10+ Puisi Sapardi Djoko Damono Yang Paling Terkenal Dalam Usaha

Puisi Sapardi Djoko Damono – Bagi para penikmat karya sastra, pastinya tak asing dgn nama Sapardi Djoko Damono atau SDD. Ia adalah seorang penyair terkemuka di Indonesia.

Dalam menuliskan puisinya, Sapardi Djoko Damono kadang kala menggunakan pilihan diksi yg sederhana namun mempunyai makna yg lebih dr sekedar sederhana. Hal itulah yg membuat puisi Sapardi Djoko Damono begitu digemari oleh banyak orang.

Tak jarang, puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dikutip oleh para kawula muda untuk sekedar dijadikan status di akun sosial media. Lalu, bagaimana bantu-membantu puisi-puisi Sapardi Djoko Damono yg konon memang sungguh menjamah & penuh makna? Apa saja makna yg sesungguhnya terkandung dlm puisi-puisi tersebut? Mari lihat beberapa ulasan puisinya berikut ini!

 


Cinta Dalam Puisi Sapardi Djoko Damono

Dalam beberapa puisinya, Sapardi Djoko Damono tak jarang menuliskan wacana cinta. Umumnya ialah cinta pada seorang kekasih atau pujaan hati. Salah satu puisi dr Sapardi Djoko Damono yg punya makna akan cinta yakni puisi berikut ini:

Aku Ingin

Aku Ingin

“Aku ingin mencintaimu dgn sederhana

dengan kata yg tak sempat diucapkan

kayu pada api yg menjadikannya bubuk

Aku ingin mencintaimu dgn sederhana

dengan instruksi yg tak sempat disampaikan

awan pada hujan yg membuatnya tiada”

 

Puisi tersebut adalah salah satu puisi yg ada di buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni. Buku kumpulan puisi tersebut begitu terkenal dikalangan masyarakat, sebab buku tersebut pula telah diadaptasi menjadi suatu film dgn judul yg sama.

Dalam puisi Sapardi Djoko Damono tersebut, diksi yg digunakan memang begitu sederhana. Hampir tiap orang awam yg membaca puisi tersebut pasti tak gila dgn pilihan kata yg digunakan Sapardi. Namun, kalau dipahami lebih dalam, puisi tersebut bergotong-royong menjajal menceritakan perihal perasaan seseorang yg ingin mencintai seseorang dgn tulus & tanpa pamrih.

Si gue dlm puisi tersebut seolah tak mempunyai tendensi apapun dlm mengutarakan perasaannya. Bahkan ia cuma ingin mencintai pujaannya dgn sederhana, meskipun tak bisa atau tak mampu memilikinya.

  Kumpulan Puisi Bulan Juni Menyentuh Hati, Jangan Tanyakan Kabar Hujan

Dalam kata lain, puisi Sapardi Djoko Damono ini pula mengajarkan tentang keikhlasan. Tatkala perasaan tersebut tak berbalas atau mungkin tak tersampaikan, si gue ingin tetap menyayangi dgn apa adanya, tulus, & tak mengharap sesuatu yg berlebih.

Baca Juga: Puisi Tentang Lingkungan


Sarkastik Dalam Puisi Sapardi Djoko Damono

Selain perihal cinta, Sapardi Djoko Damono pernah menuliskan salah satu puisinya yg memiliki arti wacana sarkastik. Berikut ini acuan puisinya:

Yang Fana Adalah Waktu

Yang Fana Adalah Waktu

 

“Yang fana yaitu waktu.

Kita awet memungut detik demi detik, merangkainya mirip bunga

hingga pada suatu hari

kita lupa untuk apa

“Tapi, yg fana yakni waktu, bukan?” tanyamu.

Kita awet.”

 

Puisi Sapardi Djoko Damono yg satu ini ialah puisi yg menjadi bagian dr buku kumpulan puisi Perahu Kertas. Namun, puisi tersebut pula menjadi judul di novel kelanjutan Hujan Bulan Juni, yakni Yang Fana Adalah Waktu. Dalam puisi tersebut, Sapardi Djoko Damono sebenarnya ingin menunjukkan sindiran sarkastik. Bahwa insan lebih sering mencari hal-hal entah apa di dunia ini, sehingga insan lupa & merasa kalau dirinya akan infinit di dunia ini.

