Contoh Karya Sastra H.B. Jassin – Siapakah tokoh yg terkenal dgn julukan ‘Paus Sastra Indonesia’ ini? ia adalah H.B. Jassin yg memulai kariernya dr banyak membaca. Lahir 31 Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara, anak kedua dr enam bersaudara ini berayahkan seorang bekas kerani BPM yg ”kutu” buku.
CATASTROPHE
Hun vijver werd moeras,
Rust werd gevaar,
En nymphen zonken
Zwaar toen zij niet
Meer zwemmen konden.
Het bleekgroen riet
Week, door zwart poelgewas
Verstikt en overwoekerd,
Van de verwaasde oev’ren.
Toen enklen boven dreven,
Gezwollen als verworgden,
De heren los,
Doken die overleefden
Dieper in het bos.
Maar steeds naar de ramp getrokken
Zagen zij and’re doden
Die niet verdronken:
Zij die niet vloden
Liggend in ‘t slib, de voeten
Domplend in drabbig water,
Een prooi voor iedren sater,
Wiens bronst hen komt bezoeken.
Jakarta, 23 September 1945
Lagu Orang Usiran
Misalkan, kota ini punya penduduk sepuluh juta
Ada yg tinggal dlm gedung, ada yg tinggal dlm gua
Tapi tak ada daerah buat kita, sayangku, tapi tak ada kawasan buat kita
Pernah kita punya negri, & terkenang rayu
Lihat dlm peta,akan kamu ketemu di situ
Sekarang kita tak bisa ke situ, sayangku, kini kita tak bisa ke situ
Di taman kuburan ada sebatang pohon berdiri
Tumbuh segar saban kali animo semi
Pasjalan lama tak bisa tiru, sayangku, pasjalan usang tak mampu tiru
“Kalau tak punya pasjalan, kau resmi tak ada.”
Tapi kita masih hidup saja, sayangku, tetapi kita masih hidup saja.
Datang pada satu panitia, gue ditawarkan korsi
Dengan hormat gue diminta semoga tiba setahun lagi
Tapi ke mana kita pergi ini hari, sayangku, ke mana kita pergi ini hari.
Tiba di satu rapat umum; pembicara berdiri & kata:
“Jika mereka boleh masuk, mereka colong beras kita.”
Dia bicarakan kamu & saya, sayangku, ia bicarakan kamu & aku.
Kukira kudengar halilintar di langit membelah
Adalah Hitler di Eropah yg bilang: “Mereka mesti punah.”
Ah, kitalah yg dimaksudnya, sayangku, ah kitalah yg dimaksudnya.
Kulihat anjing kecil dlm baju panas tersadar
Kulihat pintu terbuka & kucing masuk begitu saja
Tapi bukan Yahudi Jerman, sayangku, tapi bukan Yahudi Jerman.
Turun ke pelabuhan & gue pergi berdiri ke tepi
Kelihatan ikan-ikan berenang merdeka sekali
Cuma sepuluh kaki dr aku, sayangku, cuma sepuluh kaki dr aku.
Jalan kemudian hutan, tampakburung-burung di pohon
Tidak punya jago-politik bernyanyi ria mereka konon
Mereka bukanlah para insan, sayangku, mereka bukanlah para manusia.
Kumimpi melihat gedung yg bertingkat seribu
Berjendela seribu & berpintu seribu
Tidak ada satupun kita punya, sayangku, tak ada satupun kita punya.
Berdiri di alun-alun besar ditimpa salju
Sepuluh ribu serdadu berbaris tiba & kemudian
Mereka mencari kamu & aku, sayangku, mereka mencari kau & saya.
(diterjemahkan dr puisi W.H. Auden, Song XXVIII)
Kidung Malam
Senja larut malampun kan secepatnya melalui
Apa yg tersisa dr peredaran dikala
Simpanlah letih & kesalmu sementara ini
Hangatkan diri dlm harap esok pagi
Karena ada yg mesti diucapkan demi kecintaan
Karena ada yg harus dikidungan demi keyakninan
Istirah usai kerja ialah upah ketabahan
Suara tulus menghibur digelisah kehidupan
Bila perkiraan tiba sesalpun kan terlupa
Lantaran keikhlasan & kesadaran bersahaja
Sekali lahir lepas dlm perjuangan
Digelap kebuntuanpun masih bersinar kepercayaan
Dan semua kan berartu bagi yg berani
Menempuh ketakutan masa paling sepi
Dengan mata terbuka dada pedat rasa
Sabar & setia, sabar menghadapinya
Senja larut malampun segera lewat
Apa yg tersisa dr himbauan dikala
Dilembut kidung malam yg ramah
Adalah kesyahduan bangun dlm sumerah
Angin Pagi
Dan angin pagipun balik kembali
mengusap-usap dada bumi
seperti kemarin, seperti kemarin
dalam kuap hangat ingin
Dan bocah-bocah berangkat ke sekolah
ke sekolah, bunda
langkah riah aneka irama
di sibuk jalanan semakin cerah
Duhai! Betapa kusuka, kusuka
daunan & tunas-tunas terbuka
mengembang di kemesraan
mengembang didegup usaha
Dan bumi bangkit lagi bangun kembali
Pertanda semua makin berarti makin bernilai
udara, langit & mentari
