99+ Kumpulan Contoh Puisi Pendek, Panjang, Cinta Romantis dan Bermakna [LENGKAP]

Kumpulan Contoh-acuan Puisi Pilihan – Puisi merupakan bentuk karya sastra dr hasil ungkapan & perasaan penyair dgn bahasa yg terikat irama, matra, rima, penyusunan lirik & bait, serta penuh makna. Puisi pula mengungkapkan fikiran & perasaan penyair dengan-cara imajinatif & disusun dgn mengkonsentrasikan kekuatan bahasa dgn struktur fisik & struktur batinnya. 


Puisi memprioritaskan bunyi, bentuk & pula makna yg ingin disampaikan yg mana makna selaku bukti puisi baik bila terdapat makna yg mendalam dgn memadatkan segala unsur bahasa. Puisi merupakan seni tertulis memakai bahasa sebagai kualitas estetiknya (keindahan).

Buat sobat-sobat penikmat sastra yg ingin menikmati puisi dgn berbagai tema, berikut Admin sertakan puluhan puisi yg tersaji di blog yg sederhana ini. Mudah-mudahan bisa bermanfaat buat seluruhnya.


* PUISI HATI DAN PUISI CINTA *

Gundah Hati

Lelah sudah kuberjalan
Mengarungi sunyi seribu malam
Terhuyung tanpa arah yg niscaya
Jalani waktu yg tak bertepi

Luka demi luka tertanam dlm hati
Mendayu perih menyiksa jiwa
Rasa takut akan cinta sering terngiang di pendengaran
Berbisik menggoyahkan kebulatan doktrin

Ku coba mengajukan pertanyaan pada luas samudra
Tak sepatah kata jawaban kudengar darinya
Hanya gemuruh ombak yg bergulir besar
Yang mengikis kuatnya karang berdiri tegar

Sombong gunung berdiri
Seakan tak peduli dgn nasibku
Bimbang hatiku memandang langit tak bertepi
Bagai ilalang yg bergoyang tanpa tujuan


Derita Hati

Hitam kelabu awan diam
Langit menangis basahi bumi
Sejuta mimpi rapuh tertelan masa
Hilang angin tornado menerpa

Bunga layu tumbuhlah duri
Kering dikonsumsi kejamnya waktu
Indah dunia tertutup peristiwa
Meskipun bintang datang menyapa

Sungguh sakit hati ini
Melihat apa yg telah terjadi
Mungkin gue akan tetap disini
Hingga akhir hayat menjemputku tuk kembali.


Lentera Hati

Lama sudah gue sendiri
Merindukan cahaya yg mampu menerangi
Agar tak tersesat langkah kaki
Agar hati tak lagi sunyi

Meskipun cuma suatu lentera
Mungkin itu lebih tuk gue miliki
Bisa menemaniku dlm gelap yg sepi

Dalam kesendirian yg tanpa pasti
Kerinduanku pada kasih sayang
Meraup reluh hati & jiwaku
Menyiksa & mendera dlm buainya
Singgahlah dihati ku wahai lentera


Melodi Cinta

Lentik jemari menari-nari
Kecapi kian berbunyi merdu
Alunan lagu syahdu mulai terlantun
Denting demi denting iringi syair yg indah

Sejenak mata terpejam
Memandang jauh kedasar hati
Terlihat senyum manis besar hati
Sorak-sorai menari & bernyanyi

Petik kecapi kian terdenting merdu
Semakin indah sendu terasa
Melodi demi melodi seakan berkata
Ceritakan ihwal Indahnya cinta


Noktah Cinta

Terukir indah dlm bayangan
Menyanjung & memuji dlm hati
Meski air sudah bercerita
Namun daun & angin tetap saja bisu

Tetap gue coba untuk berlari
Namun kaki enggan untuk melangkah lagi
Sesal kini mulai merambah hati
Membalut rapat menutup nadi

Sepi & hampa yg tertinggal
Tiada nada tiada irama
Semakin kering di makan kejam usia
Yang tersisa cuma cerita cinta yg luka

* PUISI PERSAHABATAN MENAWAN *


Sahabatku

Sahabat…
Engkau bagaikan cahaya penerang hidup ini
Disaat kusedih, 
Kaulah yg mampu menghapus kesedihan itu 

Sahabat…
Tanpamu hidupku akan rapuh 
Kaulah tempatku untuk selalu tersenyum
Terima kasih karenamu, wahai teman dekat…


Kabar Elektrik

Kuingat, terdapat kisah wacana saudara
Dari rasa senang, duka, & bareng
Berasal dr kehidupan yg berlawanan, kita berjumpa

Menjadi satu, meski menanggung salah bersama
Dari hangat menjadi keluarga
Dari rasa sakit hingga ada yg ingin keluar

Buka, tanpa dengki. Ramah, tanpa iri.
Tak ada pemisah walau waktu dimakan jaman

Kabar elektrik,
Saling tiba & bersahutan
Dari balik layar, kini kita bercerita

Tapi,
Aku butuh semangat kalian, bukan pesan belaka

Hanya kalian, & kita bareng
Sekarang dimana kalian?


Perjumpaan

Ujung lancip pensil tlah menjadi saksi 
Yang terwakili dr perasan yg kurasa
Manis, pahit tlah hinggap di dlm hidupku

Berawal dr pertemuan sederhana
Di atas kepingan-kepingan keramik putih
Pertemuan yg sama sekali tak pernah kuduga
Menjadi sebuah jalinan kasih & sayang
Memori-memori indah kita 
Momen memiliki arti dlm hidupku 
Janji tuk selalu bersama
Hadapi bara api yg memperabukan

Pertemuan yg terlewat singkat 
Menyisakan bongkahan-bongkahan ingatan
Kebersamaan di tengah dinginnya angin malam
Suapan nasi dr sendok yg kau pegang
Pelukan hangat tatkala tangisanku memecah kesunyian

Aku harap seluruhnya bukan khayal semata
Dekorasi hati ini
Percakapan tanpa gramatika
Riuh ucapanmu tak sekalipun mengusikku


Kesetiaan yg Mendalam

diatas bukit memukauelok bertabur kristal kecil
pelukan hangat menyentuh sanubari 
tak segan menatap wajah di dinding kemilau salju
gemilang mentari paras dikau 
menerpa hati kau eratkan bunga penuh suci 
terpadu gue akan tulis benahmu 
merajut gue taupan benih-benih cinta
semerbak karung penat. terharu mendalam jauh berlobang
cahaya di matamu melainkan pancaran bulan kau miliki 
kesetiaan tak usai melebur cair 
sejati nama terpantas untukmu 
teman dekat julukan beribu mentari 
hati itulah jiwa untukmu


Sahabat

sahabat dunia penerang langkah di jiwa
kala duka maupun riang ada untuk selamanya
teman dekat bukanlah boneka yg cuma selaku pelampiasan
cinta kasih sayang dunia nadi terindah di langkahku 
seutas senja di hatimu indah pula di penatmu
senyuman di wajahmu membuatku sejenak terpaku


Senyum Bahagia

Sahabatku
Apa yg terjadi padamu?
Matamu
Pipimu

Mengalir mutiara cair
– yg menghiasi wajahmu
Apakah gue bisa membantumu?
Mungkin hanya senyum besar hati
– yg mampu menghilangkan mutiara cair di pipimu