Lewat kata ‘kita abadi’, Sapardi bahwasanya ingin menunjukkan sindiran tersebut. Manusia bukanlah makhluk kekal, itu yg harusnya diingat. ‘memungut detik demi detik, merangakainya seperti bunga, hingga pada suatu hari kita lupa untuk apa’, dlm bait ini, sarkastik itu masih berlanjut. Manusia gampang ceroboh kepada apa yg sesungguhnya ingin mereka kerjakan di dunia.

Masih dgn diksinya yg sederhana, Sapardi Djoko Damono mencoba untuk menuliskan puisinya dgn opsi kata yg dapat dipahami oleh banyak orang. Namun, tetap saja dlm pemaknaan puisinya diperlukan analisa yg mendalam.

Baca Juga: Puisi Pendek


Rindu Dalam Puisi Sapardi Djoko Damono

Kerinduan yakni salah satu wangsit untuk menuliskan suatu puisi. Seringkali dijumpai banyak puisi yg membicarakan perihal kerinduan. Tak terkecuali oleh Sapardi Djoko Damono. Berikut ini ialah salah satu puisinya yg membahas wacana rindu:

Hujan Bulan Juni

Hujan Di Bulan Juni

“Tak ada yg lebih sabar Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya Pada pohon

berbunga itu Tak ada yg lebih bijak Dari hujan bulan Juni

Dihapuskannya jejak-jejak kakinya Yang ragu-ragu

di jalan itu Tak ada yg lebih arif Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yg tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu”

Kepopuleran puisi Sapardi Djoko Damono yg satu ini semestinya tak disangsikan lagi. Terlebih puisi ini telah diadaptasi dlm bentuk film yg diperankan oleh Adipati Dolken. Jika, melihat dr diksi yg dipakai oleh Sapardi, puisi ini lebih banyak menggunakan alam sebagai metafora, mirip hujan, pohon, akar, & pula bunga.

  Puisi Islami Munajat Cinta Sebelum Cahaya Fajar

Makna yg dapat dipahami dr puisi ini adalah tentang tabahnya seseorang dlm menahan kerinduan yg sengaja untuk tak disampaikan. Seperti halnya hujan bulan juni yg menahan keinginannya untuk tiba menyapa bumi.

Bahkan dlm puisi ini, Sapardi menuliskan metafora ketabahan hujan bulan juni dlm menahan rindu dgn tiga kata di tiap baitnya, yaitu tabah, bijak & cerdik. Diksi yg ada dlm puisi Sapardi Djoko Damono ini begitu indah bila dibaca. Sapardi begitu mahir dlm menyusun kata demi kata hingga para pembaca puisinya ikut tersentuh & merasakan begitu mendalamnya makna puisi ini.

 


Keabadian Dalam Puisi Sapardi Djoko Damono

Menjadi awet adalah ketidakmungkinan bagi manusia, akan tetapi, melalui puisinya, Sapardi Djoko Damono menjajal memperlihatkan bahwa keabadian itu pun bisa dijangkau dgn menuliskan sebuah puisi, seperti halnya puisi yg berjudul Pada Suatu Hari Nanti berikut ini:

Pada Suatu Hari Nanti

Pada Suatu Hari Nanti

“Pada Suatu Hari Nanti

pada suatu hari nanti

jasadku tak akan ada lagi

tapi dlm bait-bait sajak ini

kau takkan kurelakan sendiri

pada suatu hari nanti

suaraku tak terdengar lagi

tapi di antara larik-larik sajak ini

kau akan tetap kusiasati

pada suatu hari nanti

impianku pun tak diketahui lagi

namun di sela-sela huruf sajak ini

kau takkan lelah-letihnya kucari”

 

Pada Suatu Hari Nanti bisa dikatakan selaku puisi Sapardi Djoko Damono yg seolah ditujukan untuk para pembacanya. Secara garis besar, Sapardi ingin kekal dlm karyanya. Sehingga dlm puisi tersebut, Sapardi Djoko Damono mengutarakan angannya, bila pada suatu hari nanti dirinya sudah tak ada di dunia, ia ingin agar dirinya tetap terkenang oleh para pembacanya.

