Daftar Isi
Contoh Resensi Buku 1
Judul resensi : Valentino Rossi Sang Juara
Identitas buku
Judul buku : Otobiograi Valentino Rossi (Andai Aku Tak Pernah Mencobanya)
Judul orisinil : he Autobiography of Valentino Rossi: what if I had never tried it
Penerjemah : Doni Suseno
Penerbit : Februari 2016
Jumlah halaman : 302
Pendahuluan
Penulis memilih buku ini sebab sangat digemari oleh anak muda terutama penggemar otomotif. Selain itu, buku tersebut mengungkapkan rahasia perpindahan Valentino Rossi dari tim Honda ke tim Yamaha yang selama ini tidak terungkap oleh media.
Isi Resensi
Kemenangan demi kemenangan yang sudah dicapai Rossi bareng Honda menciptakan mereka yang berkecimpung dalam tim Honda mulai beranggapan bahwa yang menentukan suatu kemenangan adalah mesin motor, bukan pembalapnya. Mereka membandingkan Yamaha, salah satu pesaingnya yang tidak pernah memenangi satu balapan pun alasannya adalah mesin motornya memang kalah cepat dari Honda.
Contoh Resensi Buku 2
Judul buku : Teknik Bermain Gitar
Penulis : Famoya
Penerbit : Terbit Terang Surabaya
Kota Penerbit : Surabaya
Tahun Terbit : 1999
Jumlah Halaman : 80
Gitar merupakan sebuah alat musik yang sangat populer dengan “Gitaris” sebagai sebutan untuk pemain gitar. Getar nurani menjadi seorang gitaris timbul alami yang menciptakan kreasi meluap tidak kenal waktu, yang mungkin sejenis akademi hanya sebatas formalitas belaka. Akan namun, nurani darah seni lebih memotivasi yang dicita-citakan.
Gitar yakni alat musik yang menciptakan melodi indah dengan cara memetik senarnya. Bentuk gitar memengaruhi baik dan tidaknya suara gitar. Dalam bermain gitar tidak hanya berpedoman teori nada minor dan mayor, melainkan dengan ketajaman perasaan dan menertibkan senar gitar.
Selain itu untuk menciptakan melodi yang indah tidak mampu asal petik, namun memakai nada dasar dan memilih kunci nada. Kunci nada dalam suatu lagu harus sesuai dengan kesanggupan bunyi penyanyi.
Dengan demikian lantunan lagu mampu dirasakan dengan indah. Teknik Seni Bermain Gitar ini ialah buku yang menarik. Itu terletak pada bagian Body Gitar yang menjelaskan cara menentukan gitar dan kunci nada yang memberikan sugesti bahwa tanpa menyaksikan nada tertentu, mendengar suaranya saja akan mampu membedakan jenis nada.
Contoh Resensi 3
Judul : Agar Menulis-Mengarang
Bisa Gampang
Pengarang : Andrias Harefa
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2002
Halaman : i-xi + 103 halaman
Aktivitas menulis kadang-kadang dikaitkan dengan bakat seseorang. Padahal, tidak selamanya talenta mampu menciptakan aktivitas tulis-menulis menjadi selancar dan semudah yang kita bayangkan. Berulang kali para spesialis menyatakan bahwa menulis ialah pelajaran dasar yang sudah kita peroleh semenjak duduk di kursi sekolah dasar bahkan di taman kanak-kanak. Dengan kata lain, mengarang adalah keahlian sekolah dasar. Namun, kadang kala saat kita hendak menuangkan inspirasi-ilham kita dalam bentuk goresan pena, sesuatu yang berjulukan “bakat” senantiasa menjadi semacam “kambing hitam” yang harus siap dipersalahkan.
