Ada amal-amal tertentu yg lebih berat dibandingkan dgn amal yang lain. Karena melakukannya berat, insya Allah timbangannya di darul baka pula berat.
Di antara amal-amal yg berat, amal apa yg paling berat? Berikut ini 3 amal yg paling berat berdasarkan Imam Syafi’i rahimahullah.
“Amal yg paling berat ada tiga,” kata Imam Syafi’i mirip dikutip Syaikh Tariq Suwaidan dlm Silsilah al-Aimmah al-Mushawwarah, “murah hati ketika miskin, wara’ saat sendiri, & mengucapkan kebenaran di hadapan orang yg ditakuti.”
Daftar Isi
1. Murah Hati Saat Miskin
Infaq yaitu amal yg berat. Sebab kebanyakan, manusia cinta dunia. Ia bersusah payah untuk mencari harta, senang tatkala mendapatkan banyak harta, & condong pelit untuk mengeluarkannya. Karenanya di antara ciri orang yg bertaqwa yakni wa mimma raaqnahum yunfiquun: menginfakkan sebagian harta yg direzekikan kepadanya.
Lebih dr itu, Surat Ali Imran ayat 134 menyebutkan bahwa di antara ciri orang yg bertaqwa yaitu berinfaq baik di waktu lapang maupun di waktu sempit
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
Berinfaq saat lapang mungkin agak ringan. Tetapi berinfaq di saat sempit? Jauh lebih berat. Dermawan saat dompet tebal mungkin agak ringan. Tetapi gemar memberi saat dompet tipis? Jauh lebih berat. Murah hati ketika kaya mungkin agak ringan. Tetapi murah hati dikala miskin? Jauh lebih berat.
Hanya orang-orang yg menerima taufiq dr Allah yg sanggup menjalankan amal yg paling berat ini. Rasulullah ialah pola utama. Beliau dermawan di saat lapang maupun di ketika sempit. Beliau murah hati di dikala mendapati banyak harta, beliau pula murah hati di dikala keperluan konsumsinya sendiri bahkan belum tersedia.
Dari banyak hadits kita mengenali betapa Rasulullah sungguh senang memberi. Beliau yaitu orang yg mempunyai banyak harta dr ghanimah, tetapi harta itu tak pernah ia miliki. Begitu dapat langsung ia sedekahkan. Bahkan pernah beliau mempercepat shalat karena ingin harta yg baru saja diserahkan pada dia secepatnya dibagikan pada fakir miskin.
Para sobat radhiyallahu ‘anhum pula demikian. Mereka yaitu generasi yg mampu mengikuti jejak Nabi; berinfaq di kala lapang maupun sempit. Mobilisasi infaq menjelang Perang Tabuk menjadi saksi. Ada yg kaya mirip Umar menginfakkan separuh hartanya. Ada yg kaya seperti Abu Bakar menginfakkan seluruh hartanya. Namun ada pula teman yg miskin, tetap berzakat sesuai kesanggupan mereka meskipun cuma setengah sha’ kurma.
Betapa para sahabat mampu murah hati saat miskin hingga abadilah cerita Abu Thalhah & Ummu Sulaim yg menjamu tamu dlm kegelapan. Sebab mereka berdua tidak ingin tamu itu tahu bahwa kuliner yg disuguhkan cuma cukup untuknya. Sementara mereka merelakan diri & anaknya menahan lapar di malam itu.
Betapa para sahabat mampu murah hati saat miskin sampai abadilah cerita Ali & Fatimah yg tak menemukan menu apapun untuk tiga hari puasa kecuali air alasannya adalah menjelang berbuka senantiasa ada peminta-minta & mereka berdua memperlihatkan makanan jatah berbuka untuknya.
Imam Syafi’i sendiri pula mampu meneladani Rasulullah dlm menjalankan amal yg paling berat ini. Kendati dia kehabisan bekal, dia segera menginfakkan harta yg gres diterimanya pada orang-orang yg membutuhkan.
Baca juga: Sedekah Subuh
2. Wara’ Saat Sendiri
Secara sederhana, wara’ ialah sikap meninggalkan hal-hal yg haram & syubhat. Secara lebih mendalam, wara’ bukan cuma meninggalkan hal-hal yg haram & syubhat namun pula meninggalkan hal-hal yg tak bermanfaat serta hal-hal mubah yg berlebihan. Persis sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dlm Hadits Arbain 12:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
Diantara tanda kebaikan (kesempurnaan) Islam seseorang, ia meninggalkan apa yg tak berfaedah baginya. (HR. Tirmidzi)
Meninggakan hal-hal yg haram yakni amal yg berat bagi banyak orang. Karenanya kita lihat ada orang-orang yg suka minum-minuman keras, berjudi, berzina & sebagainya. Bahkan di antara mereka, ada yg melakukannya dengan-cara terang-terangan di depan banyak orang.
