11 Isi PersetujuanHelsinki Yang Belum Terealisasi

11 Isi Perjanjian Helsinki Yang Belum Terealisasi

Adapun Butir-butir MoU Helsinki Yang Belum Terealisasi, yaitu:

  1. Nama Aceh dan gelar pejabat senior yang dipilih akan ditentukan oleh legislatif Aceh.
  2. Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956.
  3. Aceh berhak memperoleh dana melalui utang luar negeri. Aceh berhak memutuskan tingkat suku bunga berlawanan dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral RI (Bank Indonesia).
  4. Suatu metode peradilan yang tidak memihak dan independen, termasuk pengadilan tinggi, dibentuk di Aceh di dalam sistem peradilan Republik Indonesia.
  5. Segala kejahatan sipil yang dijalankan abdnegara militer di Aceh akan diadili pada pengadilan sipil di Aceh.
  6. Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibuat untuk Aceh.
  7. Semua mantan pasukan GAM akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial.
  8. Semua rakyat sipil yang mampu memberikan kerugian yang terperinci akhir konflik akan menerima alokasi tanah pertanian yang layak, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh kalau tidak bisa bekerja.
  9. Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk mengatasi klaim-klaim yang tidak tertuntaskan.
  10. Pasukan GAM akan mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan selaku polisi dan prajurit organik di Aceh, tanpa diskriminasi dan sesuai dengan tolok ukur nasional.
  11. Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol kawasan, termasuk bendera, lambang, dan himne.

Tepat pada 15 Agustus 2019 mendatang, 14 tahun sudah usia perdamaian Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Penandatanganan perjanjian damai tersebut setiap tahun diperingati masyarakat Aceh dan para jajaran eks kombatan GAM.
Memasuki tahun ke 14 penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI dengan GAM semenjak 15 Agustus 2005 di Helsinki Firlandia ternyata masih meninggalkan banyak hutang dari 71 Pasal didalam kontrakmasih banyak butir MoU tersebut belum kunjung terealisasi.

  Muzakkir Manaf Dan Irwandi Yusuf Sahabat Seperjuangan Gam

Beberapa waktu kemudian, ratusan mantan kombatan GAM menggelar acara didua kawasan untuk merajut kembali tali silaturrahmi sesama eks Kombatan GAM yang selama ini tampakrenggang alasannya kesibukan masing-masing. Acara tersebut digelar di Aceh Utara untuk mewakili para pejuang kawasan Pasee, dalam konferensi itu para eks kombatan mempertanyakan nasib mereka serta tergolong nasib para bawah umur syuhada korban konflik.

Mereka mempertanyakan hal tersebut karena masih banyak belum dewasa syuhada yang kelemahan dari sisi pendidikan dan pekerjaan alasannya adalah lowongan pekerjaan tidak banyak mengakomodir skill yang mereka miliki dan masih banyak tenaga kerja yang berasal dari luar Aceh. Selain itu masih banyaknya keluarga para korban pertentangan yang tinggal di rumah tidak layak huni.
Dengan keadaan yang demikian, para eks kombatan berharap adanya kejelasan dari pemerintah Republik Indonesia untuk secepatnya merealisasikan apa yang sudah dijanjikan tergolong perihal identitas Aceh dan kewenangan lain yang bersifat khusus untuk Aceh.

Jauh sebelum program silaturrahmi eks kombatan ini digelar, ditempat dan waktu terpisah Muzakir Manaf sempat melontarkan kata-kata Aceh lebih baik referendum untuk menentukan nasibnya sendiri. Jangan hal ini dianggap selaku balasan kekalahan pilpres, tetapi ini yaitu sebuah bentuk aspirasi kekecewaan dari para eks kombatan alasannya janji-kesepakatan yang dulu sudah disepakati hingga sekarang belum dipenuhi oleh Pemerintah sentra.

Disisi lain para eks kombatan GAM juga meminta pemerintah sentra untuk tidak melaksanakan propaganda-propaganda murahan selaku argumentasi untuk menghapus ataupun menganulir poin-poin akad hening yang menjadi tanggungjawab pemerintah sentra dengan memakai instrumen hukum sebagai skenario penggembosan tokoh-tokoh GAM melalui operasi intelijen.

