Sejarah Agresi Militer Belanda 1 dan 2 (Latar Belakang, Peristiwa, & Tujuan) – Berikut ini terdapat sejarah lengkap mengenai aksi militer Belanda pertama dan kedua.
Daftar Isi
A. Agresi Militer Belanda 1
Setelah Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda ingin kembali menguasi Indonesia. Dengan diboncengi oleh pihak sekutu, Inggris, Belanda melakukan penyerangan-penyerangan terhadap Negara Indonesia.
Latar belakang
Agresi Militer Belanda 1 dilatar belakangi oleh Belanda yang tidak mendapatkan hasil Perundingan Linggajati yang sudah disepakati bareng pada tanggal 25 Maret 1947. Atas dasar tersebut, pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melaksanakan agresi militer pertamanya dengan menggempur Indonesia.
Tujuan Agresi Militer Belanda 1
Agresi militer pertama yang dilakukan oleh Belanda mengandung beberapa misi yang mesti mereka selesaikan. Adapun tujuan dari agresi militer ini adalah sebaga berikut:
1. Bidang Politik
Mengepung ibu kota RI dan menghapus RI dari peta (menetralisir de facto RI).
2. Bidang Ekonomi
Merebut daerah-tempat penting, mirip Jawa Barat dan Timur sebagai penghasil materi makanan, Sumatera sebagai kawasan perkebunan dan pertambangan.
3. Bidang Militer
Menghancurkan Tentara Negara Indonesia (TNI).
Sejarah Agresi Militer Belanda 1
Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda menggempur Indonesia dengan menyerang Pulau Jawa dan Sumatra. Pasukan TNI yang dikejutkan dengan serangan tersebut, terpencar-pencar dan mundur ke daerah pinggiran untuk membangun tempat pertahanan baru. Pasukan TNI selanjutnya membatasi pergerakan pasukan Belanda dengan seni manajemen perang gerilya. Dengan seni administrasi ini, Pasukan TNI sukses mempersulit Belanda.
Meskipun Belanda sukses menduduki beberapa kota-kota penting, akan namun justru hal ini membuat posisi Republik Indonesia naik di mata dunia. Banyak negara-negara yang simpati dengan Republik Indonesia, menyerupai Liga Arab yang alhasil mengakui kemerdekaan Indonesia semenjak 18 November 1946.
Agresi militer yang dilakukan oleh Belanda kepada Indonesia menimbulkan permusuhan negara-negara Liga Arab kepada Belanda. Dengan demikian, kedudukan Republik Indonesia di Timur Tengah secara politik meningkat.
Dewan Keamanan PBB pun ikut campur dalam problem ini, dan membentuk Komisi Tiga Negara untuk menuntaskan pertentangan ini melalui serangkaian negosiasi, ibarat Perundingan Renville dan Perundingan Kaliurang. Akan namun, negosiasi-negosiasi tersebut tetap tidak diindahkan oleh Belanda.
Agresi Militer Belanda 2
Kegagalan PBB dalam menuntaskan pertentangan antara Belanda-Indonesia lewat jalan negosiasi mengakibatkan Belanda tetap bersikeras untuk menguasai Republik Indonesia. Oleh sebab itu, Belanda melancarkan aksi militernya yang kedua.
Latar Belakang
Agresi militer Belanda 2 dilatarbelakangi oleh kekecewaan mereka terhadap pejanjian Renvile yang sudah disepakati. Mereka menolak adanya pembagian kekuasaan dan tetap ingin menguasai Republik Indonesia seutuhnya.
Sejarah Agresi Militer 2
Pada tanggal 19 Desember 1948, sempurna pukul 06.00, Belanda melancarkan serangannya ke Ibu Kota Indonesia pada ketika itu, Yogyakarta. Dalam insiden ini, Belanda menangkap dan mempesona pimpinan- pimpinan RI, menyerupai Presiden Soekarno, Wapres Moh. Hatta, Syahrir (Penasihat Presiden) dan beberapa menteri termasuk Menteri Luar Negeri Agus Salim.
Presiden Soekarno dan Moh. Hatta kemudian diasingkan di Bangka. Jatuhnya Yogyakarta, dan ditawannya beberapa pimpinan RI menciptakan Belanda merasa telah menguasai Indonesia dan secepatnya membentuk Pemerintah Federal.
Akan namun, sebelum Belanda membentuk Pemerintahan Federal, Ir. Soekarno meminta Syarifudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Selanjutnya, Pada tanggal 19 Desember 1948 Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) berhasil dibentuk di Bukittinggi, Sumatera.
Sementara itu Belanda terus menambah pasukannya ke wilayah RI untuk menandakan bahwa mereka telah menguasai Indonesia. Namun pada kenyataannya, Belanda hanya menguasai daerah perkotaan dan jalan raya, sementara itu Pemerintahan RI masih terus berjalan sampai di wilayah pedesaan.
Rakyat dan TNI bersatu berperang melawan Belanda menggunakan siasat gerilya. Tentara Nasional Indonesia yang berada di bawah pimpinan Jenderal Sudirman melancarkan serangan terhadap Belanda dan menghancurkan fasilitas-fasilitas penting, seperti: memutus kawat-kawat telepon, jalan-jalan kereta api, dan merusak jembatan semoga Belanda tidak sanggup menggunakannya.
Meskipun Jenderal Sudirman sedang berada dalam kondisi sakit, Beliau masih sanggup berperang dengan bergerilya di Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan menempuh perjalanan dari Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan Kediri.
Pada tanggal 23 Desember 1948, Pemerintah Darurat RI mengantarkan perintah Kepada wakil RI di PBB untuk menunjukkan bahwa pemerintah RI bersedia untuk penghentian peperangan dan menyelenggarakan perundingan.
Namun, Belanda tidak mengindahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949 untuk menghentikan perang. Mereka pula menyakini bahwa RI telah hilang. Akan tetapi, Tentara Nasional Indonesia dan rakyat melancarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 untuk menunjukan bahwa RI masih ada dan TNI masih kuat.
Serangan ini sukses memukul Belanda keluar dari Yogyakarta. Meskipun Yogyakarta hanya berhasil dikuasai selama 6 jam, realita ini membuktikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap berjalan.
Sumber https://www.kakakpintar.id