20 Contoh Puisi Sapardi Djoko Damono

Sapardi Djoko Damono & Contoh Puisinya – Siapakah Sapardi Djoko Damono ini? Sastrawan mumpuni yg sudah menghasilkan banyak karya sastra ini lahir di Surakarta, pada 20 Maret 1940. Masa kecil & remajanya dihabiskan di Solo. Hingga kemudian, ia melanjutkan kuliahnya di Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada. Di masa-masa pembelajaran hidup ini, ia sudah rajin mengirimkan karya & tulisannya ke berbagai media.

Sapardi menjadi redaktur di beberapa majalah Sastra terkemuka seperti, “Horison”, “Kalam”, & “Basis”. Dalam perkembangan karirnya, Sapardi risikonya menjadi dosen di Universitas Indonesia, & hasilnya menjadi guru besar disana.


Kumpulan Puisi/ Prosa

  • Duka-Mu Abadi”, Bandung (1969)
  • Lelaki Tua & Laut” (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
  • Mata Pisau” (1974)
  • Sepilihan Sajak George Seferis” (1975; terjemahan karya George Seferis)
  • Puisi Klasik Cina” (1976; terjemahan)
  • Lirik Klasik Parsi” (1977; terjemahan)
  • Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak” (1982, Pustaka Jaya)
  • Perahu Kertas” (1983)
  • Sihir Hujan” (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
  • Water Color Poems” (1986; translated by J.H. McGlynn)
  • Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono” (1988; translated by J.H. McGlynn)
  • Afrika yg Resah” (1988; terjemahan)
  • Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dr Australia” (1991; antologi sajak Australia, dilakukan bareng R:F: Brissenden & David Broks)
  • Hujan Bulan Juni” (1994)
  • Black Magic Rain” (translated by Harry G Aveling)
  • Arloji” (1998)
  • Ayat-ayat Api” (2000)
  • Pengarang Telah Mati” (2001; kumpulan cerpen)
  • Mata Jendela” (2002)
  • Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?” (2002)
  • Membunuh Orang Gila” (2003; kumpulan cerpen)
  • Nona Koelit Koetjing: Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an – 1910an)” (2005; salah seorang penyusun)
  • Mantra Orang Jawa” (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dlm bahasa Indonesia)
  • Kolam” (2009; kumpulan puisi)


Buku

  • Sastra Lisan Indonesia” (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo & A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
  • Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan
  • Dimensi Mistik dlm Islam” (1986), terjemahan karya Annemarie Schimmel “Mystical Dimension of Islam”, salah seorang penulis.


Pustaka Firdaus

  • Jejak Realisme dlm Sastra Indonesia” (2004), salah seorang penulis.
  • Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas” (1978).
  • Politik Ideologi & Sastra Hibrida” (1999).
  • Pegangan Penelitian Sastra Bandingan” (2005).
  • Babad Tanah Jawi” (2005; penyunting bersama Sonya Sondakh, terjemahan bahasa Indonesia dr model bahasa Jawa karya Yasadipura, Balai Pustaka 1939).


Untuk lebih mengingat kembali hasil proses inovatif Sapardi Djoko Damono dlm bidang sastra khususnya puisi, berikut Admin sertakan pula 20 teladan puisi Sapardi yg bisa Sobat simak.

AKU INGIN


Aku ingin mencintaimu dgn sederhana

dengan kata yg tak sempat diucapkan
kayu pada api yg menjadikannya bubuk
Aku ingin mencintaimu dgn sederhana
dengan kode yg tak sempat disampaikan
awan pada hujan yg menjadikannya tiada

MATA PISAU

mata pisau itu tak berkejap menatapmu
kau yg gres saja mengasahnya
berfikir: ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam;
ia berkilat tatkala terbayang olehnya urat lehermu

ATAS KEMERDEKAAN

kita berkata : jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit & topan tak henti-henti
di tepinya cakrawala
terjerat pula kesannya
kita, kemudian ialah sibuk
menyelidiki rahasia angka-angka
sebelum Hari yg ketujuh tiba
sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah

AIR SELOKAN

“Air yg di selokan itu mengalir dr rumah sakit,” katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berlangsung-jalan bersama istrimu yg sedang mengandung

— ia hampir muntah alasannya adalah bau sengit itu.

Dulu di selokan itu mengalir pula air yg digunakan untuk memandikanmu waktu kamu lahir: campur darah & bacin baunya. Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.

Senja ini tatkala dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba bangun & menuding sesuatu:

“Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu — alangkah indahnya!”

Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yg berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yg anyir baunya itu, sayang sekali.