Lewat puisi ini, Sapardi Djoko Damono pula seolah memperlihatkan pesannya, bahwa salah satu cara untuk mengabadikan diri kita meski kita sudah tak ada di dunia ialah dgn menulis. Seperti pada bait-bait puisinya, Sapardi Djoko Damono menuliskan bahwa tatkala ia sudah tak ada di dunia, puisinya akan tetap infinit, bait-bait puisinya akan terus terbaca, & larik-larik sajaknya akan terus dicari oleh para pembacanya.

Masih sama dgn puisi-puisi sebelumnya, Sapardi bisa memainkan kata-kata yg sederhana menjadi rangkaian sajak yg menjamah. Metafora yg digunakan Sapardi Djoko Damono pula senantiasa mengena.

  7+ Puisi Pendek Murung Ihwal Hidup

Baca Juga: Puisi Perpisahan Sekolah


Sesal Dalam Puisi Sapardi Djoko Damono

Tentu setiap insan niscaya pernah merasakan penyesalan. Sapardi Djoko Damono pun tampaknya demikian. Seperti apakah penyesalan dlm puisi Sapardi Djoko Damono? Puisi berikut ini adalah salah satu contohnya:

Hatiku Selembar Daun

Hatiku Selembar Daun

 

Hatiku selembar daun terbang jatuh di rumput

Nanti dulu biarkan gue sejenak terbaring di sini ada yg masih

ingin kupandang yg selama ini senantiasa

luput Sesaat yaitu baka sebelum kausapu tamanmu setiap pagi

Kali ini, puisi Sapardi Djoko Damono memakai metafora alam lagi. Seperti pada kata daun & rumput. Jika dibaca, puisi Hatiku Selembar Daun mempunyai tone yg cukup murung. Daun yg digunakan selaku diksi oleh Sapardi Djoko Damono ialah ungkapan dr diri manusia.

Sebuah daun tentu saja punya masa dimana ia akan jatuh atau gugur. Begitu pula manusia. Ada masa dimana insan pula akan tiba di ujung waktu mereka. Dalam puisi ini, ada rasa sesal yg bahu-membahu coba diungkapkan oleh si aku. Di ujung sisa waktunya, si gue menjajal untuk melihat atau mengenang-ingat hal yg sudah terjadi dlm hidupnya. Sesuatu yg pada masa hidupnya tak pernah ia perhatikan, namun tatkala tiba di simpulan, hal tersebut malah menjadi sebuah penyesalan.

Hakikatnya, penyesalan memang selalu tiba di simpulan. Begitulah pesan singkat yg sebenarnya ingin disampaikan oleh puisi Sapardi Djoko Damono ini.

Selalu di setiap puisinya, Sapardi Djoko Damono tak akan lepas menggunakan opsi kata yg familiar. Namun, tetap saja sesederhana apapun diksi yg dipakai oleh Sapardi Djoko Damono, puisi-puisinya tak bisa diartikan dgn sederhana saja. Melainkan pesan-pesan yg disampaikan begitu menyentuh & sarat makna.

Penutup

Nah, kelima puisi di atas yaitu beberapa dr puisi yg ditulis oleh Sapardi Djoko Damono. Beberapa judul puisinya seperti Aku Ingin & Hujan Bulan Juni yaitu puisi yg cukup dikenal oleh penduduk luas. Akan tetapi, puisi Sapardi Djoko Damono yg lain pula memiliki ruang tersendiri di hati tiap pembacanya.

Kesederhanaan opsi kata, pula cara Sapardi Djoko Damono dlm merangkai kata menciptakan puisinya yg sederhana tak tampak lagi sederhana. Melainkan sarat dgn keindahan.

Metafora-metafora yg dipakai pula lebih banyak memakai hal-hal yg ada di dekatnya. Kebanyakan metafora yg dipakai dlm puisinya ialah alam. Hal tersebut mungkin coba disampaikan oleh Sapardi Djoko Damono, bahwa keindahan alam pun cukup menjadi inspirasinya untuk menuliskan puisi.

Setelah membaca puisi-puisi Sapardi Djoko Damono di atas & mengenali tentang makna dr tiap puisinya, kira-kira adakah satu puisi yg menggambarkan perasaanmu?

Puisi Sapardi Djoko Damono