Sebagai contoh pernyataan referendum yang disampaikan oleh Muzakir Manaf pada dikala memperingati haul Wali Muhammad Hasan Tiro pada simpulan bulan Mei lalu menerima respon serius dari pemerintah pusat. Jakarta meresponnya dengan bahaya jeratan hukum terhadap Muzakir Manaf dengan argumentasi makar yang mengganggu kestabilan negara. Padahal apa yang disampaikannya itu sehabis mendapatkan banyak sekali masukan dari penduduk dan hal ini merupakan harapan rakyat Aceh sendiri yang sudah cukup usang, kesannya sebagaimantan Panglima di medan perang dahulu Ia merasa bertanggung jawab untuk menyatakan hal tersebut didepan publik.

  Meski Raga Agam Batat Terkurung, Namun Pikirannya Tetap Merdeka

Disisi lain, kasus penangkapan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf tokoh GAM yang sungguh komit mempertahankan perdamaian Aceh sampai saat ini masih penuh tanda tanya besar. Irwandi dipilih oleh rakyat, sebab rakyat yakin bahwa Ia mampu merealisasikan akad-akad MoU yang belum terlaksana dan menenteng Aceh lebih baik kedepan. Namun Ia malah dituduh mendapatkan suap dari Bupati Bener Meriah Ahmadi. Padahal didalam fakta persidangan tidak ada satupun saksi yang menyebutkan bahwa Irwandi korupsi, ini terperinci bisa dilihat dalam seluruh proses rekaman persidangan.

Selanjutnya Izil Azhar alias Ayah Merin, Panglima GAM Wilayah Sabang juga ditetapkan sebagai tersangka dengan status DPO. Ayah Merin disangka menjadi mediator penerimaan gratifikasi kepada Irwandi Yusuf untuk masalah BPKS Sabang. Padahal hakim menetapkan bebas terhadap Irwandi untuk dakwaan BPKS alasannya adalah penuntut biasa tidak mampu mendatangkan Ayah Merin sebagai saksi.

Hal ini terkesan bahwa instrumen hukum sudah mulai dipakai oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam tokoh-tokoh GAM dengan kesalahan-kesalahan yang diciptakan dan dikait-kaitkan dengan suatu perkiraan sehingga publik mampu mendapatkan atas kriminalisasi aturan yang diskenariokan itu. Tidak tertutup kemungkinan Muzakir Manaf, Malek Mahmud, Zaini Abdullah, para Bupati/ Walikota dari GAM dan tokoh-tokoh GAM yang lain bisa dijerat juga karena mereka semua pernah punya jabatan dalam pemerintahan Aceh selaku penyelenggara negara.

Yang harus dimengerti bahwa para tokoh-tokoh GAM yang pernah berjuang untuk kemerdakaan Aceh ini mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap seluruh rakyat Aceh termasuk para eks kombatan didalamnya. Situasi dan kondisi di Aceh sangatlah berbeda dengan provinsi lain di Indonesia. Tidak mudah mempertahankan perdamaian Aceh sampai kini hampir genap 14 tahun.

  Tanpa Sadar Kita Sedang Terjebak Dengan Jurus Propaganda
11 Isi MoU Perjanjian Helsinki Yang Belum Terealisasi

Dengan bersatunya seluruh eks kombatan GAM di Aceh kini, hal ini menjadi suatu momentum yang sangat besar untuk memilih nasib kekhususan Aceh kedepan. Kita berharap Pemerintah pusat mampu segera mewujudkan apa yang sudah disepakati 14 tahun yang kemudian. Selama janji itu belum dipenuhi, ini akan menjadi suatu bahan penilaian bahwa perdamaian belum sepenuhnya tegak di Aceh dan akan memicu benih-benih konflik yang gres didalam penduduk .

By: Felix Rodriguez
30 Juli 2019 – Pukul 13.17