Pantun Madura – Berbicara perihal kesenian pantun di Indonesia tak pernah ada habisnya. Mulai dr pantun nenek moyang, pantun kawasan, hingga pantun terbaru.
Menyinggung soal pantun kawasan, pembahasan kali ini berasal dr pulau garam, Madura. Pantun Madura memiliki ciri khas yg berlawanan dr pantun tempat lain. Informasi selengkapnya di bawah ini:
Daftar Isi Artikel
Mengenal Pantun Madura
Pantun tergolong ke dlm jenis puisi lama, dimana cara pembuatannya sangat bergantung pada aturan-aturan tertentu yg disebut gher-ogher.
Sebagaimana yg telah dituliskan pada banyak sumber kesusastraan Madura, pantun Madura lebih dikenal dgn sebutan papareghan.
Papareghan ialah salah satu bentuk puisi usang selain Dhuwa (Mantra), & Si’er (Syair). Seperti bentuk pantun kawasan lain, papareghan orisinil Madura terdiri dr dua paddha (baris). Baris pertama disebut bhibidhan (sampiran), sedangkan baris kedua disebut esse (isi).
Namun ada pula yg jumlah barisnya mirip pantun biasa , yakni 4 baris. Zaman dahulu, papareghan dipakai selaku penutur verbal untuk berkomunikasi. Sehingga, keberadaannya tak banyak dibukukan & jarang tertulis dlm bukti sejarah.
Selain disampaikan dengan-cara verbal, papareghan lebih sering digunakan sebagai nyanyian oleh seorang tandha’ dlm sebuah pentasseni tayub. Serta sebagai vokalisasi yg berbaur apik dgn tabuhan gending, gamelan & saronen.
Warga Madura sendiri sering menyebut papareghan dgn nama kejung. Hal ini karena penyampaian atau pengucapan pantun tersebut dgn cara ekejung–aghi atau dikidungkan.
Kejung atau papareghan ini sering ditemui pada program kesenian kawasan & pertunjukan ajing, sejenis ludruk khas Madura.
Baca Juga: Pantun Makanan
Ciri Khas Pantun Madura
Kebhinekaan Indonesia tak cuma dr banyaknya pula, namun pula dr bermacam-macam suku bangsa & budaya. Salah satunya Madura, suku asli yg menempati pulau Madura.
Seperti pada umumnya tempat lain di Indonesia, Madura pula mempunyai keberagaman seni & budaya, salah satunya pantun. Pantun tempat Madura (papareghan) mempunyai banyak ciri khas yg menjadikannya unik & berbeda dgn jenis pantun tempat lainnya.
Keunikan ini menjadi penunjukpantun asli Madura sebagai bentuk puisi usang yg istimewa. Kekhasan papareghan Madura ini dapat dilihat dr beberapa ciri berikut ini:
1. Menggunakan Bahasa Daerah Madura
Sebagaimana bentuk pantun kawasan yang lain, hal yg paling mencirikan suatu pantun daerah adalah bahasa yg dipakai. Pantun lama lahir & berkembang di tengah masyarakat, penyebarannya pun lewat mulut.
Maka, tak aneh bila pantun kawasan memakai bahasa mulut kawasan tersebut. Dalam hal ini, pantun dr Madura pastinya memakai bahasa Madura.
2. Memiliki Rima yg Menarik
Rima yakni kesamaan bunyi, baik di cuilan awal, tengah maupun akhir baris puisi. Sebagai salah satu bentuk dr puisi lama, pantun pula memiliki rima, tepatnya terdapat pada cuilan selesai setiap kalimat.
Pantun yg terdiri dr 4 paddha (baris) mempunyai rima akhiran aaaa ataupun abab. Rima dlm pantun bahasa Madura berlainan dgn pantun bahasa daerah lainnya.
Karena papareghan lebih sering diucapkan dengan-cara mulut sebagai kidung atau nyanyian, maka pembuatannya mesti memberi perhatian lebih pada belahan rima.
Papareghan yg dipakai sebagai seni nyanyian mesti menyanggupi struktur keindahan suara supaya tetap menawan ketika didengar & tak membosankan.
3. Memiliki Sampiran yg Imajinatif/Surrealistis
Papareghan mempunyai dua baris pertama sebagai sampiran. Meskipun tak mempunyai hubungan dgn isi, tetapi aspek suara atau rima mesti tetap diperhatikan. Pemilihan kata dlm sampiran papareghan tergolong unik & sedikit nyeleneh.
Bagaimana tidak, pantun khas Madura ini kadang dibentuk dgn kalimat pembuka yg imajinatif, tak kongkret bahkan condong diluar logika.
4. Menggunakan Logat Pengucapan yg Unik
Logat Madura sungguh unik, memiliki pengutamaan bunyi yg khusus pada setiap kosakata penting. Hal ini pula berlaku dlm pembuatan & pengucapan papareghan.
