Salah satu peran seorang muslim tatkala melihat saudaranya yg telah meninggal yakni mengantarkan jenazahnya sampai ke liang lahat sesudah sebelumnya mayit disholatkan. Lalu bagaimana metode atau budpekerti-budbahasa dlm mengantarkan mayat?
Sebelum mengenali hal tersebut, kita simak lebih dulu hadits Rasulullah SAW tentang mengirimkan mayit ini.
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Siapa yg mengantarkan mayit seorang muslim dgn keyakinan & ihtisab sampai menyalatkannya & selesai penguburannya, bahwasanya ia akan kembali dgn menenteng 2 qirath. Masing-masing qirath seperti gunung Uhud. Siapa yg menyalatinya saja kemudian pulang sebelum dikuburkan, bahwasanya ia pulang menenteng 1 qirath”.
1. Jangan biarkan ibrah terbang
Bagi yg mengirimkan mayat sebaiknya mampu memetik ibrah atau pelajaran dr pengalamannya mengirim jenazah bahkan mengangkat tandu jenazah. Anggap saja replika atau bahkan simulasi bahwa sang pengantar suatu ketika akan menjadi si yg diantar (baca: mayat). Ini sebuah alarm kematian, ambil ibrah segera.
Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa Nabi SAW bersabda,”Jenguklah orang sakit & iringilah mayat, dgn demikian kalian akan mengenang alam baka.”
2. Jangan bercanda
Bercanda memang sesuatu yg sangat menggembirakan, apalagi dgn orang yg menyenangkan pula. Akan tetapi hal tersebut hendaknya tak dijalankan tatkala mengantar jenazah. Ini bukan pada tempat yg tepat untuk bercanda apalagi bicara ngalor ngidul di luar konteks. Obrolan yg hanya berorientasi dunia atau bercanda itu merupakan etika yg buruk. Tentu saja menjauhkan diri untuk tafakkur & mengambil pelajaran perihal akhir hayat.
3. Jangan mengeraskan bunyi
Tak ada larangan mengatakan, hanya saja yg perlu & penting saja. Selain itu jangan biarkan dialog lebih keras ketimbang zikir.
Diriwayatkan dr Abdullah bin Umar ra. bahwa saat beliau berjalan mengiringi jenazah, dia mendengar seseorang bersuara keras, “Mintakan ampunan untuk mayit ini, gampang-mudahan Allah SWT mengampunimu.” Maka Ibnu Umar ra. berkata,”Allah tak mengampunimu, munkar bila mengeraskan suara & bertentang dr apa yg seharusnya dikerjakan dlm situasi ini, sebaiknya bertadabbur & tafakkur & mengambil pelajaran dr maut”.
4. Jangan pusingkan kendaraan menuju pemakaman
Bisa naik kendaraan apapun. Jika seseorang sudah lansia (lanjut usia atau tidak punya tenaga sarat untuk berjalan kaki, atau jikalau jarak pemakaman jauh, diperbolehkan untuk berkendaraan. Jika sebagian ada yg jalan kaki & sebagian berkendaraan, sebaiknya kendaraan posisinya di belakang barisan. Sementara yg memilih jalan kaki bisa di depan, di belakang & bisa di samping kiri atau kanan mayat.
Dari Tsauban ra. Berkata, Rasulullah SAW dibawakan tunggangan saat mengantarkan mayat. Akan tetapi ia menolak untuk menaikinya. Sehingga dia ditanya sebabnya & menjawab, “Sesungguhnya para malaikat berlangsung kaki & gue tak ingin naik tunggangan sementara mereka berjalan kaki.” Saat para malaikat itu sudah pergi, maka ia pun naik kendaraan.
Bahwa Rasulullah SAW keluar mengiringi jenazah Abi Dahdah ra. dgn berjalan kaki, lalu pulangnya dgn berkendaraan.
5. Jangan terburu-buru, tapi bersegera
Terburu-buru berlainan dgn bersegera. Jika jenazah dikenali orang yg sholeh, maka saat diusung mayatnya, ia akan ‘minta’ disegerakan. Dari sinilah ada kebiasaan untuk mengusung jenazah dgn secepatnya. Sebuah hadits yg diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim disebutkan:
Dari Abi Said Al-Khudhri ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Bila mayit diangkat & orang-orang mengusungnya di atas pundak, maka bila mayat itu baik, ia berkata, “Percepatlah perjalananku.” Sebaliknya, bila jenazah itu tak baik, ia akan berkata,”Celaka!, mau dibawa ke mana saya?” Semua makhluk mendengar suaranya kecuali insan. Bila insan mendengarnya, niscaya pingsan.” (HR. Bukhari & Muslim)
Sementara itu, bila mengusung jenazah dgn terburu-buru hingga mengundang marabahaya bagi yg lain, tentu harus dihindari.
Wallahua’ lam. Semoga kita banyak mengambil pelajaran dr pengantaran mayit. [Paramuda/Wargamasyarakat]