Bukan untuk menertawakanmu
Namun untuk mengajakmu tersenyum
Tanpa ada paksaan
Dan bukan terpaksa


Demi Sahabat Aku Rela

kurelakan lagi
kulepaskan lagi
kuberi lagi
untuk kesekian kalinya
siapa saja yg kucinta lebih memilihmu
dan kini semua menghilang dariku

kesalahanku terulang lagi
kukorbankan perasaanku 
kuikhlaskan semuanya

kini kubuat sebuah keputusan
aku rela melepas cintaku lagi
demi kau-sekalian sahabatku,
yang pula menyayangi beliau
kuberikan cinta & perasaanku
untuk ia yg kini telah jadi milikmu

ku coba terus bohongi perasaanku…
ku coba untuk melupakannya,
ku coba untuk lari dr realita bahwa gue menyayangi beliau

ndeso… terbelakang…
sampai kapan gue mesti mengalah pada sahabatku?
namun gue tak ingin sahabatku sakit hati
aku terlalu sayang denganmu teman dekat…


Teman Selamanya

Aku t’lah usang mencarimu
Aku t’lah usang menantimu
Aku t’lah usang menunggumu

Akhirnya gue bisa menemukanmu
Karena bagiku menemukanmu,
Adalah hal yg tak gampang
Karena mendapatkan orang yg sempurna
Bukanlah hal yg mudah

Aku senang lantaran kau sudah kutemukan
Semoga kau bisa mendampingiku
Sampai kapanpun selama jam masih berdenting
Berlalunya hari & berjalannya umur
Kita akan menjadi teman dekat sejati selamanya 
Kita akan senantiasa bareng

Berbagi kisah
Berbagi senang maupun sedih


Seteguk Kopi yg Kau Berikan

Riuh terdengar derasnya hujan malam
Mengingatkan sebuah memori yg usang tenggelam
Seteguk kopi yg kau berikan,
Menghangatkan tubuh di kala dingin
Merangkai rasa antara kita
Seteguk kopi yg kau berikan,
Menggugah hati tuk bakar semangat
Namun kini kau bawa hatiku
Menghilang dlm suramnya angah
Kau lingkarkan cincin di jari manisnya
Tinggalkan gue dlm kelam kehidupan
Hanya tersisa…
Seteguk kopi yg kau berikan…


Sahabat Itu…..

Selalu hadir dlm kehidupan kita
Baik itu senang atau susah
Tak perlu berkata ia niscaya mendengar
Semua dongeng akan tercampur dgn bumbu kisahnya
Menegur kala kita salah mengambil langkah
Menyokong kala kita mengangkat satu keputusan
Bertanggung jawab walau tak ikut menjadikan
Meniupkan hawa kedamaian kala kita terbalut dlm emosi

Dan…
Selalu seperti itu hingga takdir memisahkan

* PUISI ROMANTIS PENYAIR TERNAMA *


Sajak Puisi
Mustofa Bisri

cintaku kepadamu belum pernah ada contohnya
cinta romeo pada juliet, si majnun qais pada laila
belum apa-apa
temu-pisah kita lebih bermakna
dibanding temu-pisah yusuf & zulaikha
rindu-dendam kita melampaui rindu dendam adam hawa
saya yakni ombak samuderamu
yang lari-datang bagimu
hujan yg berkilat & berguruh mendungmu

saya yakni busuk bungamu
luka berdarah-darah durimu
semilir hingga angin puting-beliung anginmu

aku yakni kicau burungmu
kabut puncak gunungmu
tuah tenungmu

aku ialah titik-titik hurufmu
huruf-abjad katamu
kata-kata maknamu

saya yaitu sinar silau panas
dan bayang-bayang hangat mentarimu
bumi pasrah langitmu

aku yakni jasad ruhmu
fayakun kunmu

aku yaitu a-k-u
k-a-u
mu


Dari Suatu Perpisahan
Ayatrohaedi

Terkadang ada baiknya kita berduka,
Agar terasa betapa besar hati
Pada saatnya kita bersuka
Terkadang ada baiknya kita menangis,
Agar terasa betapa manis

Pada saatnya kita tertawa
Terkadang ada baiknya kita merana
Agar terasa betapa senang
Pada saatnya kita bahagia

Dan bila sekarang kita berpisah
Itupun ada baiknya juga
Agar terasa betapa mesra
Jika pada saatnya nanti
Kita ditakdirkan berjumpa lagi


Rindu
Medy Loekito

apalah arti sebuah mimpi
sewaktu lelap terserak pada malam-malam tanpa
suara
kucari hadirmu lepas fajar hingga petang
tersendat tergeragap laksana petir tanpa gelegar
sementara waktu membenamkan segala harapan

dunia seperti kapal yg tenggelam
terjerembab pada kedalaman tanpa batas
tiada yg lebih pasti daripada gelap
tatkala bulan kehilangan cahaya
dan halilintar kehilangan kilatnya
adakah yg lebih berduka selain hati yg rindu
betapa ingin kulihat wajahmu
pada kesia-siaan yg bersahabat denganku kini


Mawar Terjauh
Nirwan Dewanto

Kau benih hujan pagi hari,
aku payung yg lama iri.

Kau airmata di ujung jari,
saya saputangan matahari.

Jika kau dlm gaun merah,
aku bekas tangan di perutmu.

Tapi kau pula genangan darah,
ketika gue urung mencintaimu.

Kau cermin terlalu menunggu,
saya wajah yg memurnikanmu.

Tumpahkanlah tilas semua dara,
hingga jantungmu serimbun bara.

Kau pemilik hujan sepenuh hari,
aku payung terlampau sembunyi.

Mari, lekaslah kelabui Januari,
alasannya adalah gue terkulai ke tepi nyanyi.


Pacar Senja
Joko Pinurbo

Senja mengajak pacarnya duduk-duduk di pantai. 
Pantai sudah sepi & tak akan ada yg peduli.

Pacar senja sungguh pendiam: ia senyum-senyum saja
mendengarkan gurauan senja. Bila senja minta peluk, 
setengah saja, pacar senja tersipu-sipu. 
“Nanti saja kalau sudah gelap. Malu dilihat lanskap.”

Cinta seperti penyair berdarah dingin 
yang pintar menorehkan luka. 
Rindu mirip sajak sederhana yg tak ada matinya. 

Tak terasa senyap pun tiba: senja tahu-tahu 
melengos ke cakrawala, meninggalkan pacar senja
yang masih megap-megap oleh ci*man senja.
“Mengapa kau tinggalkan gue sebelum sempat 
kurapikan lagi waktu? Betapa lekas ci*m 
menjadi bekas. Betapa curangnya rindu. 
Awas, akan kupeluk habis kau esok hari.”

Pantai telah gelap. Ada yg tak bisa lelap. 
Pacar senja berangsur lebur, luluh, menggelegak 
dalam gemuruh ombak.

* PUISI DO’A MENGHARUKAN PILIHAN *


Kuasa Do’a

Ada yg hendak terucap
sebelum Fitnah menghancurkan Fitrah
kerinduan dlm kandang rahmat Mu
menenteng perjalanan jauh berliku
entah pada tujuan mana ia berlabuh niscaya nya,
dekat di sisi Mu adalah anugerah yg tak bisa terucap oleh lidah.