Penekanan pada kata-kata tertentu bisa terdengar keras, tetapi datang-datang mampu berubah menjadi lembut pada kosakata berikutnya. Pada akhirnya, kepekaan insting menjadi salah satu pendukung penting dlm kesenian papareghan.
Contoh Pantun Madura
Setelah mengenali sekilas wacana pantun Madura & pula ciri khasnya, tibalah pada penggalan yg paling ditunggu. Bagian ini yakni kumpulan pola pantun berbahasa Madura yg dibagi dlm berbagai jenis, mulai dr pantun agama, nasehat, jenaka hingga. Selengkapnya seperti berikut ini:
1. Pantun Madura Agama
Masyarakat Madura populer dgn sifatnya yg agamis & kental akan nilai-nilai keagamaan. Mayoritas orangnya beragama islam, sehingga pada umumnya dr pantun agama yg beredar bertema aliran agama islam.
Jenis pantun ini biasanya berisi nasehat atau anutan keagamaan & ketuhanan. Contohnya mirip berikut:
Nanem cabbi e penggir labang
(menanam cabai di pinggir pintu)
Terrong perrat e ghabay jhamo
(buat terong dibuat jamu)
Ajar ngaji sareng abajhang
(mencar ilmu mengaji & sholat)
Neng akherat e ghabay sango
(di akhirat dibuat bekal)
Pabenya’ nyo’on sapora
(perbanyak meminta ampun)
Dha’ ka Alla sekobhesa
(kepada Allah yg maha kuasa)
Rajha onggu belesanna
(sungguh besar balasannya)
E dunnya kalabhan akherada
(di dunia & di darul baka)
Jha’ atorok kancana
(jangan meniru teman)
Takok lopot dhari cacana
(takut salah ucapannya)
Aturan agama toreh jha’ dhina
(aturan agama ayo jangan dibuang)
Tengka pola badha atoranna
(tingkah laku ada aturannya)
Celana etampe celana sakola
(celana dilipat celana sekolah)
Celana sakola gagghar dha’ kolam
(celana sekolah jatuh ke kolam)
Agama napa se paling samporna
(agama apa yg paling tepat)
Se samporna pasti agama islam
(yang paling tepat pasti agama islam)
2. Pantun Madura Nasehat (Bhabhurughan Becce’)
Papareghan bhabhurughan becce’ ialah pantun yg berisi kata-kata bijak. Lebih lazim dikenal dgn istilah pantun nasehat. Pantun ini biasanya berisi anjuran atau undangan untuk berbuat baik.
Papareghan jenis ini biasa disampaikan oleh orang bau tanah atau guru pada anak muridnya. Beberapa acuan pantun nasehat berbahasa Madura seperti di bawah ini:
Ngakan nase’ aghangan tarna’
(makan nasi pakai sayur bayam)
Juko’keper seddha’ kuana
(ikan keper sedap kuahnya)
Sapa rowa andhi’ ana’
(siapakah yg punya anak)
Sala penter bhagus tengkana
(sudah bakir elok tingkah lakunya)
Pao tegghi lebba’ buwana
(pohon mangga tinggi banyak buahnya)
Melle saperapat dhuli palaen
(beli seperempat cepat dipisah)
Manabi dhika lebbi dhunnyana
(jika ananda punya kelebihan rezeki)
Nyatore azakat dha’ oreng mesken
(silahkan bersedekah ke orang miskin)
Da’ cakanca raja bhan kini’
(terhadap teman-teman bau tanah & muda)
Jha’ amosoawan ban atokaran
(jangan berselisih & berkelahi)
Sebhab panjenengan ngarte dhibi’
(sebab ananda sudah tahu)
Reng atokaran kancana setan
(orang yg berantem temannya setan)
Nas panas melle es kopyor
(panas-panas beli es kopyor)
Jha’ enom bhareng obhat
(jangan diminum bersama obat)
Manabi ghi’ gadhuwan omor
(kalau masih punya umur)
Jha’ sampe’ bhusen atobhat
(jangan sampai jenuh bertaubat)
Ta’ andhi’ roma aghabay labang
(tidak mempunyai rumah menciptakan pintu)
Labang dhari kajuna nangka
(pintu dr kayu pohon nangka)
Mon abhajang jha’ bang tobang
(kalau sholat jangan bolong-bolong)
Male ta’ eseksa paghi’ e neraka
(semoga tak disiksa nanti di neraka)
Baca Juga: Pantun Malam Minggu
3. Pantun Madura Jenaka (Palengghiran)
Mendengarkan orang berpantun, apalagi pantun jenaka memang sangat menggembirakan. Selain menghibur, pantun jenaka pula ada selipan makna pesan di dalamnya.
