8 Acuan Cerita Pengalaman Yang Mengesankan (Teks Pengalaman)

Contoh Cerita Pengalaman 1

Watashiwa wa …

Aku antusiassekali ikut kursus bahasa Jepang di Surabaya sebab di samping kesengsem dengan aksara-hurufnya, kudengar tempat kursus yang kutuju juga mempunyai sensei (guru) orang Jepang. Hari itu kami masuk kelas dengan gembira. Pada ketika awal kami diberitahu oleh petugas manajemen bahwa di kelas kami ada dua nama yang sama, yaitu: Joko Bagus. Oleh alasannya itu, petugas kemudian menambahkan inisial A dan B pada simpulan kedua nama itu.
Pelajaran pertama diisi oleh sensei dari Jepang. Dia mengajak kami untuk saling memperkenalkan diri dengan menunjukkan teladan. Pertama, beliau mencontohkan dengan memperkenalkan diri sendiri. Setelah itu, dia melihat daftar presensi dan mulai membaca nama yang ada untuk teladan. Dia katakan: “Watashi wa Larasati des, dozoo yoroshiku”. Kami mengangguk-angguk tanda memahami. Setelah itu dia membaca presensi lagi dan mengatakan, “Watashi wa, Joko Bagus Be des…” (baca: watashi wa joko manis bedes) hingga di situ sontak kami tertawa riuh bahkan ada yang tertawa terpingkal-pingkal. Joko Bagus pun menggerutu dan bergumam dengan bahasa Suroboyo-an: “Aduuuh…mosok, cantik-anggun ngene dikira bedes, Rek” (‘Masak, cakep-cakep begini dikira monyet.’), Tawa kami pun semakin meledak dan sensei kami akhirnya ikut tersenyum-senyum walaupun parasnya terlihat gundah.
(KL, Ajisai, Vol.1, No.1, Oktober 2002 dalam Kisyani, 2004).

Contoh Teks Cerita Pengalaman 2

Perjuangan Menjadi Finalis Pildacil

Teman, namaku Trismunandar, kelas 5 Sekolah Dasar. Aku ditunjuk oleh pihak sekolah untuk mengikuti Pildalcil, yakni penyeleksian dai cilik ke-3 di Lativi. Audisi di Yogyakarta dilaksanakan Januari kemudian. Saat itu saya memilih tema perihal adab insan. Aku grogi banget sampai lupa dan mengulang dua kali. Sebulan lalu saya diundang kepala sekolah untuk mengikuti tamat Pildacil di Jakarta.
Teman, aku menangis sedih, alasannya saya buta dan membuatku tidak percaya diri. Rasa rendah diri terus menghantuiku. Aku takut, di Jakarta nanti tak memiliki teman. Tapi, guru, temanteman dan keluargaku terus memompa semangatku.
Didampingi ibu, aku berangkat ke Jakarta. Di tempat karantina aku merasa tidak kerasan dan meminta Ibu untuk mengajakku pulang saja ke rumah. Namun Ibuku dengan sabar terus menasihatiku.
Teman, ternyata dugaanku selama ini salah, keenam belas finalis lain senantiasa menghibur dan berkawan dekat denganku. Mereka tidak menatap sebelah mata terhadap keadaanku yang buta. Aku makin kerasan dan tumbuh rasa percaya diriku. Aku juga kian berani tampil di depan lensa kamera alasannya adalah dibimbing kakak-abang pembina. Setiap hari agenda kegiatanku sudah ditentukan, seperti membaca materi, hapalan, kegiatan sosial, dan juga jalan-jalan lho!
Sebenarnya saya tidak memiliki pengalaman berceramah, paling-paling cuma menjadi pewara atau MC di sekolah. Pengalamanku menjadi anggota Junior Yaketonis Band selaku pemegang keyboard dan sering dipanggil tampil di berbagai acara dan sekaligus memenangkan beberapa kejuaraan di Yogyakarta gampang-mudahan mampu memperbesar rasa percaya diriku dan doakan ya mudah-mudahan dapat mengantarku menjadi juara.
Aku menyesal sudah meratapi keadaanku. Mudah-mudahan Allah mengampuni segala kekhilafanku ini. Amin.
(Dikutip dengan beberapa pergeseran dari Mentari, Edisi 320 tahun XXIV 2006)