Getir,
tawa,
dan air mata 
daku lah yg punya 
sedang Engkau lah yg cipta. 

mangkir dr janji Mu 
yaitu pengkhianatan sia sia 
alasannya adalah kau-sekalian tahu 
apa apa yg tak ku tahu. 

Ada yg hendak terucap di lidah 
Lafadz nama Mu sarat dgn Maha
sedang gue penuh dgn hina 
bagaimana pula gue bisa pongah? 

Ada yg hendak terucap 
sebelum menuju jalan pulang: 
“Daku ingin kembali pada Fitrah ku” 


Hantaran Doa

Doa tertutur kata
doa yg wakilkan asa
asa seseorang di dunia 
tertutur bunyi pula nafas terhela 

asa yg menjadi mimpi
mimpi yg ingin di gapai
tersimpan utuh dlm hati
terbangkanlah hingga langit Illahi 

menjadi gelembung udara
terbang melesat angkasa
hantarkan semua sedih lara
hantarkan tak terpandang mata
hantarkan harapan kita

yang tak pernah bertemu lagi
sucinya cinta yg terzholimi
oleh egonya kehendak diri
oleh kerinduan yg senantiasa menyelimuti 


Untuk Ayah Tercinta

Ayah..tak terasa begitu cepat waktu berlalu
kerinduan akan masa kecil bersamamu
kini cuma bisa kukenang, takkan bisa terulang
walaupun kini kau jauh disana
aku percaya kau akan senang
cuma do’a yg dapat kuberikan padamu kini
semoga apa yg sudah kau berikan padaku mampu menjadi acuan
mudah-mudahan gue menjadi eksklusif yg sepertimu, tegas, berwawasan, & berjiwa kasih

Masih membayang kenangan indah masa lalumu
kini semua benar benar berlalu
sedih ini bercampur pilu
tangis ini bercampur rindu
bantu-membantu aku.. 
masih butuh kasih sayangmu..
masih ingin dipelukanmu.. 

Namun, apalah dayaku
kini ku cuma bisa memandang nisanmu
mengenang jasa & kebaikanmu
menuruti semua nasihatmu, Ayah..!!

Do’saya ini menemanimu disana
semoga Allah mengampuni dosa-dosamu
mudah-mudahan Allah mendapatkan amal ibadahmu
dan gampang-mudahan daerah yg baik diberikan untukmu

Sekarang tawamu sudah tak bisa kudengar lagi
kulitmu tak bisa kusentuh lagi
wajahmu tak bisa kulihat lagi 

Sungguh ku merindukan masa kecilku dahulu 
ingin ku bersamamu lagi

Namun semua itu tak mungkin bisa terulang lagi
lantaran kini kerikil nisan telah membatasi 

Kau meninggalkanku disaat gue belum bisa membahagiakanmu
kau meninggalkanku disaat gue belum bisa membalas jasa jasamu
kini cuma do’a & keikhlasan yg bisa kuberikan padamu
semoga kau bahagia disana, Ayah..!!

“Ya Allah, ayahku sudah membimbingku dgn baik,
telah melaksanakan amanah yg telah diembannya dgn baik 
kumohon, kasihilah ia mirip ia mengasihiku dahulu 
sayangilah ia seperti ia menyayangiku dahulu
dan pertemukanlah kami di surga nanti..” 
Amiin…


Do’a Tengah Malam

Tidur sehabis Isya itu,
saya mencari-cari permulaan mimpimu
kalau-kalau kau ada di nirwana
kawasan semua keinginan berkumpul.

Lama kucari sehampar sutra malam
namun mimpimu belum jua terlabuh
barangkali tidurmu di guyur peluh
yang umum berdiang di garang siang.

Sekarang lewat tengah malam,
masih kusimak semua lakon mimpi
hingga di sepertiga malam
telingaku selaku mekar mawar.

Sesayup perlambang hening malam
kau berlutut di Tahajud yg sakral,
do’a-do’amu membuka gerbang langit
kudapati namaku kau sebut teriring salam.

Seketika kukemasi mimpi-mimpi tentangmu
saya bergegas melayari sutra malam
kubawa serta Do’a-do’amu pada Thaharah
dan gue rebah pada Tahajud yg sakral.


Do’a Malam

Sekeping hidup dlm buai panjang
pernah singgah, menepikan seraut episode seram
di tengah makian debu debu menyesak dada
tak urung, nyanyian murung
telah disemai di puncak yg bukan milikmu 
meski bibir gincu, menyapa hari hari yg asing
tak satupun nama tertanam di pepohonan
yang kekar & sejuk

Merah jambu awan senja
bertepi putih membiru tepi langit
sudah menyongsong wajah yg erat dengan
lipatan jaman…guratan hidup mencumbu nafas
kala tampaklelah kedua mata kita. 

Kau mencoba mengukir segi langit
yang membentuk barisan awan…bertanam mekar sari 
seberkas himpitkan tajam sebagian langit
meluruhkanmu…..kembali sepi
dari indahnya wajah bulan di bumi dongeng
hanya tinggal, bahtera yg mengusung
serpihan layar menantang angin buritan

Lebih baik kau tawarkan mawar jingga
dalam sebagian malam
bertabur sayap malaikat dr rajutan langit
kemana lagi akan kau cincang hidup ini
bukankah potongan doa lebih indah
dari jarum waktu yg kau tinggalkan…

* PUISI MALAM PILIHAN *


Tersenyumlah Malam

Duhai malam tersenyumlah,
tidakkah kau lihat sang rembulan merekah merah,
dan bintang berkilauan, indahkan jagad raya.

Duhai malam tertawalah,
tidakkah kau tahu esok fajar akan datang,
bawa bahagiamu yg kau mimpikan,
hingga terwujudlah segala prospek.

Duhai malam berbaringlah,
ragamu lelah menanti pagi yg tak pula pergi,
dan kalbumu mengembang ketika senja datang.

Duhai malam dengarkanlah,
burung-burung bernyanyi dlm perjalanan pulang,
hingga tak ada argumentasi dikau akan kesepian.

Duhai malam bermimpilah,
disela-sela jagamu ada tangan-tangan suci yg meminta pada Sang Ilahi,
supaya kau tetap berpengaruh menemani indahnya bumi pertiwi,
hingga waktu akan berhenti.


Merambah Malam

Malam menepati janjinya
pekat & sunyi kembali melaruti alam
dan gue mencoba merambahnya lewat untai
dan gue mencoba merambahnya lewat bait.

Gelisah, bimbang & penat
seolah berlomba memasuki kepingan hati
terpatri didalamnya membentuk setoreh luka
luka yg belum pula mau pergi.

Haruskah kuikuti rambahan malam?
sementara hati kecilku berharap sang benderang
Ya, kemanakah hati ini mesti bertaut?
Pada kegelapan ataukah sang benderang?

Dan malam ini
Toh gue tetap merambah malam….

