√ Ringkasan Cerita Rakyat Telaga Bidadari dan Unsur Intrinsiknya

Mungkin Legenda Jaka Tarub bukan hal yg asing lagi ya? Kebanyakan dr kita sudah mengetahui kisah rakyat Jaka Tarub.

Ternyata ada legenda yg sejenis dgn Jaka Tarub, yaitu legenda telaga bidadari.

Dari namanya saja sudah ibarat dgn kisah Jaka Tarub & tujuh bidadari.

Hanya saja asal ceritanya yg berbeda. Jika dongeng rakyat Jaka Tarub berasal dr Jawa Tengah. Maka kisah rakyat Telaga Bidadari berasal dr Kalimantan Selatan.

Selain itu, nama tokoh & latar ceritanya sungguh berbeda. Namun inti ceritanya cukup ibarat.

Yakni menceritakan seorang pemuda tampan yg jatuh cinta pada bidadari hingga rela menyembunyikan selendangnya semoga bidadari tersebut tinggal di bumi.

Untuk rincian ceritanya, yuk simak ringkasan ceritanya beserta bagian instrinsik dongeng.

Setelah itu, ananda mampu membandingkan antara kisah Jaka Tarub dgn kisah Telaga Bidadari.

Daftar Isi

Sang Penguasa Hutan Awang Sukma

Pada zaman dahulu, ada seorang perjaka ganteng & bertubuh gagah. Pemuda tersebut bernama Awang Sukma.

Awang Sukma gemar mengembara, berpindah dr kawasan satu ke daerah lain untuk mengamati kehidupan makhluk hidup.

Selain berpindah dr kawasan lain, Awang Sukma pula gemar menyusuri hutan belantara.

Bahkan di hutan belantara ia memiliki rumah yg di bangkit antara pohon-pohon besar.

Selama tinggal di hutan, ia merasa hening & tenteram. Awang Sukma senang dapat berdampingan dgn binatang-hewan yg ada di hutan.

Hingga suatu hari, ia di angkat menjadi penguasa hutan & mendapat gelar Datu. Sebagai penguasa hutan, Datu Awang Sukma senantiasa berkeliling hutan.

Dia memperhatikan setiap kawasan kekuasaannya, tanpa terkecuali telaga yg airnya sangat jernih.

Di akrab telaga itu ada pohon rindang yg penuh dgn buah-buahan.

Banyak serangga & burung yg menetap di pohon tersebut. Hal ini membuat situasi telaga menjadi sungguh indah & asri.

Setiap hari Awang Sukma sering menghabiskan waktu dgn duduk di bawah pohon rindang erat telaga.

Sembari melantunkan lagu dgn meniup seruling kesayangannya.

Namun, hari itu secara tiba-tiba terdengar suara yg cukup keras & berisik dr arah telaga.

Seketika itu Datu Awang Sukma berhenti meniup seruling. ia menjajal melihat keadaan di akrab telaga dgn mengintip dr balik batu besar.

Bertemu Para Bidadari

Setelah mengintip di balik batu, betapa terkejutnya Awang Sukma tatkala menyaksikan tujuh bidadari sedang bermain air di telaga.

Awang pribadi kesengsem dgn keelokan kumpulan gadis manis itu. Dalam hatinya ia mengajukan pertanyaan-tanya.

Siapa mereka, kenapa elok sekali? Apa benar gadis anggun itu yakni bidadari?. Gumam Awang.

Tujuh bidadari itu meletakkan selendangnya di tepi telaga. Selendang bidadari cukup berharga & satu-satunya alat untuk kembali ke kahyangan.

Mereka yg tengah asyik bermain di telaga, tak memperhatikan keadaan sekitar.

Melihat hal itu, Awang kemudian menemukan wangsit untuk mengambil salah satu selendang bidadari.

Kebetulan salah satu selendang bidadari letaknya tak jauh dr tempat Awang Sukma bersembunyi.

Dengan cepat Awang pribadi mengambil salah satu selendang bidadari itu & menyembunyikannya.