  Mereka terkejut melihat harimau sangat lincah melepaskan Pak Balam dari cengkeramannya

Contoh Cerita Pengalaman 3

Pelajaran Nenek Penjual Sapu

Seorang sobat menceritakan kekagumannya pada seorang nenek yang mangkal di depan Pasar Godean, Sleman, Yogyakarta. Ketika itu hari Minggu, dikala dia dan keluarganya hendak pulang usai silaturahmi bareng saudara, mereka melawati pasar Godean. Ibu dari teman saya tergoda memebeli ayam goreng di depan pasar untuk sajian makan malam. Kebetulan hari mulai gelap.
Di samping warung ayam goreng tersebut ada seorang nenek berpakaian lusuh bak pengemis, duduk bersimpuh tanpa alas, sambil merangkul tiga ikat sapu ijuk. Keadaannya terlihat payah, lemah, dan tak berdaya. Setelah membayar ayam goreng, ibu sobat aku bermaksud memberi Rp1.000,00 alasannya iba dan menilai nenek itu pengemis. Saat menyodorkan lembaran duit tadi, tidak diduga si nenek malah menunduk kecewa dan menggeleng pelan. Sekali lagi diberi uang, sekali lagi nenek itu menolak.
Penjual ayam goreng kebetulan menyaksikan kejadian itu kemudian menerangkan bahwa nenek itu bukanlah pengemis, melainkan penjual sapu ijuk. Paham akan maksud keberadaan sang nenek yang sesungguhnya, ibu sahabat aku hasilnya memutuskan membeli tiga sapunya yang berguna Rp 1.500,00 per ikat, meskipun ijuknya jarang-jarang dan tidak bagus, ikatannya pun longgar.
Setelah menerima uang Rp5000,00 si nenek terlihat ngedumel sendiri. Ternyata tidak punya kembalian. “Ambil saja uang kembaliannya,” kata ibu dari sobat aku. Namun, si nenek ngotot untuk mencari duit kemablian Rp500,00. Dia lalu bangkit dan dengan susah payah menukar duit di warung terdekat.
Ibu sahabat aku terpaku menyaksikan polah sang nenek. Sesampainya di mobil, beliau masih terus berpikir, bagaimana mugnkin di zaman kini masih ada yang begitu jujur, mandir, dan memiliki harga diri yang begitu tinggi.
(Sumber: Intisari, Agustus 2004)

Contoh Teks Cerita Pengalaman 4

Masangin

Pada piknik kemudian, saya pergi ke Yogyakarta. Suatu sore, aku pergi ke AlunAlun Kidul yang berada di selatan keraton Yogyakarta. Di sana ada permainan yang terkenal. Masangin, namanya. Dalam permainan itu, kita harus masuk di antara dua pohon beringin. Banyak orang yang mencoba permainan tersebut. Akan tetapi, tidak siapa saja mampu melakukannya. Hal ini alasannya dikala melalui dua pohon tersebut, mata kita harus ditutup kain. Kita mampu menyewa kain itu seharga Rp3.000,00.
Berkali-kali aku mencoba, namun aku gagal. Esoknya aku kembali lagi dan mencobanya lagi. Mamaku juga mencoba lagi, namun gagal. Akhirnya, saya berhasil, tetapi dikala melewati dua pohon tersebut kakiku tersandung akar pohon beringin. Aduh…, sakitnya kakiku!
Pengalaman : Khilda Azka Krisnani
Sumber : tabloid anak Yunior, edisi 25 Tahun Ke-8, 5 Agustus 2007