Mungkin inilah takdir.
Aku sungguh mencintai malam & kegelapan…


Meniti Pekat Bersama Bayang

Meniti pekat dlm hembusan angin malam
senandung lirihpun meluruhkan rasa
saya, kamu… Mungkin tak lagi tergapai oleh waktu
namun penantian ini tetap tergapai oleh bayangan

Dan waktu tetap mencurah lewat detak jam
dan ananda begitu saja melewatinya
dan gue disini, sendiri, sepi…
cuma bisa membayangi rautmu lewat gemintang..

Malam kian menjurang
aku masih saja menekuni bayangmu
saya masih saja merangkulmu lewat bisikan malam
sanggupkah kau merasakannya?


Kesahku Bersama Malam

Jemari nan masbodoh ketikkan kata
pikirku haus, terang mana yg kan ku jumpai

Dalam gelap ini
dalam senyap yg tak terucap
kuhitung nasibku di peruntaian kata

Cercaan itu, sungguh kuingat
roda nasibku, berputarlah
dambaan rasa yg makin pudar

Ku terhina di kesunyian malam
melamun dlm kenistaan pikir
orang-orang itu memang tak pernah tahu
kepada malam yg kupersilahkan
penatku tak tertahan
mimpiku tak kunjung berteman

Ku goyah dlm permainan ini
ku merintih dlm kesakitan tak niscaya

Cintaku…
mengepul dlm nebula kepahitan
citaku, belum nampak & semakin tertelan

Selamat malam, dunia imajiner
terlelap dlm asa

Malam Seorang Pejalan Jauh

Malam yaitu daerah persinggahan
kepala dlm hati
pada simpang perjalanan waktu yg terburu
pemburu sunyi

Berartikah kamu-sekalian di sisiku
seberapa pula terang rindu yg kau ceritakan

Malam yaitu tempat kisah
kepala dlm renungan
di saat siang adalah buang-buang kata

Senyum itu memudar
kiasan yg memendar; semu belaka
tahukah engkau, sesakit apa hati?
: ihwal gelisah

Pada malam pertanyaan-pertanyaan
mengekal dlm kolom baka langit
tersimpan rapat untuk jejak kesekian
dan pagi yg membutakan

Malam yakni rupa asap beterbangan
dupa seorang pejalan jauh yg capek
menanti hujan makna dlm ladang jiwa yg gelisah



* PUISI OMAR KHAYYAM *


Musuh Iman

Aku minum anggur, dr kanan & kiri mengatakan:
“Minum tak Minum karena itu adalah menentang Iman.”
Karena Aku tahu anggur menentang Iman,
Demi Tuhan, biarkan gue minum — darah musuh sah bagiku.


Meditasi

Kendati ‘anggur’ dihentikan, ini menurut siapa yg meminumnya,
Seberapa banyak, pula dgn siapa mabuk.
Jika tiga syarat ini dipenuhi; bicara jujur —
Lalu, jika Sang Bijak tak minum ‘anggur’,
siapa yg harus?

Mereka yg menjajal mengasingkan diri dan
mereka yg menghabiskan malam dgn doa,
Tidak seorang pun berada di tanah kering, semua di maritim.
Seorang tersadar, & semua yg lain terlelap.

Aku tertidur, & Sang Bijak mengatakan padaku:
“Tidur, mawar kebahagiaan tak pernah berkembang.
Mengapa kau melakukan sesuatu yg dekat pada kematian?
Minumlah ‘anggur’, maka kau akan tidur panjang.”

Sahabat, kalau kau-sekalian tetap berada dlm suatu pertemuan
Engkau mesti banyak mengingat Sahabat.
Ketika kau-sekalian berhasil minum bersama,
Ketika giliranku tiba, ‘maka baliklah gelasnya’.
Mereka yg sudah pergi sebelum kita, Wahai Pembawa cangkir,
Tidur dlm debu harga diri.

Pergilah, minum ‘anggur’, & dengarkan dariku Kebenaran:
Apa yg mereka miliki hanya dikatakan dlm tangan kita,
Wahai Pembawa-cangkir


Dibawah Bumi

Engkau bukanlah emas, orang tak peduli:
Bahwa, sekali ditaruh di bumi, seseorang
Akan membawamu keluar lagi.


Manusia

Tahukah kamu-sekalian apakah manusia bumi itu, Khayyam
Sebuah lentera imajinasi, & berada di dlm lampu.


Jangan Bertangan Hampa

Ambillah beberapa saripati dr Sini menuju Sana —
Engkau tak akan beruntung kalau pergi dgn tangan hampa.


Rahasia

Rahasia mesti tersimpan dr semua makhluk:
Misteri mesti tersembunyi dr siapa pun ndeso
Lihat apa yg kau-sekalian lakukan pada insan
Sang Penglihat harus tersembunyi dr siapa pun.


Ummat Manusia

Lingkaran dunia ini seperti suatu cincin:
Tidak disangsikan lagi kalau kita semua
ialah Naqsy, Rancangan ketetapannya.


Benih

Dalam bilik kecil & beranda biara,
dalam biara Nasrani & gereja Yahudi:
Di sini orang takut akan Neraka & yang lain bermimpi wacana Surga.
Tetapi ia yg tahu belakang layar-belakang layar Tuhannya
Tidak menanam benih seperti ini dlm hatinya.


Catatan Tuhan

Kalam Loh Mahfuz mencatat…
Dan setelah mencatat…
Lagi mencatat…
Segala doa & ikhtiar…
Tidak mampu memadamkan catatan Ilahi…
Biarpun cuma sekerat baris……
Pun seberapa banyak air mata…
Sepatah pun tak akan terhakis…
Catatan Tuhan Yang Maha Menyayangi.


Inilah Aku

Masa kini & di masa depan orang akan datang & berkata, “Inilah saya!”
Hadiah emas atau perak ia berikan, sambil berkata, “Inilah aku!”
Namun tatkala suatu masa dlm hidupnya ia jatuh sakit
Maut memerangkap & berkata, “Inilah aku!”



* PUISI LESIK KATI ARA *


Tak Ada Lagi

Tak ada lagi yg ku cari disini
Kecuali merasakan sinar bulan
Yang dingin oleh rindu

Tak ada lagi yg ku cari disini
Kecuali mendengar rintih angin
Di air danau

Tak ada lagi yg ku cari disini
Kecuali memandang kuburan bau tanah
Tempat istirahat nenek moyangku

Tak ada lagi yg ku cari disini
Kecuali menyaksikan embun turun
Membasuh wajah rakyatku

Tak ada lagi yg ku cari disini
Kecuali merasakan gema doa
Dari orang yg menderita
Doa yg membumbung ke langit
Bersatu dgn awan
Bersatu dgn matahari
Lalu turun kebumi
Mendatangi rumahmu
Memberi salam padamu
Masuk kehatimu
Bicara tentang keadilan

Tak ada lagi yg ku cari disini
Tak ada lagi
Kecuali bekas masa kanak-kanak
Yang tertutup debu

Tak ada lagi yg ku cari disini
Kecuali melihat bayang sejarah
Perlahan tenggelam
Tak tertulis

Tak ada lagi yg ku cari disini
Tak ada lagi
Selain menyaksikan kasih Mu
Yang terus menyirami bumi