Sang Bidadari Kehilangan Selendang

Gerakan Awang Sukma untuk mengambil selendang menjadikan suara bersisik.

Para bidadari yg tengah asyik bermain air kemudian terkejut. Mereka bergegas ke tepi telaga & mengambil selendang masing-masing.

Namun, salah satu bidadari kehilangan selendangnya. Setelah mencari cukup usang, keenam saudaranya meninggalkan ia.

Keenam bidadari pribadi bergegas untuk kembali ke kahyangan. Sang bidadari yg kehilangan selendangnya cuma mampu menangis.

Melihat hal itu, Datu Awang Sukma keluar dr tempat persembunyiannya seolah tak terjadi apa-apa. ia kemudian mendekati bidadari tersebut.

“Wahai sang putri, ada apa gerangan? Mengapa kau-sekalian menangis?”. Tanya Awang Sukma.

Pada mulanya bidadari itu ragu untuk menerima santunan pria tak dikenal itu.

Namun sang bidadari tak mempunyai opsi lain, selain menerima sumbangan lelaki asing itu.

Sang bidadari kemudian ikut ke rumah Awang Sukma yg ada di hutan & tinggal bersamanya.

Di dlm hutan belantara ini, hanya ada Awang Sukma & sang bidadari saja.

Setelah sekian usang tinggal bersama, tumbuhlah benih cinta antara kedua. Akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.

Dari pernikahannya dgn Awang Sukma, sang bidadari melahirkan seorang putri yg di beri nama Kumalasari.

Hidup mereka harmonis, apalagi setelah memiliki anak semakin lengkap kebahagiaannya.

Sang Bidadari Kembali Ke Kahyangan

Pada suatu hari ada ayam hitam yg sedang mengacak-ngacak lumbung padi Awang Sukma.

Sang bidadari yg melihat langsung bergegas untuk mengejar-ngejar & menghalau ayam hitam.

Kemudian sang bidadari menyaksikan ada bumbung kayu yg tergeletak di akrab lumbung padi.

“Kenapa ada bumbung disini? Kira-kira apa isi bumbung ini?”. Gumam sang bidadari seraya ingin tau. 

Rasa penasaran sang bidadari menjadikannya membuka tutup bumbung tersebut.

Setelah di buka, betapa terkejutnya ia melihat isi bumbung itu.

“Apa ini selendangku? Iya ini selendangku! Mengapa ada disini?”. Ujar sang bidadari dgn nada tak yakin selendangnya sudah ketemu.

Sang bidadari merasa kesal sekaligus bahagia. Bahagia karena yg selama ini di cari sudah ketemu & ia senang karena mampu kembali ke kahyangan.

Kesal karena telah lama mencari selendangnya, namun ternyata ada di rumahnya.

Kebenaran yg membuat sang bidadari semakin murka ialah karena sang suami yg menyembunyikan selendangnya.

Tanpa berpikir panjang, sang bidadari sudah membulatkan tekadnya untuk kembali ke kahyangan.

Dia secepatnya bergegas menggunakan selendangnya untuk bersiap kembali ke kahyangan.

“Selendangku sudah di peroleh, sekarang waktuku sudah tiba untuk kembali ke kahyangan”. Ungkap sang bidadari.

Baca Juga : √ Ringkasan Cerita Asal Mula Telaga Warna & Unsur Intrinsiknya

Penyesalan Awang Sukma

Melihat sang istri yg akan kembali ke kahyangan. Awang Sukma mendekatinya sambil meminta maaf dgn penuh penyesalan.

Awang benar-benar menyesal karena sudah menyembunyikan selendang istrinya.

Namun, penyesalan Awang tak menciptakan sang bidadari luluh. ia tetap teguh pendirian untuk kembali ke kahyangan.

“Suamiku, gue titipkan Kumalasari padamu. Rawat ia dgn baik, lantaran gue akan kembali ke kahyangan”. Pesan sang bidadari pada suaminya.

Sang bidadari menyerahkan anaknya yakni Kumalasari pada Awang Sukma. Hati Awang sangat sedih sekaligus menyesal lantaran istrinya akan pergi.