suara, angin & hati
Dan tangan-tangan dahsyat lagi keramat
penuh rahmat terkembag sarat rahmat
pada reranting serta daunan gugur
dipelukan bumi menggeliat subur
Duhai! Betapa kusuka, kusuka
yang tak kekal masih bersemi
demi cinta yaitu pengurbanan diri
dalam percaya akan kebenaran setia
dan hati berseri gembira
bangga, bapa
jiwa terbasuh segar & muda
disibuk semangat bernyala kerja
Dan angin pagipun balik kembali
mengusap ramah dada bumi
mirip kemarin, seperti kemarin
dalam harap hidup terjamin
Mimpi
Mau mengajaknya jalan-jalan
Tapi ibunya menjaganya, menjaganya dgn ketat
#
Dia rindu pada Lian,
Dia terpekik menyambut saya
Tidak menerka gue cinta padanya
Aku bekerja, bekerja, bekerja
Habibie senang tersenyum
Senang tersenyum menyaksikan gue melakukan pekerjaan
#
Buku-buku dicetak,
Buku-buku gres & cetak ulang
Buku-bukuku dicetak
Banyak, aneka macam
#
Aku salat, salat Tahajud,
Subuh, Lohor, Asar, Maghrib & Isa,
Aku salat sanah tiap salat wajib
Dan mengantardoa pada kedua orang tuaku,
Kepada Hamka & mitra-kawanku
Subagio Sastrowardojo & lain-lain
#
Hidupku hidup kasatmata & keinginan
Tak mampu kubedakan mana yg faktual mana keinginan
keduanya sama dlm hidupku
#
Aku berdoa: Ya Allah,
Bukakanlah hati semua orang
Bukakan hatinya mendapatkan Al-Quran Berwajah Puisi
Dan menyebarkannya keseluruh penjuru
#
Tak mampu gue bedaskan pengalaman nyata,
keinginan & prospek
Aku membaca, bacaanku pun menjadi aktual
Aku melayang ke istana Harun Alrasyid,
Melihat Hikayat Seribu satu Malam
#
Pagi-pagi ku baca koran,
Berita-berita terlukis di mata
Waktu tidur isu menjadi nyata
Bercampur baur kejadian & keinginan
Apa yg masuk & keluar benakku
Keduanya memiliki nilai yg sama
Benakku sungguh luar biasa
Apa yg keluar dr benak Taufik Ismail, Hamid Jabbar,
dan Sutardji Calzoum Bachri, menjadi bagian dr benakku
Alangkah besar alangkah Agung Tuhanku!
Kesasar di dlm Pikiran
Pernah kubaca, manusia besar kepala berkata:
“Akulah puncak segala yg sudah.
Dan mengandung segala yg datang.”
Sunglap kata, sunglap pikiran,
Ahli pikir, hebat penyair, pujangga-pujangga.
Semua mereka berputar-putar
Ke sasar di dlm pikiran
Semua suara ‘lah pernah kudengar,
Yang udik, yg bijaksana,
Yang bijaksana sebijaksananya,
Berpuluh kurun sudah tuanya.
Tiada ubah-ubahnya,
Ah, menjemukan belaka,
Permainan khayal bagi orang tiada melakukan pekerjaan ,
Melupakan dunia yg kasatmata.
1943
Alangkah ringkih badan insan
Walau seabad hidup di dunia
Hanya sedetik di samudra masa,
Lebih lama waktu terasa
Lebih hebat menderita raga & jiwa
Oleh dikacau nafsu kebendaan,
Di atas bumi sedang berputar
Hilangkan angkara murka
Ciptakan bahagia di stasiun antara
Dari keabadian ke keabadian
1945
Di tempatku terpencil jauh terasing
Kudengar suaramu penyanyi radio
Engkau menghibur hati & jiwa
Orang yg sakit tubuh merana
Di tempatku terpencil jauh terasing
Kubaca madahmu, wahai pengarang
Kau alirkan rasa, kau atur asumsi
Terkuak kegelapan, menyinar benderang.
Kulihat pula sekeliling orang berjasa
Dokter & suster, mantri & kacung
Bekerja bersama dlm susunan
Melawan penyakit menumpas derita.
Demikian adanya hidup di dunia
Saling menolong bahagia membahagiakan
Ya, Tuhan, kembalilah tenaga, kuatlah sayapku,
Aku ingin turut berbakti.
1945
Genderang berderam-deram,
Sepatu berderap-derap,
Terompet meteret-tet-tet,
Sorak manusia riuh gempita.
Lihat mereka tegap & gagah,
Arab, India, Tionghoa, & Indonesia.
Berbaris rapat teguh bersatu,
Satu tujuan: Asia Raya!
Menderu melintas mesin udara,
Tamsil pelindung yg Maha Kuasa,
Atas rakyat berjuta-juta.
Seluruh Asia bangun berbangkit,
Melepaskan belenggu perbudakan Barat,
Menuju Sinaran Matahari Terbit.
(Dimuat dlm Panji Pustaka No. 20 Th. VI, 16 Maret 1942)
Di atas runtuhan lahir & batin
Oleh gempa pertempuran dunia
Dalam sedih & duka dunia berjuang
Terlahir Negara Indonesia Merdeka
Semoga bangsa mulia sempurna
Senantiasa ingat pada Tuhan
Penjelmaan lahir segala yg indah
Di dlm laris & tindakan
Ya, Allah, berilah pandangan baru yg suci kekal
Dalam pekerjaan bangsa kami
Turut membentuk perdamaian dunia
Manusia utama lahir & batin
1945