Lho’Seumawe – Takengon, Januari 1986


Sedekah

Tujuh puluh bencana
Mengarah pada kita
Bagaimana menolaknya

Tujuh puluh sakit
Mendera kita
Bagaimana menyembuhkannya

Tujuh puluh pencuri
Mengganyang harta kita
Bagaimana mencegahnya

Tujuh puluh amarah Tuhan
Membakar kita
Bagaimana menghindarkannya
Bahkan aben nadi kita
Bagaimana memadamkannya

Hampir kita lupa
Untuk itu semua
Ada satu cara
Sedarhana & bersahaja
Mari kita berinfak
Sedekah menolak peristiwa
Menyembuhkan sakit
Mencegah pencuri
Menghapus amarah Tuhan

Sedekah mencipta
Keakraban handai taulan
Sedekah mencipta
Suasana sejuk antara kita
Ia embun pagi
Menetes ke hati

Jakarta, 1985


Seorang Tua Berjalan

Setiap hari ia berjalan
Dijalan itu juga
Setiap hari ia berjalan
Badan sedikit terbungkuk
Langkah satu-satu
Di jalan itu juga

Ada senja
Menyamarkan jalannya
Tapi ada bintang
Terbit menolongnya
Semua tak ia minta
Tapi turun begitu saja
Di jalan itu juga

Ada matahari terik
Meneteskan keringatnya
Tapi ada angin
Meniup tubuhnya
Datang begitu saja
Semua turun begitu saja
Di jalan itu juga

Setiap hari ia berlangsung
Di jalan itu juga
Dibawah langit itu juga
Pohon, dedaunan
Tiang listrik, aspal jalanan
Begitu ramah padanya
Kadang mirip menegurnya
Selamat pagi
Atau selamat sore
Atau selamat malam

Orang bau tanah itu
Melangkah & melangkah
Di jalan itu juga
Setiap langkah
Ia mengucap Allah

Jakarta, 1986


Sinar

Tuhan
Aku perlu matahari
Sinar yg kau hamparkan
Bagi umat semesta
Tapi gue perlu juga
Sinar mata kekasih
Sinar mata yg menggorek dosa
Dan mengubahnya
Dengan amal & iman

Lamprik, 9 Agustus 1986


Mencari Jejak

Malam itu
Aku
Seperti terlempar
Di kotamu

Aku memang tidak mempunyai apa-apa
Dan tak mencari siapa-siapa
Jendela & pintu
Telah tertutup untukku

Angin dgn leluasa
Merubuhkan tubuhku
Di emper-emper toko
Dan got jalanan

Tapi mimpiku mengalir
Bersama sunyi
Mencari jejakmu
Sampai dini hari

Penayung, 8 Agustus 1986


Bila Kelak

Wahai
Bila kelak
Kau berangkat
Memetik bunga
Dan menari
Sepanjang jalan raya
Lemparkan gue di pasir

Aku akan tinggal di pasir
Aku akan berumah dipasir
Aku akan tidur di pasir
Aku akan mengutip nyanyianmu di pasir
Aku akan meraba kasihmu di pasir

Di pasir
Rindu kita akan tetap mengalir

Jakarta, 1986


Banda Aceh

Yang masih ku ingat tentang dirimu
Adalah pahatan sejarah di kerikil
Dalam gesekan bisu
Yang kuraba dgn rindu

Ujung Bate, 8 Agustus 1986


Catatan Pada Daun

Kau mencatat pada daun
Sebuah pesan
Ketika langit sempat biru
Tanpa awan

Setelah kau pergi
Jauh

Kubaca pesanmu
Lalu kusimpan
Jauh

Dalam diriku
Kini pesan itu
Mengalir dlm darahku
Dan bila gue mati

Ia kusimpan di syair sunyi
Dengan Setia yg Marak
Biar perjalanan jauh masih
Dan badan terkulai lunglai
Namun kehendak jati dihati

Tetap marak pada tujuan
Kamboja di dlm taman
Menaungi jasad kejang & dingin
Tergeletak diam pada lahirnya
Pada batinnya meneruskan perjalanan
Sungguh teramat jauh ujung
Oleh ramai onak dipangkal jalan

Tapi relai sakit & senang
Di jalanan Ia tentukan
Langkah barulah mempunyai arti dilangkahkan
Dengan setia yg marak kepadaMu, Tuhan


Kening Bulan

Kening bulan
Bagai perak berkilau
Bersinar oleh cahaya akidah
Yang senantiasa melekat
Di sajadah

Kening bulan
Bagai perak berkilau
Mendekatlah
Kepada angin kembara
Yang nestapa
Yang mencari
Dan mengembara
Di belantara dunia

Mendekatlah
O kening bulan
Angin kembara
Ingin mengecupnya
Untuk melepas risaunya
Jakarta, 1986


* PUISI SANUSI PANE *


Candra

Badan yg kuning-muda selaku kencana,
Berdiri lurus di atas reta bercaya,
Dewa Candra keluar dr istananya
Termenung menuju Barat jauh di sana.
Panji berkibar di ajudan, tangan kiri
Memimpin kuda yg bernapaskan nyala;
Begitu dewa lewat cakrawala,
Menabur-naburkan perak ke bawah sini.
Bisikan malam bertiup seluruh bumi,
Sebagai lagu-merawan buluh perindu,
Gemetar-beralun rasa meninggikan sunyi.
Bumi bermimpi & ia mengeluh di dalam
Mimpinya, lantaran ingin bertambah rindu,
Karena rindu dipeluk sang Ratu Malam


Teratai
Kepada Ki Hajar Dewantoro

Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai;
Tersembunyi kembang indah permai, 
Tidak terlihat orang yg lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun berseri Laksmi mengarang;
Biarpun ia diabaikan orang, 
Seroja kembang gemilang mulia. 

Teruslah, O Teratai Bahagia
Berseri di kebun Indonesia,
Biar sedikit penjaga taman.
Biarpun kau-sekalian tak dilihat,
Biarpun kau-sekalian tak diminat, 
Engkau turut menjaga Zaman


Sajak

Di mana harga karangan sajak,
Bukanlah dlm maksud isinya,
Dalam bentuk, kata nan rancak
Dicari timbang dgn pilihnya.

Tanya pertama ke luar di hati,
Setelah sajak dibaca tamat,
Sehingga mana tersebut sakti,
Mengingat diri di dlm hikmat.

Rasa bujangga waktu menyusun,
Kata yg tiba berduyun-duyun
Dari dalam, bukan nan dicari
Harus kembali dlm pembaca,
Sebagai bayang di paras beling,
Harus bergoncang hati nurani.


Kembang Melati

Aku menyusun kembang melati
Di bawah bintang tengah malam,
Buat memperlihatkan betapa dalam
Cinta kasih memasuki hati.
Aku tidur menantikan pagi
Dan mimpi dlm bah’gia
Duduk bersanding dgn Dia
Di atas pelaminan dr pelangi
Aku bangun, tetapi mentari
Sudah tinggi di cakrawala
Dan pujaan sudah selesai
O Jiwa, yg menanti hari,
Sudah Hari tiba bernyala,
Engkau berimajinasi , termenung lalai.