YANG FANA ADALAH WAKTU

Yang fana yaitu waktu. Kita baka:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.

“Tapi, yg fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu.
Kita kekal.

TAJAM HUJANMU

tajam hujanmu
ini sudah kadung mencintaimu:
payung terbuka yg bergoyang-goyang di tangan kananku,
air yg menetes dr pinggir-pinggir payung itu,
aspal yg gemeletuk di bawah sepatu,
arloji yg buram basah kacanya,
dua-tiga patah kata yg mengganjal di tenggorokan
deras dinginmu
sembilu hujanmu

SUDAH KUTEBAK

Sudah kutebak kedatanganmu. Seperti umumnya,
kau berkias wacana sepasang ikan yg menyambar-nyambar umpan sedikit demi sedikit,
menggosok-gosokkan badan di karang-karang,
menyambar, berputar-putar membuat lingkaran,
menyambar, mabok membentur batu-batuan.

Kutebak si pengail masih terkantuk-kantuk di tepi sungai itu.Sendirian.

SIHIR HUJAN

Hujan mengenal baik pohon, jalan, & selokan
— swaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu & jendela.
Meskipun sudah kamu matikan lampu.


Hujan, yg tahu benar membeda-bedakan, sudah jatuh di pohon, jalan, & selokan
– – menyihirmu biar sama sekali tak sempat mengaduh waktu menangkap wahyu yg mesti kamu rahasiakan

SELAMAT PAGI INDONESIA

selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu.
saya pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk merealisasikan setiaku padamu dalam
kerja yg sederhana;
bibirku tak umummengucapkan kata-kata yg susah dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kamu di wajah anak-anak sekolah,
di mata para wanita yg sabar,
di telapak tangan yg membatu para pekerja jalanan;
kami sudah akrab dgn realita
untuk diam-membisu mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
biar tak tidak berguna kamu melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, & menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi melakukan pekerjaan , menaklukkan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun kerikil-demi batu keteguhan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan gue memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yg sarat bawah umur sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para laki-laki yg tabah
sudah hancur kristal-kristal dusta, khianat & akal-akalan.

Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil
memberi salam pada si anak kecil;
terasa benar : gue tak lain milikmu

SAJAK SUBUH

Waktu mereka mengkremasi gubuknya permulaan subuh itu ia gres saja bermimpi tentang mata air. Mereka berteriak, “Jangan bermimpi!” & ia terkejut tak mengerti.

Sejak di kota itu ia tak pernah sempat berimajinasi . Ia ingin sekali menyaksikan kembali warna hijau & mata air, tetapi tatkala untuk pertama kalinya. Ia berimajinasi subuh itu, mereka memperabukan daerah tinggalnya.

“Jangan berimajinasi !” gertak mereka.

Suara itu terpantul di bawah jembatan & tebing-tebing sungai. Api menyulut udara lembar demi lembar, lalu meresap ke pori-pori kulitnya. Ia tak mengerti perintah itu & mereka memukulnya, “Jangan berimajinasi ! “

Ia rubuh & kembali berimajinasi wacana mata air & …..



PERISTIWA PAGI TADI
kepada GM


Pagi tadi seorang sopir oplet bercerita pada pesuruh kantor tentang laki-laki yg terlanggar motor waktu menyeberang.

Siang tadi pesuruh kantor bercerita pada tukang warung perihal sahabatmu yg terlanggar motor waktu menyeberang, membentur aspal, Ialu beramai-ramai diangkat ke tepi jalan.

Sore tadi tukang warung bercerita kepadamu wacana gue yg terlanggar motor waktu menyeberang, membentur aspal, lalu diangkat beramai-ramai ke tepi jalan & menunggu setengah jam sebelum dijemput ambulans & meninggal sesampai di rumah sakit.

Malam ini kamu ingin sekali bercerita padaku ihwal insiden itu.

PERAHU KERTAS

Waktu masih kanak-kanak kamu membuat bahtera kertas & kau layarkan di tepi kali; alirnya Sangat hening, & perahumu bergoyang menuju lautan.

“Ia akan singgah di bandar-bandar besar,” kata seorang lelaki bau tanah. Kau sangat gembira, pulang dgn aneka macam gambar warna-warni di kepala.

Sejak itu kamu pun menanti jikalau-jikalau ada kabar dr perahu yg tak pernah lepas dr rindu-mu itu.

Akhirnya kau dengar pula pesan si tua itu, Nuh, katanya,

“Telah kupergunakan perahumu itu dlm sebuah banjir besar & kini terdampar di sebuah bukit.”