Begitupun dgn papareghan palengghiran yg khas ditampilkan dlm pertunjukan kesenian Madura. Banyak pola papareghan jenaka, diantaranya selaku berikut:
Nompak motor salanjenga embong
(naik motor sepanjang jalan)
Dari Bangkalan kantos Juanda
(dari Bangkalan hingga Juanda)
Jha’ dhujan bong-masombong
(jangan suka sombong)
Esangghu parabhan teppa’ ka janda
(dikira perawan ternyata janda)
Lo’ mampu ataneh bhungkana nangkah
(tidak mampu bertani pohon nangka)
Buwana rajha bennya’ lecengngah
(buahnya besar banyak getahnya)
Lo’ terro abineh terlebih bhi’ dhikah
(tak mau beristri terlebih dgn kamu)
Tobuk atemmo ontep se ajellingah
(bosan berjumpa muak menyaksikan)
Jhuko’ tase’ bhauna busuk
(ikan maritim baunya busuk)
Sala bau bannya’ tolangnga
(sudah bau banyak tulangnya)
Jha’ semma’e kanca bhengngis
(jangan dekati sahabat yg bengis)
Tako’ ecapo’ gharama’ muwana
(takut terkena cakar jawahnya)
4. Pantun Madura Pendidikan (Nyare Elmo)
Papareghan nyare elmo atau pantun pendidikan biasanya disampaikan di sekolah sebagai belahan dr bahan pelajaran. Isi dr pantun ini tak jauh dr ajakan menuntut ilmu.
Beberapa misalnya selaku berikut:
Ju’toju’ sambi maca koran
(duduk sambil membaca koran)
Ekancae kopi benne jhamo
(ditemani kopi bukan jamu)
Gi’ na’-kana’ tak olle car-pacaran
(masih kecil tak boleh pacaran)
Male bhajeng nyare elmo
(supaya semangat mencari ilmu)
Ngenom jhamo sagellas tangghung
(minum jamu segelas tanggung)
Jhamona dhari daun baluntas
(jamu dr daun baluntas)
Mon nyare elmo jha’ ghung-nangghung
(mencari ilmu jangan tanggung-tanggung)
Ngereng pamare kantos universitas
(mari tuntaskan hingga universitas)
Mangkat ka pasar sabban lagghu
(pergi ke pasar setiap pagi)
Lemolena akereman sorat
(pulangnya berkirim surat)
Asakola pagu-ongghu
(bersekolah dgn benar)
Kaangguy sango dunnya akherat
(untuk bekal dunia akherat)
Temon ecacca aengah becca
(timun dicacah airnya lembap)
Esabha’ ka baddha bunter
(ditaruh ke wadah lingkaran)
Bila alek lebur maca
(bila adik bahagia membaca)
Paghi’ bakal dhaddhi reng penter
(nanti akan jadi orang cerdik)
Baca Juga: Pantun Masa Kini
5. Pantun Madura Cinta (Taresna/Lake’-Bine’)
Tema cinta dikenal pula dgn taresna atau pantun khusus lake’ – bine’ (pria – perempuan). Isi pantun ini cukup beragam, mulai dr hubungan laki-laki & wanita, cerita cinta & asmara, hingga rasa rindu & kecewa.
Beberapa teladan pantun taresna beserta artinya seperti dibawah ini:
Abit ta’ ajhamo
(usang tak minum jamu)
Jhamo marongghi ngodha
(jamu dr kelor muda)
Abit ta’ atemmo
(usang tak berjumpa)
Kerrongnga padha rajha
(kangennya sama-sama besar)
Obu’ lanjhang e ghabay gellung
(rambut panjang dibuat sanggul)
Gellung ebhugel sampe’ bhugah
(sanggul diikat hingga besar)
Mata mella’ ta’ ghellem tedung
(mata terbuka tak mau tidur)
Enga’ ka hedeh ta’ mampu nyeddhah
(ingat padamu tak mampu nyenyak)
Manabi ampon dhapa’ nambere’
(bila sudah tiba trend hujan)
Ta’ parloh nyeram tanean
(tidak perlu menyiram halaman)
Manabi ateh la arassah ende’
(jika hati sudah perasa mau)
Jelling palereggeh la bennean
(lihat dr lirikannya sudah berbeda)
Reng sake’ dhuwa agih beresseh
(orang sakit doakan sembuhnya)
San beres mandher sehat dhah
(kalau sudah sembuh mudah-mudahan sehat)
Se la semma’ jelling agih bellesseh
(yang sudah akrab liat belas kasihnya)
Mon la belles mandeh daddhiah
(kalau sudah belas kasih gampang-mudahan jadi/bareng )
Amassa’ kua kella pathe
(masak kuah santan)
Juko’na pendhang guring
(ikannya pindang goreng)
Mon kerrong sampe’ ekapathe
(kalau rindu hingga mati)
Dhuli apangghi male ta’ gerring
(cepat bertemu semoga tak sakit)
Penutup
Demikian klarifikasi ihwal pantun Madura atau yg biasa dikenal dgn istilah papareghan. Keberadaan seni puisi usang ini perlu untuk tetap dilestarikan.
Sehingga, pembukuan atau dokumentasinya sangat diharapkan. Mengingat semenjak dahulu papareghan cuma disebarluaskan dengan-cara verbal dlm seni pertunjukan.