Dorothea Rosa Herliany & Contoh Puisinya – Dorothea Rosa Herliany (lahir di Magelang, Jawa Tengah, 20 Oktober 1963) merupakan seorang penulis & penyair Indonesia. Setamat Sekolah Menengan Atas Stella Duce di Yogyakarta, ia melanjutkan pendidikan ke Jurusan Sastra Indonesia, FPBS IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta (sekarang Universitas Sanata Dharma) & tamat dr sana tahun 1987.
Selain menulis puisi, ia pula menulis cerpen, esai, resensi buku, & kritik seni. Karyanya termuat di banyak sekali media massa penting seperti Kompas, Suara Pembaruan, Horison, Kalam, Basis, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Republika, & lain-lain.Dari keseriusannya berkarya & bergelut dgn dunia sastra, Rosa telah menerima beberapa penghargaan antara lain Puisi Lingkungan Hidup Terbaik dr Menteri Lingkungan Hidup (1994), Sastrawan Terbaik Dari Persatuan Wartawan Jawa Tengah (1995), Budayawan Terbaik dr Pemerintah Daerah Magelang (1995), Satu dr 19 Wanita Ternama 1997, Majalah Femina (1997), Buku Puisi Terbaik untuk Buku “ Mimpi Gugur Daun Zaitun”, dr Dewan Kesenian Jakarta (2000), Nominator 5 Terbaik “Khatulistiwa Literary Award” untuk bukunya Kill The Radio (2003), Pengarang Terbaik dr Pusat Bahasa (2003), Menerima Anugerah Seni dr Kementerian Kebudayaan & Pariwisata RI (2004), memenangkan penghargaan Khatulistiwa Literary Award (2006) untuk buku puisinya Santa Rosa serta Cempaka Award 2011 sebagai perempuan berprestasi. .
Karya berbentukkumpulan sajak/ puisinya adalah Nyanyian Gaduh (Puisi Tunggal, Yogyakarta, 1987), Matahari Yang Mengalir (Nusa Indah, Ende, Flores, 1980), Kepompong Sunyi (Balai Pustaka, Jakarta, 1993), Nikah Ilalang (Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 1995, IndonesiaTera, 2003), Mimpi Gugur Daun Zaitun (Grasindo, Jakarta, 1999), Sebuah Radio Kumatikan, Kill The Radio (IndonesiaTera, Mei 2001), Para Pembunuh Waktu (Bentang, Yogya, 2002), Life Sentences (IndonesiaTera, English edition, 2004), Kill The Radio, dicetak untuk pasar Eropa oleh penerbit Arc Publication, London, 2007, Santa Rosa (IndonesiaTera, Agustus 2005, cetakan kedua: November 2006), schenk mir alles, was die Männer nicht besitzen. doch schenk mir nicht das Himmelreich / Beri Aku Semua Yang Dibutuhkan Lelaki, Tapi Bukan Surga (buku puisi 2 bahasa, Indonesia-Jerman, multi media dgn CD ROOM). Germany, Agustus 2009.
Sedangkan karya cerpennya yaitu Blencong (Balai Pustaka, Jakarta, 1995), Karikatur & Sepotong Cinta (Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 1995), Perempuan Yang Menunggu (IndonesiaTera, Magelang, 2000, dicetak lagi: 2003), & Cinta Tak Tumbuh di Sembarang Tempat (Indonesia Tera, 2005).
Karya yang lain berupa cerita anak & kisah remaja terkumpul dlm buku Dipo, si Pematung Batu (Jenar Melati Wangi, Jakarta, 1997), Medali Buat Sang Pemberani, Jakarta, (Gema Windu Pancakarsa, Jakarta, 1994), Cerita Sepanjang Sungai, (Jakarta, 1996), & Elegi Bagi Wesa, (Jakarta, 1996).