Mengarang bukanlah pekerjaan yang gampang. Namun, juga bukan merupakan hal yang merepotkan kalau ada akad, kesepakatan pada diri sendiri tentu saja, kalau kesepakatan itu diniati untuk benar-benar ditepati. Komitmen, inilah satu lagi kata kunci agar proses menulis dan mengarang menjadi mudah. Komitmen tersebut yaitu janji pada diri sendiri bahwa aku akan menjadi penulis. Makara, menulis itu bukan perlu talenta, alasannya adalah bakat tidak lebih dari “minat dan ambisi yang terus-menerus berkembang”.
Kaprikornus, jikalau “bakat” berarti demikian, segala sesuatu membutuhkan talenta, tidak cuma dalam soal tulis-menulis. Masalahnya kemudian, bagaimana biar ambisi tersebut terus dipelihara hingga waktu yang usang? Jawabnya, “akad pada diri sendiri”.
Contoh Resensi Buku 4
Judul : Istanbul (Kenangan Sebuah Kota)
Penulis : Orhan Pamuk
Penerjemah : Rahmani Astuti
Penerbit : Serambi
Tahun terbit : 2015
Tebal : 561
Istanbul atau dulunya dikenal dengan nama Byzantium merupakan kota yang paling penting dalam sejarah. Kota ini menjadi ibu kota dari empat kekaisaran, adalah Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Romawi Timur, Kekaisaran Latin dan terakhir Kekaisaran Utsmaniyah. Penyebaran agama Nasrani mengalami pertumbuhan pada kurun Kekaisaran Romawi dan Romawi Timur sebelum Utsmaniyah menakhlukkannya pada tahun 1453 di bawah kepemimpinan Mehmed II (Muhammad Al-Fatih) yang menggantinya menjadi pertahanan Islam sekaligus ibu kota kekhalifahan terakhir.
Kesultanan Utsmaniyah rampung pada tahun 1922. Istanbul beralih menjadi Republik Turki pada tahun 1923. Namun tak banyak kemajuan yang terjadi pada periode ini. Kota yang dahulunya pernah menjadi rebutan sebab kekayaan dan posisinya yang strategis secara tiba-tiba diabaikan sehabis Kesultanan Utsmani jatuh. Sebaliknya, kota ini menjadi lebih miskin, kumal , dan terasing. Kegemilangan kota ini perlahan memudar.
Rakyat hidup dalam kemiskinan dan penderitaan akan ingatan kejayaan masa kemudian.“Seakan-akan begitu kami aman berada di rumah kami, kamar tidur kami, ranjang kami, maka kami dapat kembali pada mimpi-mimpi tentang kekayaan kami yang telah usang hilang, tentang abad kemudian kami yang legendaris.” (halaman 50).
Sebesar apa pun kehendak untuk memalsukan Barat dan menjalankan modernisasi, tampaknya cita-cita yang lebih mendesak adalah terlepas dari seluruh kenangan pahit dari kesultanan yang jatuh: lebih mirip tindakan seorang laki-laki yang diputus cinta membuang seluruh pakaian, barang-barang, dan foto-foto bekas kekasihnya. Namun, sebab tidak ada sesuatu pun, baik dari Barat maupun dari tanah air sendiri, yang mampu digunakan untuk mengisi kekosongan itu, dorongan berpengaruh untuk berkiblat ke Barat sebagian besar merupakan usaha untuk meniadakan masa kemudian; pengaruhnya pada kebudayaan bersifat mereduksi dan menciptakan kerdil, mendorong keluarga-keluarga mirip keluargaku yang, walaupun senang menyaksikan kemajuan Republik, melengkapi perabot rumah mereka layaknya museum. Sesuatu yang di lalu hari aku ketahui sebagai misteri dan kemurungan yang mewabah, kurasakan pada periode kanakkanakku sebagai kebosanan, dan kemuraman, rasa jemu mematikan, yang kuhubungkan dengan musik “alaturka” yang membuat nenekku tergerak untuk mengetuk-ngetukkan kakinya yang bersandal: aku melarikan diri dari suasana ini dengan membangun mimpi” (halaman 43).