“Suamiku, tatkala Kumalasari merindukanku panggil gue dgn membunyikan seruling. Dan masukkan tujuh butir kemiri pada bakul. Lalu goncang-goncangkan bakul tersebut serempak dgn bunyi seruling”. Ujar sang bidadari.

Setelah mengatakan hal itu, sang bidadari bergegas terbang & kembali ke kahyangan.

Datu Awang Sukma hanya mampu meratapi perbuatannya & sedih menyaksikan istrinya pergi meninggalkannya & anaknya.

Setelah peristiwa itu, Awang Sukmah bersumpah untuk melarang anak keturunannya semoga tak memelihara ayam hitam.

Awang Sukma merasa bahwa penyebab bencana alam dlm keluarganya ialah ayam hitam tersebut.

Jika saja ayam hitam tak masuk ke lumbung padi, sudah pasti istrinya masih ada di bumi untuk merawat anaknya. Kehidupannya pasti sangat bahagia bareng keluarga kecilnya.

Baca Juga : √ Cerita Rakyat Asal Usul Kali Gajah Wong

Unsur Intrinsik Cerita Telaga Bidadari

Setelah membaca cerita dengan-cara keseluruhan, berikutnya kita dapat menganalisis komponen intrinsiknya.

Berikut bagian-bagian instrinsik

Tema

Tema Cerita
Cerita rakyat telaga bidadari bernuansa ihwal seorang bidadari yg tak bisa kembali ke kahyangan lantaran kehilangan selendang saktinya. Selendang yg selama ini di cari, ternyata di sembunyikan oleh lelaki yg menolongnya sekaligus lelaki yg menjadi suaminya.

Tokoh

Tokoh Cerita & Penokohan
Tokoh utama dlm legenda telaga bidadari ada dua, yakni Awang Sukma & sang bidadari.

  • Awang Sukma ialah perjaka yg tampan & gagah. Sifat Awang Sukma adalah tamak & pembohong.

Awang rela berbohong dgn menyembunyikan selendang sang bidadari agar mampu menikahinya.

Setelah kebohongannya terbongkar, Awang masih bersikap tamak dgn memohon biar sang istri tetap tinggal di bumi bareng anaknya.

  • Sang Bidadari yakni istri Awang Sukma. Di gambarkan sebagai tokoh yg memiliki sifat penyayang & pemaaf.

Sang bidadari memaafkan kebohongan suaminya, walaupun suaminya sudah menyembunyikan selendangnya.

Dia pula mencintai anaknya, walaupun ia tak bareng anaknya. Namun ia tetap menyayanginya dgn bersedia menyempatkan waktu untuk turun ke bumi kalau anaknya rindu.

Latar

Latar Cerita
Latar tempat legenda telaga bidadari yakni hutan, telaga, lumbung padi Awang Sukma.

Latar waktunya yakni pagi hari.

Alur

Alur Cerita
Cerita rakyat ini memakai alur maju. Di awali dgn konferensi Awang Sukma dgn sang bidadari.

Selanjutnya mereka tinggal bareng , menikah & mempunyai anak. Cerita di akhiri dgn kembalinya sang bidadari ke kahyangan.

Sang bidadari karenanya mendapatkan selendang yg selama ini di sembunyikan suaminya.

Sudut Pandang

Sudut Pandang Cerita
Cerita rakyat ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. Ciri-cirinya adalah memakai kata ganti orang ketiga mirip mereka & ia.

Amanat / Pesan Moral

Amanat Cerita
Pesan moral dr cerita telaga bidadari yakni:

  • Kebohongan sekecil apapun akan memiliki efek jelek kedepannya.
  • Jika menginginkan sesuatu, kerjakan dgn cara yg baik & benar.
  • Jangan pernah menyembunyikan kejelekan, lantaran suatu hari pasti akan terbongkar.
  • Maafkanlah orang yg telah menyakitimu.
  • Berbesar hatilah untuk mendapatkan konsekuensi dr tindakan yg ananda kerjakan.
  • Sesuatu yg di dapatkan dgn cara yg tak baik pasti akan menghadirkan bencana alam.