Tulisan berupa kisah rakyat dlm tertuang dlm buku Cerita Rakyat dr Kedu (Grasindo, 2003), Cerita Rakyat 33 Propinsi: Dari Aceh sampai Papua (cetakan ke 5: Mei 2008), & Cerita Rakyat Legenda Nusantara, dr 33 Propinsi (IndonesiaTera, 2010).
engkau nikahi ilalang. berumah di negeri
semaksemak. diamlah dlm kemerisik angin
yang mengecoh cakrawala.
kelam perkawinan & pesta syahwat. engkau
perlukan bunga-bunga ditaburkan. doadoa
penghabisan, & ziarah bertubitubi.
luas langit luas jagat batinmu. engkau
nikahi kesunyian yg ditinggalkan abadabad
nanti. berkumur cabikan tanah kering dan
pestisida. berkumur jagat hewankecil yang
mencari rumahrumah dlm tangis & sekarat.
mirip di atas bahtera kecil sendirian
saya terombangambing ombak kecil dlm tubuhku
bila gue terlelap, kumimpikan pangeran dgn jubah berderai
dan rambut mengurai beribu kalimat dengusnya yg dusta.
kulihat pancuran dr pedangnya yg panjang & gagah.
kutiup terompet gairahku dlm tetembangan dr tanah jauh.
alangkah ngelangut. alangkah deras rindu tanpa alamat.
alangkah sunyi & imitasi keinginan.
mirip di atas bahtera kecil sendirian
aku terjaga. tak terorganisir napasku. mencari beribu nama
dan alamt. dlm berjuta situs & bermiliar virus. berbaris
kisah cabul pesanpesan asmara yg memualkan.
saya sendirian, mirip lukisan wanita di depan jendela
: menatap maritim biru di batas langit. sambil membendung
topan & ombak yg mengikis karangkarang.
perahu yg ditinggalkan Nuh tersesat
dalam mimpiku: benihbenih siap dibiakkan
juga silsilah yg terceraiberai menjadi
tunas yg akan membuahkan kontradiksi
demi kontradiksi. benangkusut & ujung
yang tak pernahbisa didapatkan
tangis & keprihatinan, isyaratisyarat bertebaran.
dalam mimpiku: isyaratisyarat yg tak
padampadam berbiak jadi syairsyair
kesedihan, dgn notnot yang tak bisa
dinyanyikan.
rel ini lurus & panjang. gerbonggerbong
bergerit bagai keranda. mengusung tubuhtubuh
dan ruh yg membisu. stasiun demi stasiun: kita
menanti entahapa.
para penunggu yg setia. kaudengarkah? orangorang
ingin tahu, ke mana meraka akan dikirimkan.
sampai tepian…
1994
bunga yg tumbuh sudah
kujadikan tanda (atau kubur)
: kita pun selalu gagal
berduka.
dan selalu tersisa sesuatu yang
tak pernah selsai diucapkan.
usai menangis. antara getar dan
gigil: puisi pun gagal dibacakan.
1993
antara daundaun & musim kering, kausodorkan
wajahmu yg dahulu juga. seekor kupukupu bangkit
dari kepompongnya.
musim yg kautunggu.
dan cuaca yg senantiasa gagal. mestikah kita
berduka?
1994
kutempuh perjalanan menembus hutanhutan
kabut. kutempuh perjalanan melewati ganggang.
tak seletih menyusuri jalan lurus dlm syair
yang kaunyanyikan.
tanpa doa – dlm jagat batinku. sepi, alangkah
kekal. ibadahku bertubi: pada mimpi.
perempuan itu memikul dosa sendirian, seringan jeritannya
yang diam-diam: berlari di antara sekelebatan rusa yg dikejar segerombolan serigala.
kautulis igaunya yg hitam, mengendap di bayang dinding
tak memantulkan cahaya.
ia tulis diam-diam puisi yg perih dendam dlm gesekan rebab.
lalu ia hentakkan tumit penari indian yg gelap & mistis.
mengukur berapa leleh keringat pendakian itu.
sebelum mereka mengepalkan tinjunya
ke langit. & membusungkan dadanya yg kosong:
mulutnya yg busuk menumpahkan ribuan belatung & ulatulat.
membuat sungai sejarah: sepanjang abad!
