√ Ujaran Kebencian Di Media

Ujaran Kebencian di Media : Bagaimana Sebuah Konten Jurnalistik Bisa Dikatakan Mengandung Ujaran Kebencian ?

Ujaran kebencian di media menjadi permasalahan yg cukup serius. Sebab produksi ujaran kebencian di kurun reformasi bertambah banyak saja di produksi oleh banyak sekali penutur di Dunia. Kendatipun nyaris semua negara mengendalikan ketat, terkait dgn ujaran kebencian.

Antar negara yg satu, dgn negara yang lain mempunyai tolok ukur berlainan – beda, mana yg termasuk ujaran & mana yg tidak. Lalu apa sih, definisi dr ujaran kebencian yg bekerjsama ?

Definisi atau Pengertian Ujaran Kebencian

Pakar komunikasi, Bleich Erik, menyampaikan bahwa ujaran kebencian ( hate speech ) merupakan suatu ujaran yg didalamnya mengandung kekererasan & dugaan kepada banyak sekali kalangan tertentu. Bagian yg mewakili dr kelompok yg dimaksud yakni berdasarkan kelompok ras, etnis, gender, & agama.

Definisi ujaran kebencian yg seperti itu mampu saja berlawanan pengertiannya di negara lain. Namun, kita dapat menelaah dgn cermat, bahwa ada salah satu perjanjian internasional yg memuat beberapa persetujuan terkait dgn difinisi ujaran kebencian.

Ujaran Kebencian Di Media

Menurut International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) contohnya, ujaran kebencian didefinisikan selaku berikut. Segala propaganda perang dilarang dengan-cara hukum.

Baca juga: Penggunaan Bahasa Jurnalistik Dalam Media

Ujar kebencian yaitu segala jenis advokasi terhadap kebencian yg berlandaskan kebangsaan, ras, atau agama yg menghasut diskriminasi, kebencian, atau kekerasan tidak boleh dengan-cara aturan.

  √ Kelemahan dan Kelebihan Pemakaian Singkatan Dalam Media Online

Dari pengertian mirip itu. Ujaran kebencian merupakan berikatan bersahabat dgn konsep kebebasan berbicara yg dibatasi dgn norma – norma lokal. Artinya, untuk memahami sebuah ujaran, kita perlu mengerti norma sosial kemasyarakatan yg ada pada masyarakat tuturnya.

Kebebasan Berbicara & Batas-Batasnya

Sejak era pencerahan, keleluasaan mengatakan dianggap penting dlm demokrasi. Demi suatu metode pemerintahan dimana rakyat memerintah diri mereka sendiri, rakyat harus terinformasi dgn baik.

Maka, arus gosip & ajaran tak boleh dikekang oleh kekuasaan. Jika kekuasaan memilih apa yg boleh dibicarakan & apa yg tidak, tirani akan lahir.

Apakah Ini Berarti Bahwa Kebebasan Berbicara Tidak Memiliki Batas?

Dalam On Liberty (1859), John Stuart Mill berargumen bahwa diskusi & argumen apapun mesti diberi kebebasan & didorong hingga batas-batas logika logika, bukan batas-batas emosional atau moral. Suatu argumen tak boleh dihentikan hanya alasannya ia menyinggung atau kontroversial selama ia mungkin mengandung kebenaran.

Namun, Mill pula memperkenalkan “prinsip kerusakan” (harm principle), sebuah bentuk pembatasan atas kebebasan berbicara yg berbunyi: “satu-satunya ketika dimana kekuasaan boleh dipakai untuk menekan suatu individu, yakni untuk menangkal kerusakan pada individu-individu lain.”

Prinsip kerusakan inilah yg menjadi dasar logika ICCPR. Diskusi rasional tanpa kekangan memang menjadi tulang punggung demokrasi, tetapi tatkala ujaran tertentu ternyata dianggap menyebabkan lebih banyak kerusakan ketimbang faedah, ia tak lagi perlu dilindungi.

Hak berbicara pula berhenti berlaku tatkala ia melanggar hak & reputasi orang lain tanpa justifikasi, yg diwujudkan dlm rancangan pencemaran nama baik. Contoh nyatanya: jikalau saya mengucapkan fitnah atau perkataan yg merusak reputasi Anda tanpa dasar yg besar lengan berkuasa, saya mampu diserang dgn pasal pencemaran nama baik & pasal ujaran kebencian. Sedangkan pada dunia jurnalistik, ujaran kebencian di media dikaitkan dgn kalimat SARA. Media-media jurnalistik di Indonesia sangat menyingkir dari ujaran-ujaran, kritik-kritik sosial berbasis sara.

  √ 5 Fungsi Diam dalam Komunikasi Non Verbal

Daftar Pustaka

Bleich, Erik. (2011). The Rise of Hate Speech and Hate Crime Laws in Liberal Democracies. Journal of Ethnic and Migration Studies, 27:6, 917 – 934.

Mill, J.S. (1991). On Liberty and Other Essays. Oxford: Oxford University Press.