Unsur Ekstrinsik Legenda Telaga Bidadari

Selain menganalisis bagian intrinsik cerita rakyat, kita mampu menganalisis komponen ekstrinsiknya juga.

Berikut unsur ekstrinsik legenda telaga bidadari.

Nilai Sosial

Nilai Sosial
Nilai sosial dongeng ini yakni hidup berdampingan dgn semua makhluk hidup.

Seperti yg dijalankan Awang Sukma yg hidup di hutan belantara & berinteraksi dgn binatang di sekitar hutan.

Namun Awang Sukma pula makhluk sosial yg butuh pendamping hidup yakni dgn menikahi bidadari.

Nilai Budaya

Nilai Budaya
Sumber mata air utama orang zaman dahulu yaitu telaga, sungai & danau. Sehingga di tempat itu banyak di lakukan aktivitas misalnya untuk mandi.

Namun untuk saat ini, telaga lebih sering di gunakan sebagai tempat rekreasi alam.

Nilai Moral

Nilai Moral

  • Berbohong yakni tindakan yg tak baik.
  • Maafkan orang yg menyakitimu.
  • Pilihlah cara yg baik untuk mendapatkan sesuatu.
  • Jangan pernah menyembunyikan tindakan jelek.

Fakta Unik Telaga Bidadari

Selain legendanya yg menawan, dimana kisahnya mirip dgn Jaka Tarub. Ternyata ada fakta unik tentang telaga bidadari.

Kira-kira apa ya keunikannya? Berikut fakta-faktanya.

Telaga & Desanya Ada di Banjarmasin

gambar desa telaga bidadari

 

Di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Banjarmasin ada suatu desa berjulukan Desa Telaga Bidadari.

Menurut masyarakat, di desa tersebut ada telaga tempat Awang Sukma berjumpa dgn para bidadari.

Telaga itu panjangnya lima meter dgn luas sekitar tiga meter. Hingga ketika ini, banyak turis yg mendatangi telaga tersebut.

Bukan hanya sebagai tempat wisata saja, beberapa orang yg datang kesana yakni untuk berdoa semoga mendapatkan jodoh.

Mitosnya, jika ada yg membasuh wajah di telaga tersebut akan cepat betemu jodohnya.

Fakta uniknya ialah telaga tersebut tak pernah kering sama sekali, walaupun kemarau panjang.

Air di telaga akan tetap menggenang, padahal jikalau di telusuri tak ada pedoman sungai yg arahnya ke telaga bidadari.

Namun airnya tetap menggenang & tak pernah kering.

Banyak Keturunan Awang Sukma

Di Desa Telaga Bidadari ini banyak cowok tampan & manis. Yang di percaya oleh penduduk selaku keturunan Awang Sukma.

Meskipun terdengar seperti mitos belaka, namun memang benar adanya. Masyarakatnya banyak yg memiliki wajah rupawan.

Legendanya Mirip dgn Legenda lain

Seperti yg di sampaikan di permulaan, bahwa legenda telaga bidadari mirip dgn legenda Jaka Tarub yg berasal dr Jawa Tengah.

Ternyata selain legenda Jaka Tarub, legenda ini mirip dgn legenda lainnya.

Seperti dgn kisah rakyat Aryo Menak & Tunjung Wulan yg berasal dr Provinsi Jawa Timur.

Kemudian mirip kisah Anawanguluri & Oheo yg berasal dr Sulawesi Selatan.

Penutup

Nah itulah simpulan cerita fiksi telaga bidadari. Dimana sang bidadari berhasil memperoleh selendangnya & kembali ke kahyangan.

Setelah di analisis unsur intrinsik & ekstrinsiknya, tentu kita sudah tahu ya pesan moral dlm dongeng tersebut.

Banyak pesan moral yg masih relevan dgn kehidupan ketika ini. Sehingga dapat kita ambil hikmahnya untuk hidup kedepannya.

  Kenali Lebih Dalam Jenis Bahan Serat Alam Untuk Pakaian