Meninggalkan hal-hal yg haram dikala sendirian tentu lebih berat lagi. Karenanya ada orang yg kelihatan baik tatkala di depan publik, namun membisu-membisu ia melakukan korupsi. Ada orang yg tampak mulia namun bermaksiat dlm kesendiriannya. Sungguh sungguh tepat pesan tersirat Bilal Sa’ad rahimahullah. Tabi’in yg wafat di Syam ini menyampaikan:
لَا تَكُنْ وَلِيًّا لِلَّهِ تَعَالَى فِي العَلَانِيَةِ وَ عَدُوَّهُ فِي السِّرِّ
Janganlah kamu-sekalian (terlihat ) menjadi wali Allah Ta’ala di tengah hiruk pikuk, tetapi menjadi musuh-Nya tatkala sendirian.
Menjauhi syubhat lebih berat lagi. Hal yg masih samar hukumnya, apakah ini halal atau tercampur dgn hal yg haram. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah orang yg bisa mempraktikkan wara’ dgn tepat. Suatu hari tatkala ia mendapat makanan dr seorang sobat, ia memakannya. Setelah ingat, barulah ia bertanya dr mana makanan itu.
Begitu sahabat tadi memberi tahu bahwa masakan tersebut pemberian orang yg dahulu pernah ia ruqyah di masa jahiliyah, Abu Bakar eksklusif memasukkan jari-jari ke mulutnya & memuntahkan semua masakan yg telah masuk ke perutnya. Sementara di zaman kita, seakan hilang kepedulian untuk mengajukan pertanyaan uang ini dr mana, harta ini dr mana, kuliner ini dr mana.
Apalagi menjauhi hal-hal yg tak berfaedah & hal mubah yg berlebihan. Jauh lebih berat lagi. Sehingga tak salah kalau Imam Syafi’i memasukkan wara’ ketika sendiri merupakan salah satu amal yg paling berat.
3. Mengucapkan Kebenaran di Hadapan Orang yg Ditakuti
Berdakwah ialah tugas setiap muslim. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar ialah peran setiap muslim. Tugas itu berat, terbukti banyak orang yg melalaikannya. Namun, yg lebih berat yaitu berdakwah & melakukan amar ma’ruf nahi munkar di hadapan orang yg ditakuti, terutama penguasa.
Mengapa? Sebab menyampaikan kebenaran di hadapan orang yg ditakuti mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan menyampaikan kebenaran di hadapan orang lazim. Jika orang biasa menolak kebenaran itu mungkin ia cuma mencibir atau mencela. Tetapi jika orang yg punya kekuasaan menolak kebenaran itu, dlm ketersinggungannya ia bisa menjatuhkan eksekusi berat atau memberangus dakwah di hadapannya.
Kaprikornus, memberikan kebenaran di hadapan orang yg ditakuti ini memerlukan keberanian sekaligus jadinya adalah nyawa. Persis jihad. Bahkan lebih berat lagi alasannya adalah jihad dikerjakan bareng sementara amal ini sering dilakukan dengan-cara pribadi. Dan jika jihad langsung berhadapan dgn serdadu kafir, amal ini berhadapan dgn penguasa yg bisa jadi dengan-cara identitas masih muslim.
Rasulullah menyebut amal ini selaku afdhalul jihad, jihad yg paling utama. Beliau bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Jihad yg paling utama adalah perkataan adil di hadapan penguasa zalim. (HR. Abu Daud)
Sedangkan dlm riwayat An Nasa’i dipakai istilah kalimatul haq: perkataan yg haq (kebenaran).
Amal ini sangat tepat disebut sebagai amal yg paling berat sebab yg berani memberikan kebenaran pada Raja Namrud yaitu Nabi Ibrahim, kemudian Nabi Ibrahim menghadapi kesannya: dibakar. Yang berani memberikan kebenaran pada Fir’aun adalah Nabi Musa, lalu Nabi Musa menghadapi kesudahannya: dikejar-kejar untuk dipenggal. Yang berani menyampaikan kebenaran pada pembesar Quraisy yakni Rasulullah Muhammad, lalu dia menghadapi akhirnya: dikepung untuk dibunuh.
Di zaman setelahnya, orang-orang yg bisa menegakkan amal ini ialah apara ulama pemberani. Imam Ahmad bin Hanbal yg menghadapi resiko penjara. Ibnu Taimiyah pula mendekam di balik jeruji besi. Hasan Al Banna diberondong. Sayyid Quthb digantung. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]