DUA PERISTIWA DALAM SATU SAJAK DUA BAGIAN

1

sehabis langkah-langkah kaki: hening
siapa?
barangkali si pesuruh yg kehilangan arah & gagal mendapatkan kawasan- tinggalmu padahal sejak semula sudah diikutinya jejakmu
padahal mesti lekas-lekas disampaikannya pesan itu padamu

2

seolah-olah kau mesti secepatnya mengucapkan sederet kata
yang pernah kaukenal artinya,
yang membuatmu terkenang akan batang randu bantalan tua
yang suka menjerit-jerit bila sarat berbunga

PROLOGUE

masih terdengar sampai di sini
dukaMu kekal. Malam pun sesaat terhenti
sewaktu hambar pun bengong, di luar
langit yg membayang samar

kueja setia, semua pun yg sempat tiba
sehabis menempuh ladang Qain & bukit Golgota
sesudah menyekap beribu kata, di sini
di rongga-rongga yg mengecil ini

kusapa dukaMu jua, yg dulu
yang meniupkan zarah ruang & waktu
yang capai menyusun Huruf. Dan terbaca:
sepi manusia, jelaga

KEPADA ISTRIKU

pandanglah yg masih sempat ada
pandanglah saya: sebelum susut dr Suasana
sebelum pohon-pohon di luar tinggal bunyi
terpantul di dinding-dinding gua

pandang dgn cinta. Meski segala pun sepi tandanya
waktu kamu mengajukan pertanyaan-tanya, bertahan setia
langit mengekalkan warna birunya
bumi menggenggam seberkas bunga, padamu semata

HARI PUN TIBA

hari pun tiba. Kita berkemas senantiasa
kita berkemas sementara jarum melewati angka-angka
kamu pun menyapa: ke mana kita
tiba-tiba terasa ekspresi dominan mulai menanggalkan daun-daunnya

tiba-tiba terasa kita tak sanggup menuntaskan kata
tiba-tiba terasa bahwa cuma tersisa gema
sewaktu hari pun merapat
jarum jam sibuk membilang dikala-ketika telat

TENTANG TUHAN

Pada pagi hari Tuhan tak pernah seperti kagetdan
bersabda, “Hari baru lagi!”; Ia senantiasa berkeliling merawat
segenap ciptaan-Nya dgn sungguh cermat & hati-hati tanpa
memperhitungkan hari.

Ia, seperti yg pernah kaukatakan, tak seperti kita
sama sekali.

Tuhan merawat segala yg kita kenal & pula yg tidak
kita kenal & pula yg tak akan pernah bisa kita kenal.

SUDAH LAMA AKU BELAJAR

/1/

sudah lama gue berguru mengetahui
apa pun yg terdengar di sekitarku,
sudah usang belajar menghayati
apa pun yg terlihat di sekelilingku,
sudah lama berguru mendapatkan
apa pun yg kauberikan
tanpa pernah mengajukan pertanyaan apa ini apa itu,
sudah sungguh lama berguru mengagumi matahari
di saat tenggelam di tepi danau belakang rumahku,
sudah sangat lama belajar bertanya
kepada diri sendiri
mengapa kamu senantiasa memandangku begitu.

/2/

Ia menyaksikanmu memutar
kunci pintu rumahmu,
masuk, & menutupnya kembali.

/3/

Kalau pada suatu hari nanti
kau mengetuk pintu
tak tahu apa gue masih sempat mendengarnya.

KENANGAN

/1/

ia meletakkan kenangannya
dengan sangat hati-hati
di laci meja & menguncinya
memasukkan anak kunci ke saku celana
sebelum berangkat ke suatu kota
yang sudah sangat usang hapus
dari peta yg pernah digambarnya
pada suatu trend layang-layang

/2/

tak didengarnya lagi
bunyi air mulai mendidih
di laci yg rapat terkunci

/3/

ia telah menaruh hidupnya
di antara tanda petik

PERTANYAAN KERIKIL YANG GOBLOK

“Kenapa gue berada di sini?”
tanya kerikil yg goblok itu. Ia gres saja
dilontarkan dr ketapel seorang anak laki-laki,
merontokkan beberapa lembar daun mangga,
menyerempet ujung ekor balam yg terperanjat,
dan sejenak menciptakan lengkungan yg indah
di udara, kemudian jatuh di jalan raya
tepat tatkala ada truk lewat di sana.

Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban
dan malah bertanya kenapa;
ada saatnya nanti, entah kapan & di mana,
ia dicungkil oleh si kenek sambil berkata,
“Mengganggu saja!”

  10 Contoh Puisi Ahmadun Yosi Herfanda