Abdul Hadi WM & Contoh Puisinya – Abdul Hadi WM atau yg memiliki nama lengkap Abdul Hadi Widji Muthahari ialah seorang sastrawan, budayawan & ahli filsafat Indonesia. Ia diketahui lewat karya-karyanya yg bernafaskan sufistik, penelitian-penelitiannya dlm bidang kesusastraan Melayu Nusantara & pandangan-pandangannya ihwal Islam & pluralisme.
Abdul Hadi merupakan keturunan dr saudagar Tionghoa yg hijrah & menetap di Sumenep. Ayahnya, K. Abu Muthar, yaitu seorang saudagar & guru bahasa Jerman. Sementara ibunya, R. A. Martiya ialah putri keraton Solo. Anak sulung dr empat bersaudara ini sudah mengenal bacaan berat dr pemikir-pemikir mirip Plato, Socrates, Imam Ghazali, Rabindranath Tagore, & Muhammad Iqbal semenjak ia kecil.
Sementara itu, keterlibatan Hadi dlm bidang jurnalistik ditunjukkannya semenjak masa kuliah. Ia menjadi redaktur di beberapa majalah, mirip Gema Mahasiswa UGM, Mahasiswa Indonesia, & lain-lain. Pria yg pernah mengenyam pendidikan di Iowa, Jerman, serta Malaysia ini gemar menulis tentang kesepian, kematian, & waktu. Seiring dgn waktu, karya-karyanya makin berpengaruh diwarnai oleh tasawuf Islam. Meskipun orang sering membandingkan tulisan Hadi dgn teman dekat karibnya, Taufiq Ismail, ia mengaku bahwa ia lebih mengajak orang untuk mengalami pengalaman religius yg ia rasakan, sementara Taufiq hanya menekankan segi moralitasnya.
Penikmat karya Bach, Beethoven, & The Beatles ini pula mendirikan sebuah pesantren di kota kelahirannya tahun 1990 bersama teman-temannya, Zawawi Imron & Ahmad Fudholi Zaini. Nama pesantren tersebut adalah “Pesantren An-Naba“, yg terdiri dr masjid, asrama, & sanggar seni daerah para santri diajari sastra, seni rupa (berikut memahat & mematung), rancangan, kaligrafi, mengukir, keramik, musik, seni bunyi, & drama.
Penerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan tahun 2010 dr Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menikah dgn wartawati & pelukis Tedjawati Koentjoro & dikaruniai tiga orang putri. Kini ia aktif mengajar di beberapa universitas terkemuka di Jakarta.
Berikut karya sastra yg Abdul Hadi tulis dlm bentuk puisi yg mampu Sobat simak.
Tuhan
Kita begitu erat
Sebagai api dgn panas
Aku panas dlm apimu
Tuhan
Kita begitu akrab
Seperti kain dgn kapas
Aku kapas dlm kainmu
Tuhan
Kita begitu erat
Seperti angin dgn arahnya
Kita begitu akrab
Dalam gelap
Kini gue nyala
Pada lampu padammu
Merdunya & merdunya
Suara hujan
Gempita pohon-pohonan
Menerima serakan
Sayap-sayap burung
Menggema & segar kembali
Seakan busukan daungladiola
Menyanyi dlm langsai-langsai pelangi biru
Memintas-mintas cuaca
Nasib yg bergerak
Jiwa yg bertempur
Gempita bumi
Menerima hembusan
Sayap-sayap kata
Yang telah menjadi kebiasaan alam
Bergerak atau bergolak & bangun
Berubah & berpindah dlm pendaran warna-warni
Melintas & melewat dlm masbodoh & panas
Merdu yg tiada bosan-bosannya
Melulung & tiada kembali
Seakan-akan memijar api
1970
Selalu tak mampu kulihat kau dgn terperinci
Padahal gue tidak rabun & kau tak pula bercadar
Hanya setiap hal memang harus diwajarkan bagai semula:
