Di zaman Rasulullah SAW, mushaf itu berbentuk cuma berupa tulisan di atas pelepah kurma atau di atas kulit binatang, kadang di atas kerikil, tulang, & sebagainya.
Jika diamati, wujud fisik mushaf di zaman Rasulullah SAW tak pernah tampil dlm edisi lengkap yg terdiri dr 6000-an ayat lebih, 114 surat & 30 juz. Lebih ialah lembaran-lembaran & isi ayatnya cuma beberapa potong saja. Akan namun tetap saja disebut mushaf yg dimuliakan & suci, tak luntur hukum atas kemushafannya.
Lalu, kenapa masa itu mushaf tak berupa buku utuh yg berisi seluruh ayat Al-Quran?
Pertama, ayat Al-Alquran belum turun semua tatkala itu. Ayat Al-Quran itu turun hanya sepotong-sepotong, tak turun makbrek sekaligus. Dalam satu surat contohnya, ayat-ayat tersebut masih dipotong lagi jadi beberapa serpihan, & turunnya random. Terkadang ayat bagian depan turun belakangan, lalu sebaliknya ayat-ayat kepingan belakang justru lebih dahulu.
Kedua, belum ditulis dlm sebuah buku di zaman itu bukan memiliki arti belum ada kertas, akan namun alasannya kertas bukan satu-satunya fasilitas yg tersedia, sukar didapat & harganya pun tak semurah seperti masa saat ini.
Ketiga, Rasulullah SAW dulu nyaris sama sekali tak pernah menunjukkan perintah penulisan mushaf dlm satu bundel buku. Bahkan sekadar mengisyaratkan pula tidak.
Pada mulanya tatkala pemikiran penulisan mushaf dlm satu bundel buku itu disuarakan oleh Umar bin Al-Khattab ra, Abu Bakar Ash-Shiddiq yg zaman itu menjadi khalifah menolak dgn mentah. Wallahua’lam. [Paramuda/ Wargamasyarakat]