  Kartawi menelan ludah, ia merasa ada gelombang pasang naik

Contoh Cerita Pengalaman 5

Salah Sepatu

Kemarin saya disuruh ibu mencuci sepatu. Aku mencuci sepatu ayah, ibu, adik, dan sepatuku juga. Kebetulan sepatuku dan sepatu adikku sama versi dan warnanya, hanya ukurannya yang berbeda sedikit.
Keesokan harinya, saya berdiri agak kesiangan. Segera aku mandi, sarapan, dan berangkat ke sekolah. Sesampai di sekolah, saya merasa sepatu yang aku pakai agak sesak. Aku gres menyadarinya saat pulang sekolah.
Waktu itu adikku bercerita jikalau dia menggunakan sepatu kebesaran. Oh, ternyata sepatu kami tertukar.
Pengalaman : Rida Wahyu Utami
Sumber : Bobo, Tahun XXXIV, 5 Oktober 2006

Contoh Teks Cerita Pengalaman 6

Perjalanan Penuh Lumpur

Saat piknik sekolah aku diajak ayah berlibur ke Malang, Jawa Timur. Saya memperoleh kesempatan ini sesudah berjuang membanting tulang.
Saya harus berjuang masuk SMP favorit di kotaku barulah ayah mengajakku berlibur ke Malang.
Perjuanganku tidak sia-sia sebab SMP favorit ada di tanganku. Akhirnya, ayah mengeluarkan uang niat yang
diucapkannya. Pucuk disayang ulam datang. Malang, saya datang! Wah, bukan main bahagia hatiku!
Perjalanan yang kami tempuh begitu melelahkan, namun aku tetap bergairah. Mobil meraung-raung kecapaian alasannya telah berjalan jauh. Ayah memutuskan untuk singgah di restoran dan beristirahat. Setelah beristirahat, perjalanan dilanjutkan. Namun, perjalanan macet saat melalui jalan tol di Sidoarjo. Tidak aku duga dan tidak saya sangka, saya melihat lautan lumpur
menenggelamkan pabrik, sawah, dan rumah penduduk.
Saya murung melihat peristiwa itu. Lumpur itu merusak lingkungan sekitar. Saya melihat para penduduk sedang bekerja keras untuk mengumpulkan sisa barang dari dalam rumah mereka. Mereka kehilangan harta benda dan pekerjaan. Saya juga menyaksikan tenda-tenda diresmikan di pinggir jalan. Kasihan sekali mereka. Bahkan, aku mendengar suara jeritan belum dewasa yang melengking karena kelaparan dan kesakitan.

Contoh Cerita Pengalaman 7

Memompa Gajah Masuk Angin

Selama bergaul dengan satwa raksasa ini, saya mendapat banyak pengalaman unik dan menarik. Saya melakukan pekerjaan di Pusat Latihan Gajah (PLG) di Aceh sebagai tenaga pelatih gajah dan manajemen kamp selama dua tahun.
Pagi hari saya umumnya pribadi menuju ke tempat gajah-gajah diikat. Saya membersihkan kawasan ikatan dari kotorannya yang sebesar bola boling. Setelah higienis, mereka diberi air minum bak atau eksklusif digiring ke sungai sekaligus dimandikan.
Gajah sangat suka air. Mau tidak mau, kami harus berbasah-basah ria tersembur air dari belalai gajah yang sedang bermain air.
Saya bahkan lazimmembaca buku di atas punggung gajah yang sedang berlangsung.
Biasanya, aku menenteng jaring dan buku identifikasi kupu-kupu. Makara, sambil menggembala gajah, hobi aku pun tersalur. Hobi saya yakni menjala kupu-kupu dalam perjalanan pulang. Usai tugas berkala pagi hari, saya akan disibukkan dengan tugas di depan komputer sampai sore hari. Praktis setelah itu saya tidak bertemu gajah lagi.
Saat Masuk Angin
Di balik tubuhnya yang raksasa, gajah menyimpan kekurangan. Salah satu penyakit yang tidak dapat ditanganinya yakni “masuk angin”. Apalagi, bagi gajah, penyakit itu dapat mematikan.
Apabila telah terlanjur masuk angin, gajah mesti cepat diobati. Cara tolok ukur yang dijalankan sederhana, adalah mengeluarkan anginnya. Bagaimana caranya? Gajah mustahil dikeroki seperti kita, karena gajah memiliki kulit yang sungguh tebal. Lagi pula, mana ada koin raksasa untuk menggaruk kulitnya.
Angin yang terperangkap dalam perutnya mesti dikeluarkan dengan dukungan pawang atau instruktur gajah. Caranya, dengan memasukkan tangan ke dalam “kutub utara” gajah yang sakit, kemudian digerakkan keluar masuk mirip orang memompa hingga gajahnya kentut. Apabila angin telah keluar, gajah dianggap sehat.
Penyakit lain yang tidak kalah gawat yaitu kehilangan cairan tubuh atau kelemahan cairan tubuh. Kondisi ini lazim diderita anak-anak gajah.
Apabila telah demikian gawatnya, hanya ada satu cara yang mampu ditempuh, yaitu diinfus.
Lagi-lagi, kulit gajah yang tebal menyusahkan dokter binatang mendapatkan pembuluh darahnya. Denyut nadinya pun hampir tidak terdeteksi. Karena susah meraba pembuluh darahnya, dokter umumnya secara untunguntungan menancapkan jarum infus. Dokter menyuntikkan jarum infus di sekitar tempat
yang diperkirakan ada pembuluh darahnya.
Usaha itu belum pasti sukses. Terbukti, selama aku berada di PLG, tidak satu pun anak gajah terselamatkan.
Pernah, semalaman saya bareng dokter binatang harus menunggu seekor anak gajah yang sedang diinfus. Gajah itu mengalami kehilangan cairan tubuh. Setiap kali kulitnya membengkak, jarum infus cepat-cepat dicabut untuk dipindahkan ke bagian badan lain. Puluhan kali jarum infus mesti digeser-geser. Apabila kulit gajah mulai membesar, berarti sudah terlalu banyak cairan infus yang menumpuk
di bawah kulitnya. Itu dikarenakan cairan infus tak inginmengalir ke peredaran darahnya. Apa daya, gajah muda itu pun tidak tertolong jiwanya.
(Sumber: Intisari, Maret 2003, dengan pengubahan seperlunya)

  Jenis Cerita Berdasarkan Jumlah Pendengar

Contoh Cerita Pengalaman 8

Ke Yogya yaitu tujuan pertamaku ketika naik pesawat.
Senang sekali rasanya! Aku bisa menyaksikan awan-awan yang bentuknya lucu-lucu. Aku jadi ingin memegangnya. Aku tahu dari ibu, awan itu kan cuma kumpulan uap air. Lautan yang luas pun dapat kulihat dari atas sana. Indah sekali!
Kebetulan waktu itu saya duduk erat jendela.
Tujuan keduaku naik pesawat ialah ke Bali. Pemandangan dari atas itu senantiasa tampakindah bagiku. Kalau pesawat telah melayang di udara dengan hening, saya paling bahagia jalan-jalan di lorong pesawat dan “ngemil”.
Telingaku pernah sakit ketika pesawat akan naik ke udara.
Lalu,eyang menyuruh saya untuk mempesona nafas dalamdalam. Benar lho, sakitnya hilang. Aku paling tidak senang kalau pesawat yang kutumpangi masuk ke awan. Pesawat jadi bergoyang-goyang. Aku kan jadi mabuk udara. Pernah juga hingga muntah.Cuma satu kali, kok!
Saat pramugari memeragakan cara evakuasi diri, saya bahagia memperhatikannya. Itu penting dan berguna di dikala darurat. Aku juga senantiasa membaca brosur yang isinya tentang cara-cara evakuasi diri yang diletakkan di kantong belakang bangku setiap penumpang.
(Adinda Paramaputri (Depok) – Orbit, No. 03 Tahun IX)