Lantas, siapa sih pahlawan itu?
Siapapun yg mempunyai ciri & sifat diatas, layak disebut sebagai pahlawan. Tak peduli itu tukang becak, tukang sapu jalanan, relawan pengatur lalu lintas, guru, bahkan orang renta kita sendiri. Pahlawan bukanlah melulu seperti yg media banyak gambarkan mirip Spiderman, Superman atau tokoh superhero yang lain. Nyatanya banyak pahlawan disekitar kita yg tulus berjuang menegakkan kebenaran.
Lalu, bisakah kita menjadi sosok pahlawan?
Sangat mampu. Kita yakni pemuda bangsa yg punya banyak sekali potensi. Kita pula perjaka yg peduli dgn kebenaran. Jika kita lantang dlm menyuarakan kebenaran-kebenaran yg tertindas maka kita mampu menjadi seorang PAHLAWAN.
So, marilah kita pupuk keberanian kita, keikhlasan kita, untuk berjuang membela kebenaran.
Berikut 5 contoh puisi tentang kepahlawanan yg mampu Sobat simak.
Kami semua sudah menatapmu
Telah pergi duka yg agung
Dalam kepedihan beberapa tahun.
Sebuah sungai menghalangi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara keleluasaan & penindasan
Berlapis senjata & sangkur baja
Akan mundurkah kita kini
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal usaha’
Berikrar setia pada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pramusaji ?.
Spanduk kumuhitu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah hingga kemana-mana
Melalui kendaraan yg melintas
Abang-kakak beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
Siapakah ia pahlawan perempuan?
Yang senantiasa dikenang tanggal 21 April
Raden Ajeng Kartini
Mengapa kau-sekalian tak dikenang setiap hari
Engkau rela bekorban
Demi para wanita Indonesia
Mendidik para perempuan
Dengan penuh kesabaran & keikhlasan
Raden Ajeng Kartini
Mungkin ibuku mirip ini karena jasamu
Engkau jadi teladan para wanita Indonesia
Terima kasih Pahlawanku
Habis gelap terbitlah terang
Habis sedih menjadi senang
Habis sukar menjadi gampang
Habis membela menjadi gugur
Terimalah terima kasihku
Lewat bait bait puisiku
Kau mengabdi pada negeri
Mendidik anak negeri
Untuk menjadi orang yg berbakti
Mengajar penerus bangsa Indonesia.
Kau Guruku
Yang setia mengajarku
Aku yg buta akan ilmu
Aku yg tak tahu apa arti dunia
Tetapi kehadiranmu
Membuatku tahu apa itu dunia?
Kau guruku
Orang renta ke duaku
Mengajarku tentang hal baru
Yang belum pernah ku tahu
Jika orang mengajukan pertanyaan siapa yg membuatku
Mengetahui banyak hal?
Gurulah yg ku sebut
Dalam do’aku pada yang kuasa
Aku senantiasa menyebut jasamu
Yang tak terhingga
Dalam pintaku pada yang kuasa
Aku senantiasa meminta semoga kau
Senantiasa di jaga dlm dekapannya
Kau Guruku
Pahlawan pendidikanku
Pahlawan pengetahuanku
Pahlawan penerang hidupku
Apa yg harus ku balas
Atas jasamu?
Hanya tuhan yg mampu membalas jasamu
Dan surgalah daerah yg pantas untukmu
Guru …
Pahlawan tanpa pamrih
Mengajari kita
Membimbing kita
Dalam kesederhanaannya
Kau pelita dlm kegelapan
Mendorongku
Menjadi cerdik
Memberiku ilmu
Ilmu yg bermanfaat
Berharap …
Ku jadi anak berhasil
Apa yg mampu ku kerjakan?
Dengan semua jasa & kasih sayangnya
Hanya dapat berterima kasih dr bibir ini
Hanya mampu mengharap,
Tuhan memberinya kebahagiaan
Terima Kasih, Guru
Kini ku sukses
Tapi, tak dapat kubalas semua jasamu
Yang besar
Yang tak terkira
Kau selalu jadi pahlawan
Bagi generasi masa depan
Pada tapal terakhir hingga ke Jogja
bimbang sudah tiba pada nyala
langit telah tergantung suram
kata-kata berantukan pada arti sendiri.
Bimbang sudah datang pada nyala
dan cinta tanah air akan berupa
peluru dlm darah
serta nilai yg bertebaran sepanjang masa
mengajukan pertanyaan akan kesudahan ujian
mati atau tiada mati-matinya
O Jendral, bapa, bapa,
tiadakan kau-sekalian hendak berkata untuk kesekian kali
ataukah suatu kehilangan dogma
cuma kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna
dan nanti goresan pena yg telah diperbuat sementara
akan hilang ditup angin, sebab
ia berdiam di pasir kering
O Jenderal, kami yg kini akan mati
tiada lagi dapat menyaksikan kelabu
bahari renangan Indonesia.
O Jendral, kami yg kini akan jadi
tanah, pasir, watu & air
kami cinta pada bumi ini
Ah kenapa pada hari-hari kini, matahari
sangsi akan rupanya, & tiada niscaya pada cahaya
yang akan dikirim ke bumi.
Jendral, mari Jendral
mari jalan di muka
mari kita hilangkan sengketa ucapan
dan dendam hasratpada cacat-iktikad,
engkau bersama kami, kamu-sekalian bersama kami,
Mari kita tinggalkan ibu kita
mari kita biarkan istri & kekasih mendoa
mari jendral mari
sekali ini derajat orang pencari dlm ancaman,
mari jendral mari jendral mari, mari…….