Arjuna
Kepada R.P. Mr. Singgih 

Aku merasa tenaga baru
Memenuhi jiwa & tubuhku;
Hatiku rindu ke padang Kuru,
Tempat berjuang, perang senantiasa.
Aku merasa bagai Pamadi,
Setelah mendengar sabda Guru,
Narendra Krisyna, di Ksetra Kuru: 
Bernyala ke dewan dlm hati. 
Tidak ada yg mampu melintang
Pada jalan menuju maksudku:
Menang berjuang bagi Ratuku.
Mahkota nanti di balik bintang
Laksmi letakkan d’atas kepala,
Sedang bernyanyi segala yang kuasa.


Kesadaran

Pada kepalaku sudah direka,
Mahkota bunga kekal belaka,
Aku sudah jadi merdeka,
Sudah mendapat senang abadi.
Aku terbang kelangit bintang,
Dengan mata yg bercaya-caya,
Punah sudah apa melintang,
Apa yg dahulu mengikat saya.
Mari kekasih, jangan ragu
Mencari jalan; gue mendahului,
Adinda kini
Mari, kekasih, turut daku
Terbang kesana, dgn lewat,
Hati sendiri.


Taj Mahal
Kepada Andjasmara

Dalam Taj Mahal, ratu astana,
Putih & permai: pantun pualam
Termenung diam di tepi Janma
Di atas makam Arjumand Begam
Yang beradu di sisi Syah Jahan,
Pengasih, bernyanyi megah mulia
Dalam nalam tiada berpadam, 
Menerangkan cinta akan dunia. 
Di sana, dlm duka nestapa,
Aku merasa seorang peminta
Di depan gapura kasih cinta
Jiwa menjerit, dicakra murung 
Akh, Kekasihku, mengundang tuan. 
Hanya Jamna membalas undangan.


Tanah Bahagia

Bawa daku ke negara sana, kawasan bah’gia,
Ketanah yg subur, dipanasi kasih cinta.
Dilangiti biru yg suci, harapan cinta,
Dikelilingi pegunungan hening mulia.
Bawa daku kebenua termenung berangan,
Ke tanah tasik kesucian memerak silau,
Tersilang sungai kekuatan kilau kemilau,
Dibujuk angin membisikkan kenang-kenangan

Ingin jiwa pergi ke sana tak terkata:
Hatiku dibelah sengsara saban hari,
Keluh kesah tak berhenti sebentar jua.
O tanah bah’gia, bersinar emas permata,
Dalam sedih cita kau-sekalian mematahari,
Pabila gerang tiba waktu bersua?


Wijaya Kesuma

Di balik gunung, jauh di sana,
Terletak taman dewata raya,
Tempat tumbuh kesuma wijaya,
Bunga yg indah, penawar fana.
Hanya sedikit yg tahu jalan
Dari negeri hingga ke sana.
Lebih sedikit lagi orangnya,
Yang mampu meraih gerbang taman.
Turut suara seruling Krisyna,
Berbunyi merdu di dlm hutan,
Memanggil kau-sekalian dgn sih trisna.
Engkau diundang senantiasa
Mengikuti sidang orang pungutan:
Engkau menurut orang biasa.


Majapahit

Aku memandang tersenyum arah ke bawah:
Bandung mewajah di dlm kabut.
Jauh di sana berkhayal Gede-Pangrango,
Seperti pulau dlm lautan awan.
Langit kelabu,
Alam muram.
Dan ke dlm hatiku,
Masuk perlahan
Rindu dendam.
Jiwaku meratap bersama jiwa
Gembala yg bernyanyi dlm lembah.
Ratap melayang bersama bunyi
Kedalam kemuraman
Kehilangan.


* PUISI AJIP ROSIDI *


Wayang

Bayang-bayang yg digerakkan sang dalang
datang & hilang, hanya jejaknya tinggal terkenang


Ingat Aku dlm Do’amu

Ingat gue dlm do’amu: di depan makam Ibrahim
akan dikabulkan Yang Maha Rahim
Hidupku di dunia ini, di alam simpulan nanti
lindungi dgn rahmat, limpahi dgn kurnia Gusti

Ingat gue dlm do’amu: di depan makam Ibrahim
di dlm solatmu, dlm sadarmu, dlm mimpimu
Setiap tarikan nafasku, pun waktu menghembuskannya
jadilah berkah, semata limpahan rido Illahi

Ya Robbi!
Biarkan kasih-Mu mengalir baka
Ingat gue dlm do’a-Mu
Ingat gue dlm firman-Mu
Ingat gue dlm diam-Mu
Ingat saya
Ingat
Amin


Matahari

Kutembus mega yg putih, yg kelabu, yg hitam sekali
Di baliknya kucari yg terang : Sinar si matahari!


Sungai

Dari hulu hingga ke muara, berapa kali ganti nama?
Air yg mengalir sama juga, hanya saja bertukar warna


Sembahyang Malam

Alam semesta
Hening menggenang
Air mata yg deras mengalir
bersumber pada kalbu-Mu


Hidup

Jika hidup sudah kautetapkan hingga yg kecil mecil
Untuk apa suara hati terombang-ambing dlm sabil?


Jarak

Berapa jauh jarak terentang
antara kamu-sekalian dgn aku

Berapa jauh jarak terentang
antara kau-sekalian dgn urat leherku?

Tak pun sepatah kata
memisahkan kita


Didepan Lukisan Sadali

Dalam keindahan kutemukan keheningan
dan dlm keheningan kudapati kesalihan


Pertemuan Dua Orang Sufi

Ketika keduanya berpapasan, tak sepatah pun kata teguran
Hanya dua pasang mata yg tajam bersitatapan

Suhrawar di atas kuda : “Betapa dlm kulihat
Samudra segala hakikat!”

Dan Muhyiddin di atas keledai: “Betapa fana beliau
yang setia menjalani teladan Rasulnya.”

Ketika keduanya bertemu, tak pun kata-kata salam
Tapi keduanya telah sefaham dlm diam.


Hanya Dalam Puisi

Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy & Mayakowsky
Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah & gunung-gunung
Lalu sajak-sajak tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yg terbungkuk semenjak pagi
Melalui hari-hari keras & sunyi.

Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit & bumi
Adam terlempar dr surga
Lalu semakin kemari mencari Hawa.

Tidakkah sudah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak pula ditemuinya: Ragi hati
Yang tak ingin
Menyerah pada situasi?

Dalam lembah menataplah wajahmu yg sabar.
Dari lembah mengulurlah tanganmu yg gemetar.

Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dgn jari-jari besi sang Waktu
Menentukan tindakan Takdir: Menjulur
Ke ruang mimpi yg kuatur
sia-sia.

Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya terperinci & niscaya.

1968


Bayangan

Bayanganmu terekam pada permukaan piring, pada dinding
Pada langit, awan, ah, ke mana pun gue berpaling:
Dan di atas atap rumah angin pun bangkit berdesir
Menyampaikan bisikmu dlm dunia sarat bisik.

Masihkah dinihari Januari yg renyai
Suatu daerah bagi tanganku membelai?
Telah habis segala kata namun tak terucapkan
Rindu yg berbentuksuatu kebenaran.

Bayangan, ah, bayanganmu yg menagih selalu
Tidakkah semuanya sudah kusumpahkan demi Waktu?
Tahun-tahun pun akan sepi berlalu, kutahu
Karena dunia gundah ‘kan diam membisu.

