Pengertian Tunjangan Hari Raya (THR). Hore….. Dapat THR….?????? di Indonesia Jika menjelang Hari Raya Idul Fitri, maka para pekerja akan menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Dan Tahukah Anda Apa itu THR, Apa yg Dimaksud THR & Bagaimana Proses Pemberian THR. Berikut yakni Penjelasannya.
Daftar Isi
Definisi THR
Tunjangan Hari Raya (THR) yaitu Merupakan hak pendapatan pekerja yg wajib dibayarkan oleh Pengusaha/Perusahaan pada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yg berupa uang. Hari Raya Keagamaan disini yaitu Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yg beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yg beragama Kristen Katholik & Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja bergama Hindu & Hari Raya Waisak bagi pekerja yg beragama Buddha.
Dasar Hukum THR
Dasar Hukum dikeluarkannya peraturan perihal THR ialah Peraturan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 wacana Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan dimana peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994. Yang wajib mengeluarkan uang THR yakni setiap orang yg memberdayakan orang lain dgn imbalan upah wajib membayar THR, baik itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan atau perkumpulan. Sedangkan Pekerja yg berhak mendapatkan THR yaitu pekerja yg telah mhempunyai masa kerja selama 1 (satu) bulan atau lebih dengan-cara terus-menerus. Peraturan ini tak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan tetap, karyawan perjanjian atau karyawan paruh waktu.
Besaran THR
- Pekerja/buruh yg sudah mempunyai masa kerja 12 bulan dengan-cara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah.
- Pekerja/buruh yg mempunyai masa kerja 1 bulan dengan-cara terus menerus tetapi kurang dr 12 bulan diberikan secra proporsional dgn masa kerja yakni dgn perkiraan masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah .
Waktu Pemberian THR
THR mesti diberikan paling lambat tujuh hari sebelum lebaran (H-7) hari keagamaan pekerja agar memberi fleksibilitas bagi pekerja mencicipinya bareng keluarga.
Status Karyawan yg Berhak Mendapatkan THR
Berdasarkan Permenaker No.6/2016 pasal 7 :
- Bagi seorang karyawan tetap (pekerja yg dipekerjakan lewat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) & terputus relasi kerjanya PHK terhitung sejak waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka ia tetap berhak THR. Maksudnya, bila kekerabatan kerjanya selsai dlm rentang waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka pekerja yg bersangkutan tetap berhak atas THR (secara normatif). Namun sebaliknya, jika kekerabatan kerjanya berakhir lebih usang dr 30 hari, maka hak atas THR dimaksud gugur.
- Sedangkan bagi karyawan kesepakatan (pekerja yg dipekerjakan melalui Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), walau perjanjian relasi kerjanya selsai dlm rentang waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, tetap tak berhak THR. Artinya, bagi karyawan persetujuan, tak ada toleransi ketentuan mengenai batasan waktu 30 (tiga puluh) hari dimaksud. Makara bagi pekerja/buruh lewat PKWT, -cuma- berhak atas THR harus betul-betul masih melakukan pekerjaan dlm kekerabatan kerja –sekurang-kurangnya- hingga dgn pada “hari H” suatu Hari Raya Keagamaan -sesuai agama yg dianut- pekerja/buruh yg bersangkutan
Menurut Permenaker No.6/2016 pasal 10, usahawan yg terlambat membayar THR pada pekerja/buruh akan dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dr total THR yg mesti dibayar sejak berakhirnya batas waktu keharusan Pengusaha untuk membayar. dikenakan denda mirip ini bukan berarti menghilangkan keharusan Pengusaha untuk tetap membayar THR pada pekerja/buruh. Sedangkan Pengusaha atau perusahaan yg melanggar ketentuan pembayaran THR akan diancam dgn hukuman sesuai dgn ketentuan pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja. Hukuman pidana kurungan maupun denda.
Dikutip Dari
Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi No.6 Tahun 2016 wacana Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan