sebagai berikut :
1. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten yakni salah satu bukti peninggalan kerajaan Banten selaku salah satu kerajaan Islam di Indonesia. Masjid yg berada di desa Banten Lama, kecamatan Kasemen ini masih berdiri kuat hingga kini.
Masjid Agung Banten dibangun pada tahun 1652, tepat pada masa pemerintahan putra pertama Sunan Gunung Jati yakni Sultan Maulana Hasanudin. Selain itu, Masjid Agung Banten pula merupakan salah satu dr 10 masjid tertua di Indonesia yg masih berdiri hingga sekarang.
Keunikan masjid ini yakni bentuk menaranya yg mirip mercusuar & atapnya mirip atap pagoda khas China. Selain itu, dikiri kanannya bangunan masjid tersebut ada suatu serambi & komplek pemakaman sultan Banten bersama keluarganya.
2. Istana Keraton Kaibon
Peninggalan kerajaan Banten yg berikutnya yakni bangunan Istana Keraton Kaibon. Istana ini dulunya dipakai sebagai tempat tinggal Bunda Ratu Aisyah yg merupakan ibu dr Sultan Syaifudin.
Tapi kini bangunan ini sudah hancur & tinggal sisa-sisa runtuhannya saja, sebagai balasan dr bentrokan yg pernah terjadi antara kerajaan Banten dgn pemerintahan Belanda di nusantara pada tahun 1832.
3. Istana Keraton Surosowan
Selain Istana Keraton Kaibon, ada satu lagi peninggalan kerajaan Banten yg berupa Istana yaitu Istana Keraton Surosowan. Istana ini digunakan sebagai tempat tinggal Sultan Banten sekaligus menjadi tempat sentra pemerintahan.
Nasib istana yg dibangun pada 1552 ini pula kurang lebih sama dgn Istana Keraton Kaibon, dimana ketika ini tinggal sisa-sisa runtuhan saja yg bisa kita lihat bareng dgn suatu kolam pemandian para putri kerajaan.
4. Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk ialah peninggalan kerajaan Banten sebagai bentuk dlm membangun poros pertahanan maritim kekuasaan kerajaan di masa lalu. Benteng setinggi 3 meter ini dibangun pada tahun 1585.
Selain berfungsi selaku pertahanan dr serangan laut, benteng ini pula digunakan untuk mengawasi aktivitas pelayaran di sekitar Selat Sunda. Benteng ini pula memiliki Mercusuar, & didalamnya pula ada beberapa meriam, serta sebuah terowongan yg menghubungkan benteng tersebut dgn Istana Keraton Surosowan.
5. Danau Tasikardi
Di sekitar Istana Keraton Kaibon, ada sebuah danau bikinan yaitu Danau Tasikardi yg dibuat pada tahun 1570 – 1580 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf. Danau ini dilapisi dgn ubin & batu bata.
Danau ini dulunya mempunyai luas sekitar 5 hektar, tapi kini luasnya berkurang sebab dibagian pinggirnya sudah tertimbun tanah sedimen yg dibawa oleh arus air hujan & sungai di sekitar danau tersebut.
Danau Tasikardi pada masa itu berfungsi selaku sumber air utama untuk keluarga kerajaan yg tinggal di Istana Keraton Kaibon & sebagai terusan air irigasi persawahan di sekitar Banten.
6. Vihara Avalokitesvara
Walaupun kerajaan Banten yakni kerajaan Islam, tetapi toleransi antara warga biasa dgn pemimpinnya dlm hal agama sungguh tinggi. Buktinya yaitu adanya peninggalan kerajaan Banten yg berbentukbangunan tempat ibadah agama Budha.
Tempat ibadah umat Budha tersebut yaitu Vihara Avalokitesvara yg hingga kini masih berdiri kuat. Yang unik dr bangunan ini yakni di dinding Vihara tersebut ada suatu relief yg mengisahkan tentang legenda siluman ular putih.
7. Meriam Ki Amuk
Seperti yg disebut sebelumnya, di dlm benteng Speelwijk ialah beberapa meriam, dimana diantara meriam-meriam tersebut ada meriam yg ukurannya paling besar & diberi nama meriam ki amuk.
Dinamakan seperti itu, alasannya adalah konon katanya meriam ini mempunyai daya tembakan sangat jauh & daya ledaknya sangat besar. Meriam ini adalah hasil rampasan kerajaan Banten terhadap pemerintah Belanda pada masa perang.
Kehidupan Politik Kerajaan Banten
Sultan pertama Kerajaan Banten ini yaitu Sultan Hasanuddin yg memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima prajurit Demak yg pernah diutus oleh Sultan Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak berkuasa, kawasan Banten merupakan cuilan dr Kerajaan Demak. Namun sesudah Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dr dampak kekuasaan Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para penjualmuslim memindahkan jalur pelayarannya lewat Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berubah menjadi sentra jual beli. Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke tempat penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yg sudah sejak lama mempunyai korelasi dgn Jawa Barat. Dengan demikian, ia sudah meletakkan dasar-dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat.
Penguasa Banten selanjutnya yakni Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan & menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu tempat Banten Selatan, mereka dikenal dgn Suku Badui. Setelah Pajajaran ditaklukkan, konon golongan elite Sunda memeluk agama Islam.
Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas & berikutnya putra mahkotanya yg bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yg berjulukan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat menentang kekuasaan Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yg telah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yg dilaksanakan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Banten
Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa mampu menjelma bandar perdagangan & sentra penyebaran agama Islam. Adapun aspek-faktornya merupakan: (1) letaknya strategis dlm kemudian lintas jual beli; (2) jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga para penjualIslam tak lagi singgah di Malaka tetapi eksklusif menuju Banten; (3) Banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.
Banten yg menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-penjualdr Arab, Gujarat, Persia, Turki, Cina & sebagainya. Di kota dagang Banten secepatnya terbentuk perkampungan-perkampungan berdasarkan asal bangsa itu, mirip orang-orang Arab mendirikan Kampung Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa & sebagainya.
Kehidupan Sosial Dan Budaya Kerajaan Banten
Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial masyarakat dengan-cara berangsur- angsur mulai berlandaskan fatwa-pedoman Islam. Setelah Banten sukses mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam makin kuat di daerah pedalaman. Pendukung kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni ke daerah Banten Selatan, mereka diketahui sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yg artinya Pasundan yg pertama. Mereka menjaga tradisi-tradisi lama & menolak imbas Islam.
Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena sultan memerhatikan kehidupan & kesejahteran rakyatnya. Namun sesudah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, & adanya campur tangan Belanda dlm berbagai kehidupan sosial masyarakat berganti merosot tajam. Seni budaya penduduk didapatkan pada bangunan Masjid Agung Banten (tumpang lima), & bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di samping itu pula bangunan istana yg dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda, pelarian dr Batavia yg sudah menganut agama Islam. Susunan istananya mirip istana raja di Eropa.
Kejayaan Kerajaan Banten
Kerajaan Banten mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Dimana, Banten membangun armada dgn acuan Eropa serta memberi upah pada pekerja Eropa. Namun, Sultan Ageng Tirtayasa sungguh menentang Belanda yg terbentuk dlm VOC & berusaha keluar dr tekanan VOC yg sudah memblokade kapal jualan menuju Banten. Selain itu, Banten pula melaksanakan monopoli Lada di Lampung yg menjadi mediator perdagangan dgn negara-negara lain sehingga Banten menjadi wilayah yg multi etnis & perdagangannya berkembang dgn pesat.
Runtuhnya Kerajaan Banten
Kerajaan Banten mengalami kemunduruan berawal dr pertikaian antara Sultan Ageng dgn putranya, Sultan Haji atas dasar perebutan kekuasaan. Situasi ini dimanfaatkan oleh VOC dgn memihak pada Sultan Haji. Kemudian Sultan Ageng bareng dua putranya yg lain bernama Pangeran Purbaya & Syekh Yusuf terpaksa mundur & pergi ke arah pedalaman Sunda. Namun, pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap & ditahan di Batavia. Dilanjutkan pada 14 Desember 1683, Syekh Yusuf pula sukses ditawan oleh VOC & Pangeran purbaya akhirnya menyerahkan diri.
Atas kemenangannya itu, Sultan Haji menunjukkan jawaban pada VOC berupa penyerahan Lampung pada tahun 1682. Kemudian pada 22 Agustus 1682 terdapat surat perjanjian bahwa Hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ketangan VOC. Sultan Haji meninggal pada tahun 1687. Setelah itu, VOC menguasai Banten sehingga pengangkatan Sultan Banten harus menerima persetujuan Gubernur Jendral Hindian Belanda di Batavia.
Terpilihlah Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya sebagai pengganti Sultan Haji kemudian digantikan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Aabidin. Pada tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
Penyerangan tersebut balasan Sultan menolak undangan Hindia Belanda untuk memindahkan ibu kota Banten ke Anyer. Pada akhirnya, tahun 1813 Banten telah runtuh ditangan Inggris.