1967



* PUISI BENI R. BUDIMAN *


Kasmaran
bareng Diwana Fikri Aghniya

Tiba-tiba saja kita seperti orang yg sedang
Belajar menjadi anak & ayah. Di mesjid itu
Keharuan seperti sungai gunung mencari lembah
Dan kita hanyutkan prospek sampai ke ujung sepi
Muara bagi setiap doa & ikan membuat komitmen

Kita pun bermetamorfosis puisi yg hidup di antara dua
Keabadian surga & neraka. Kita berkhayal sebagai
Keluarga Lukman yg kekal sepanjang zaman. Tenang
Bersama wajah-wajah malaikat yg putih. Dan Tuhan

Kita terus kasmaran sepanjang kumandang azan. Dan
Lupa pada bumi yg selalu menyanyikan lagu pilu
Juga pada rumah yg sarat desah & tumpukan
sampah

Kita terus berpelukan dlm irama Tuhan. Berlayar
Di antara pulau-pulau yg kemilau, mencari Lukman …

1996


Melankolia

Seperti barisan mahoni di tepi jalan
Tubuhku tegak sepanjang ceruk subuh
Dan bayang hitamku terkapar di aspal
Menekuri arah kendaraan & merkuri

Azan berkumandang mengajakku pulang
Tapi gema menciptakan banyak makna suara
Menggambar persimpangan bagi langkah
Dan cuaca memberikan mimpi indah juga

Derita. Aku ragu-ragu di antara bintang
Sisa. Dan suatu tabrakan keras sulit
Terhindarkan. Aku awut-awutan & luka
Hati belah dua dlm langit melankolia

1996


Fantasi Siang

Duduk di beranda tengah & langit memangku
Tungku api. Matahari seperti sedang aben
Poci & cangkir tembikar. Menjerang laut dan
Danau kopi. Fantasi kita pun menulis kisah api

Dan burung-burung segera kembara sebelum
Menjelma debu & bara rokok. Sekawanan ikan
Menjauh dr pantai sebelum menjadi buih D
aun-daun kuning saat itu juga. Gugur sebelum
Rontok tiba. Angkasa mengobarkan satu nyala

Seorang anak menangis sampai suaranya habis
Berdoa semoga cuaca secepatnya berubah warna
Tapi angin & hujan tak memberi jawaban
Selain buah kelapa yg jatuh di kepala. Pecah

1996


Epilog Kamar

Kamar ini menggenapkan kita selaku petapa
Yang merana. Hiruk-pikuk menggoda dr luar
Jendela. Menciptakan gema yg melingkar di
Kamar. Dan melipat diri selaku lagu sunyi

Siapakah kita di luar kamar ini? Sejumput rambut
Di atas daging & sepi merambat seperti batang
Markisa di sepanjang lorong hati. Lalu kita lunta
Dalam kelana tanpa peta. Dan verbal kehabisan kata

Di dlm & di luar kamar, karenanya kita tetap
Petapa yg kekal memuja dusta. Dan doa ini satu
Minta: “Tuhan beri kami waktu untuk terus dosa!”

1995


Karnaval

Dengan pakaian berwarna kita bergaya.
Beriring Dalam barisan angsa. Kita kembali sebagai anak
Pada karnaval hari-hari besar. Wajah bercahaya
Mulut sarat gula-gula. Hari-hari tinggal canda

Siapa punya air mata ? Di sini tak ada kata bernama
Duka. Mimpi & imaji mengalahkan luka
Derita ibarat bahasa karangan bunga. Kepedihan
Hanya milik pejuang di medan perang. Kesedihan
Melayang. Dunia dihiasi lampu & umbul-umbul

Pesta terus dirayakan. Karnaval masih berlangsung
Parade bergerak lamban. Penyair menentukan diam:
Siapa punya air mata? Siapa lebih senang tangisan?

1995


Solitaire

Kota larut dlm hujan. Cahaya-cahaya pun
Kabur terkubur. Pucuk-pucuk kelapa gemetar
Bambu-bambu kuning saling merapatkan pelukan
Menancapkan kuku-kukunya pada tanah dalam
Sampai gemerutuk sepi membentang sepanjang

Kawat listrik, menegang. Petir turun. Anakku
Menangis keras, memecah Iamunanku.leritnya
Meredakan hujan. Mengusir & mengusir bakal
Badai topan. Dan mencipta kembali Bandung
Sebagai danau mutiara yg menyala. Orang pun
Berenang & menyelam lagi di sana, berebut
Mimpi. Sedang gue berkembang menjadi badak yg berkubang
Sepi, menyusuri sungai & hutan; nyeri sendiri

1995


Kadipaten

Dua rel kereta membagi kota yg tak ingin
Mati. Lalu lalang orang sepanjang lorong
Pasar. Kendaraan yg tiba & pulang
Menghardik sepi, tetapi pula menjinjing nyeri

(Aku masih terkenang tatkala tanganmu, ayah
terbang pada kedua pipiku. “Aku ingin
bebas seperti unggas lepas,” pekikku)

Dua rel bergetar. Angin kumbang berpusar
Di atas trotoar. Aku pun terkapar di setiap
Kamar yg membakar. “Selamat tinggal, ayah
Sebab setiap kawasan ialah alamat. Tenanglah!”

1993-1995


Sepanjang Namamu

1
Belum lengkap kusebut namamu. Sedangkan
Fajar sudah lama mekar. Kabut pagi terus
Beringsut. Dan burung-burung bersiut-siut
Di antara reranting nangka milik tetangga
2
Mestinya sudah kupanggil namamu berkali-kali
Ketika matahari memperabukan separuh rambutku
Bayang-bayang tubuhku menciut lebih pendek
Dari aslinya. Lalu kucium mesra keningmu
3
Masih tak kuseru namamu. Tatkala para petani
Mulai menyirami bunga kol. Dan batang labu
Mengendorkan lilitannya di setiap pagar bambu
Tiang listrik berbayang-bayang lebih panjang
4
Tak kueja pula namamu. Padahal lembayung telah
Berkelebat di rerimbun markisa. Burung-burung
Bergegas pergi ke sarang di atas sunyi perigi
Dan matahari berkemas sembunyi ke balik bukit
5
Harusnya kukekalkan cinta sepanjang namamu
Sebelum kota sepi. Dan kita terbaring bareng
Mimpi. Tenggelam dlm temaram lampu. Hitam
Sepanjang malam. Lalu diam sepanjang namamu

1995


Di Pelabuhan Cirebon

“Mon beau navire O ma memoire
Avons-nous assez navigue”
(Guillame Apollinaire)

Di pelabuhan Cirebon, maritim & hatiku beradu
Gemuruh, Kapal-kapal berlayar & berlabuh
Dan gue diam berjaga menanti senja yg entah:
O hidup, pelayaran sebentar, sebentar saja hingga!