Selera makan, gerak tangan, gaya percakapan, bayang-bayang dingklik
Bahkan langkah-langkah kehidupan menuju mati
bertemu bagai dua ekspresi yg lagi berciuman
Dan mirip seekor kucing yg mengintai mangsanya di dahan pohon
Menginginkan burung intaiannya bukan melulu kiasan
1975
Di dlm hutan nenek moyangku
Aku cuma sebatang pohon mangga
— tak berbuah tak berdaun —
Ayahku berkata, “Tanah tempat kamu berkembang
Memang tak subur, nak!” sambil makan
buah-buahan dr pohon kakekku dgn lahapnya
tanpa sepengetahuan istriku
saya pun mencuri & makan buah-buahan
dari pohon anakku yg belum masak
1975
Laut tidur. Langit lembap
Seakan dlm kolam awan berenang
Pada siapakah menyanyi gerimis malam ini
Dan angin masih saja berembus, walau sendiri
Kita tak tahu ke mana pulang malam ini
Atau barangkali hanya dua pasang sepatu kita
Bergegas dlm kabut, topiku mengeluh
Lalu jatuh
sebebas tubuh
dan kita serasa hingga, kita lupa
Gerimis terhenti antara sauh-sauh yg gemuruh
Di kamar kita berpelukan bagai dua rumah yg mau rubuh
1974
rama-rama, gue ingin rasamu yg hangat
meraba cahaya
terbanglah jangan ke bunga, namun ke laut
menjelmalah kembang di karang
di rambutmu jari-jari matahari yg hambar
kadang mengembuni mata, kadang fikiran
melimpahinya dgn salju & hutan yg lebat
1974
Aku ingin bangun dini hari, melihat fajar putih
memecahkan kulit-kulit kerang yg tertutup —
Menjelang tidur kupahat sinar bulan yg lelah itu
yang menyelinap dlm semak-semak salju terakhir
ninabobo yg menentramkan, kupahatkan padanya
sebelum matahari memasang kaca berkilauan
Waktu senantiasa melimpahi langit sepi dgn kabut dulu
kemudian angin perlahan-lahan & ribut memancarkan pagi
— burung-burung hai ini, sedang animo hambar yg hanyut
masih baka mirip hari kemarin yg mengiba
harus mengkonsumsi beratus-ratus masa lampauku
Mungkin kamu tak harus kabur, sela
bayang-bayangmu
yang menjauh & mengelak
dari terang lampu
Ia senantiasa menjauh & mengelak
dari terang lampu
mencari-cari bentuk & namanya
yang tak pernah ada
1974
Kata maut: Sesungguhnya akulah yg memperdayamu pergi mengembara hingga tak ingat rumah
menyusuri gurun-gurun & lembah ke luarmasuk ruang-ruang kosong jagad raya mencari suara
merdu Nabi Daud yg kusembunyikan sejak berabad-periode lamanya
memberi umpan lezat yg tak pernah menge-nyangkan hingga kamu pun tergiur ingin lagi dan
ingin lagi sampai gelisah dr zaman ke zaman mencari-cari nyawa Habil yg kau kira fana
mengembara ke pelosok-pelosok dunia bagaikan Don Kisot yg malang
1974
Aku berikan seutas rambut padamu untuk ingatan
tetapi kamu ingin merampas seluruh rambutku dr kepala
Ini musim panas atau bahkan tengah trend panas
langkahmu datang & pergi antara ketokan jam yg berat
daun-daun kering risik di pohon ingin berdentuman
ke air selokan yg deras
langkahmu tiba & pergi antara ketokan jam yg berat
tetapi kau ingin merampas seluruh tanganku dr lengan
Ini trend atau simpulan animo panas gue tak tahu
Burung-burung kejang di udara terik seakan penatku padamu
Tapi tak sampai rasanya hari iniku untuk berjumpa
1974