Februari, 2000
seperti kalau kita berjalan di pusat perbelanjaan,
di pinggirpinggir toko & kaki lima
segalanya menggoda kita untuk menyaksikan: dgn positif!
hanya lemari beling & etalase, kalau saja kita
bukanlah sekelompok orang renta & renta dgn mata rabun
atau si buta dgn tongkatnya.
semuanya begitu faktual!
atau kalau saja kita bukan bayi yg berlangsung merangkak
atau anakanak usia bermain yg cuma tergoda kegembiraan.
bahkan suara orangorang gusar sepanjang jalan
dan rengekan pengemis yg lapar.
lagulagu sumbang pengamen, atau bahkan, kalau bisa bersuara,
bisikan sedih sesuatu yang dijajakan itu…
di ruangruang tanpa cahaya. bahkan ledakan bom dan
tembakan meriam tak bisa kita dengarkan.
Jakarta, 1999
Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia
1.
senantiasa, setiap perjalanan keluhkesah itu
kau tak ingin sampai, di atas andong kau
mengajukan pertanyaan siapa di antara kita kusirnya
kau tidak ingin sampai, di setiap tikungan
membaca arah angin & namanama gang.
orangorang, senantiasa seperti mengawali hari
berangkat & pulang, bergegas, & entah siapa
mengejar-ngejar & siapa diburu.
kita pun melangkah di antara perjalanan keluhkesah.
dan selalu gagal membaca arah.
2.
desa demi desa, namun jadinya
kau cuma sendiri di atas catatan duka
di gugusan hari, kenapa selalu kau buka buku harian
:alasannya katamu, ingatan itu racun.
hari ini gue menyaksikan wajahmu
seperti patungpatung gerabah di Kasongan.
lalu hatiku tertawa, mengejek realita hidup.
alasannya masa lalu itu racun, & kita
bersenangsenang atas kesedihan hari ini.
maka, bila rindu, pulang saja ke hotel, & gambarlah
rumah & hirukpikuk kotamu yg besar kepala.
3.
kutunggu sepanjang rel & bangkubangku yg bisu.
kuingin Yogya, untuk seluruh waktu senggangmu,
sebab hidup harus dijumlah & setiap tetes keringat
dan untuk itulah gue menanggalkan detik demi detik usiaku?
kutunggu kau-sekalian di stasiun, hingga detik menjadi tahun.
4.
tapi seorang perempuan kecil meminta sekeping duit logam,
dan menyanyikan kesedihan yg membeku di matahari terik
dan aspal membara,
tak selesai, ya, memang tak pernah selesai.
cuma mulutnya yg bergerakgerak di luar beling
dan suara mencekam Sutherland.
Yogya kian tua, & dimanamana kudengar
ceritacerita kesedihan.
namun di pasar Ngasem, kamu-sekalian mampu berbelanja
seekor burung yg tak henti berkicau,
dan menjadi begitu pendiam ketika kaubawa pulang.
5.
tampaknya seorang gadis sudah patah hati,
dan mencari kekasihnya di etalaseetalase
dan di antara tumpukan barangbarang kaki lima,
tak kutemu, di seluruh sudut kota ini pun tak ada
bayangbayang kekasih itu.
kutemukan surat itu, & kukirimkan kembali
entah ke mana, suatu hari kau menemuiku,
dan membawa segenggam surat hitam: tak beralamat,
tetapi kau tak pernah membacanya,
dan gue menulis kembali surat demi surat tak beralamat
dan tak kukirim ke manapun.
6.
rindu kadang menyakitkan
tetapi apa yg disembunyikan kota usang ini?
seseorang tidak mau pergi
dan membangun suatu rumahsiput.
seseorang tak ingin pergi
dan mencatat berderet kejadian
untuk menjadikannya cuma kenangan.
Yogya, 1999