Dalam penantian, gue jadi teringat dirimu, adikku
Kapal-kapal yg berlayar & berlabuh, menjadi milik kita
Terbuat dr sobekan kertas buku-buku pelajaran sepulang
Sekolah. Dan kitapun melaju di parit & selokan
Dengan senyuman. Dan kita senantiasa lupa pada ibu
Yang suka murka, bila menilik buku yg kita punyai

Di pelabuhan Cirebon, adikku sayang
Aku mengenangmu sambil menanti senja
Senja kematian yg menawan & mengasyikkan

1993


Camping

Di bawah gunung kesepian bergulung & memuncak
Dan pada hamparan daratan kuabadikan kecemasan
Tebing watu cadas & pinus-pinus yg mendengus
Angin mengirim cuaca sembab. Hujan, tertahan awan

Dan dlm suasana temaram pohon karet berbaris
Sujud dlm sakit yg sama. Memberat ke arah
Barat. Burung-burung pun tiba & pergi dalam
Irama yg niscaya. Udara seakan sendu membatu

Dan hidup mirip kumpulan tenda yg dibangun
Dan diruntuhkan. Dan kematian berkibar pada tiang
Bendera di suatu perkemahan. Nyanyian yg rindu
Dilantunkan petualang di antara lereng & jurang

1996



* PUISI WING KARJO *

Yang Jauh

Seolah hidup mesti hidup
kau yg jauh, makin jauh
saja, seakan hanya bayang-
bayang di bawah pohon teduh

Kau hilang dr pemandangan
tetapi pula tak mati mirip mimpi.
Adakah yg kautunggu senantiasa
walaupun hari-hari terus berlalu?

Mungkin petang & bayang-
bayang musim panas makin
panjang, makin cemas

daun-daun menguning mendekati
trend gugur. Hari makin pendek
saja. Nanti, nantikanlah!


Karuhun

1.
Rumput. Ombakkah yang
di laut. Hiu, ikan cucut, kau
lupa siapa cucumu. Di hulu sungai
rino. Salak srigala di belantara kota.

Kamarku di sana, beratap pengap,
berdinding beling, langit-langit undian,
tujuhpuluhlima juta. Mari bergadang,
main kartu, minum arak, makan sajak,
bicara mahasiswi, jingkrak
jingkrak, berteriak! Kaset sakit kepala
merintihkan daging. Hiburan murahan.

Sedang dulu karuhun
nayuban sampai pagi, minum sopi
merangkul penari, hidup dlm gamelan mimpi.

2.
Itu zaman penjajahan
Kami jauh lebih cukup umur, begitu
sederhana dlm alam merdeka. Antara
gubuk-gubuk & rumah mewah, barang berlimpah.

Sarapan menganga: kopisusu, rotibakar dan
matasapi. Airjeruk extra . Ayam apa pula
bertelur tanpa berkelamin makan vitamin dalam
bumbung janin? Cinta membutuhkan dapur, kawasan tidur.

Rumput. Ombakkah yang
di bahari. Hiu, ikan cucut, kau lupa
siapa cucumu.Dulu kau menerka senang.

Kami, dr hari
ke hari memupuk diri
dengan sumbangan mimpi.


Tafakur

7-7-7 itu saja tiap malam yg kuharapkan turun 7-7-7
itu saja doaku pada tuhan. Gambar-gambar berputar,
kafe-bar-kafetaria tidak ingin keluar. Bintang- bintang pula tak
mau herhenti beredar dlm garis horisontal/diagonal.

Kupanggili nenek-moyang dr istirahatnya yang
tenang biar menolongku menang kafe-kafetaria-bar
hati berdebar-debar. Walau bintang-bintang
berjatuhan & 7-7-7 berbaris beraturan,
besok babak, baru berulang lagi di sini. Doa-doaku
kembali masuk putaran neraka. Panas nafsu
menang. Dingin takut kalah, berulang-ulang.

7-7-7 itu saja tafakurku 7-7-7
tiap malam sarat bintang
malang-melintang.


Sumber

Selalu kureguk sinar matamu,
kepercayaan menghargai hari
Tak sangka helai demi
helai daun turun
mengubur tubuhmu dengan
kelam. Begitulah matahari
terbaring, mengkremasi
rumput kuning.

Langit bernafas sunyi,
meniupkan lagu
kering. Kala
bel berdering, kukira kau
pulang, kubuka pintu,
angin melengos bisu.


Catatan

1.
Mencatat dgn alat-alat rongsokan, itulah
hidupku. Aku mesti mulai lagi. Ibu, dari
mana? Dari bayi yg mau dilarikan
perempuan Belanda tetangga itu?
Kau cemas hingga mesti pindah kota
hingga jadinya gue lari dr kota yang
satu ke kota yg lain. Ibu, siapakah
aku? Aku lahir dr rahimmu. Itu
niscaya. Lantas sekolah, kemudian bekerja.

Dan mestinya gue guru yg buruk.
Ilmu apa yg kuajarkan?
Kebaikan? Kemanusiaan?
Alat perdagangan?
Alat berafiliasi?

2.
Mestinya gue puas dgn mengajar bahasa.
Tapi tidak. Aku berguru lagi bicara, juga
dengan a, b, c, yg artinya tak pasti.

Aku tak mau mengajarkan
bahwa kursi itu cuma bangku, tetapi misalnya
kedudukan, kekuasaan. Pengetahuanku
jadinya tak lain dr bayangan
realita sehari-hari.

Apakah yg penting? Hidup? Juga
mungkin bukan, sehab itu fana
kata orang Jawa. Uang?
Juga tentunya bukan, alasannya itu juga
cuma alat. Dan kita semua maklum
kecuali kalau kita ( … )


Dan Kau Pun

Dan kau pun mengajukan pertanyaan
adakah yg indah
dari hidupku?
Tentu,
tentu, namun sudah tenggelam
dalam waktu. Lantas kau
pun mengajukan pertanyaan: Adakah
yang bagus dr diriku?
Tentu, tentu tapi masih
tersembunyi, dalam
mimpi
hingga kau tetap saja
sendiri, asing dari
jatidiri yg sejati.


Hutan

Dengung sunyi
terbit dgn pagi
mengisi langit
pahit.

Di dasar hutan
kerangka bulan
hitam.

Gaung lengang
merayap dgn slang
memperabukan padang
gersang.

Di dasar malam
kerangka perahu
karam.


Sajak dlm Angin

Beri gue mimpi
bagai seribu lilin,
tak putus-putus nyala
dalam malam-malam masbodoh

hingga kelam
tak ingin lagi berbenah
di kamarku, ruang yang
tak kenal istirah, Maka kami

pun tak habis nyalang,
membuka mata menyanyikan
lagu-lagu riang perihal beribu-ribu

ingatan
wacana rindu yang
tak kenal bayang-bayang


Potret Senja

Setelah segala mimpi tertidur
Apakah lagi bisa kuulur
Selain tangan lembut tak garang
Menjamah tubuhmu
Hidup dlm hidup
Teratur
Tetapi makin tertutup
Dan kabur
Sehabis segala mimpi tertidur
Apa lagi bisa kuulur
Kecuali umur
Memanjang
Kaprikornus bayang-bayang
Remang …


L’espoir

Perang bagi yg menang
Memukul genderang
Usungan keranda
Bagai upacara mulia
Perang bagi yg lumpuh
Mendendam musuh
Berkarat mayit
Dengan kutuk hianat
Yang menghantam dgn jiwa utuh
Bersenjata ampuh,
Yang ringkih
Dikoyak-koyak, rubuh!
Perang bagi yg menang …
Memukul genderang