√ Pengertian Stigma, Jenis, Penyebab, Dampak, dan Contohnya

Stigma Adalah

Stigma adalah tatkala seseorang menatap kita dengan-cara negatif lantaran kita memiliki ciri khas atau sifat pribadi yg dianggap, atau sebetulnya, merugikan (stereotip negatif). Sayangnya, sikap & keyakinan negatif pada orang yg memiliki keadaan kesehatan mental yakni hal biasa. Stigma mampu menimbulkan diskriminasi.

Dimana makna diskriminasi mungkin terlihat jelas & langsung, mirip seseorang memberikan komentar negatif tentang penyakit mental atau perawatan yg kita kerjakan. Atau mungkin tak disengaja atau tak kentara, seperti seseorang menyingkir dr kita karena orang itu menilai kita tak stabil, bergairah, atau berbahaya karena penyakit mental kita. Hal tersebut tentunya dapat menenteng efek berbahaya yg mencakup keengganan untuk mencari perlindungan atau pengobatan, kurangnya pengertian dr keluarga, sobat, rekan kerja atau orang lain, & lain-lain.

Stigma

Stigma melibatkan sikap negatif atau diskriminasi terhadap seseorang berdasarkan karakteristik pembeda seperti penyakit mental, keadaan kesehatan, atau kecacatan. Stigma sosial pula dapat dikaitkan dgn karakteristik lain tergolong jenis kelamin, seksualitas, ras, agama, & budaya.

Sayangnya, stigma seputar kesehatan mental masih sering terjadi. Meskipun stigma tak terbatas pada kondisi mental, sikap terhadap penyakit kejiwaan condong lebih negatif dibandingkan dgn sikap pada kondisi medis.

Dari sisi historis, penyakit mental memiliki sejarah panjang dlm penduduk di seluruh dunia. Dari yg dianggap selaku tanda setan sampai dianggap sebagai eksekusi moral, ideologi seputar etiologi penyakit mental sangat beragam.

Akibatnya, pengobatan dengan-cara historis tak senantiasa masuk akal dengan-cara ilmiah & brutal serta tak manusiawi. Kembali ke zaman Neolitik, trephining, contohnya, melibatkan pembuatan lubang di tengkorak seseorang untuk melepaskan roh-roh jahat. Pengobatan penyakit mental sudah berkembang pesat semenjak dikala itu, tetapi bidang psikologi & psikiatri relatif muda & perjalanan masih panjang.

Stigma timbul karena rasa takut & kurangnya pemahaman. Ini telah bertahan bahkan dgn pengetahuan yg lebih besar perihal sifat biokimia & genetik dr keadaan yg berbeda. Representasi penyakit jiwa di media massa mampu menambah stigma. Seiring para ilmuwan terus mempelajari lebih lanjut wacana penyebab penyakit mental & membuatkan pengobatan yg efektif, stigma diperlukan akan menurun.

Pengertian Stigma

Stigma yakni stereotip negatif. Stigma yakni kenyataan bagi banyak orang dgn penyakit mental, & mereka melaporkan bahwa cara orang lain menilai diri mereka ialah salah satu penghalang paling besar mereka untuk meraih kehidupan yg lengkap & memuaskan. Stigma berlainan dgn contoh diskriminasi. Seperti yg telah dibilang bahwa stigma yakni stereotip negatif, sedangkan diskriminasi adalah sikap yg dihasilkan dr stereotip negatif tersebut.

Diskriminasi merupakan perlakuan tak adil lantaran identitas seseorang, yg meliputi ras, keturunan, daerah asal, warna kulit, suku, kewarganegaraan, kepercayaan, jenis kelamin, orientasi seksual, identitas gender, verbal gender, usia, status perkawinan, status keluarga atau keganjilan, termasuk gangguan jiwa.

Tindakan diskriminasi dapat bersifat terbuka atau berupa diskriminasi sistemik (terselubung). Seringkali, individu dgn penyakit mental dihadapkan pada berbagai lapisan diskriminasi yg bersilangan sebagai akhir dr penyakit mental & identitas mereka.

Pengertian Stigma Menurut Para Ahli

Adapun definisi stigma berdasarkan para mahir, antara lain:

  1. Goffman (1959), Pengertian stigma yakni selaku semua bentuk atribut fisik & sosial yg mampu menghemat identitas sosial seseorang, sehingga mendiskualifikasikan orang tersebut dr penerimaan orang lain.
  2. Mansyur (1997), Definisi stigma yaitu selaku ciri negatif yg melekat pada pribadi seseorang lantaran imbas lingkungannya.
  3. Scheid & Brown (2010), Stigma yakni sebagai fenomena yg terjadi tatkala seseorang diberikan labeling, stereotip, separation, & mengalami diskriminasi.

Jenis Stigma

Stigma yg terkait dgn penyakit mental mampu dibagi menjadi dua jenis:

  1. Stigma sosial, yg melibatkan sikap berprasangka jelek yg dimiliki orang lain seputar adanya penyakit mental.
  2. Stigma yg dipersepsikan sendiri, yg melibatkan stigma internal yg diderita oleh orang yg menderita penyakit mental.

Larson & Corrigan; Werner, Goldstein, & Heinik (2011) mengemukakan tiga jenis stigma, yaitu:

  1. Stigma struktural, yaitu stugma yg mengacu pada ketidakseimbangan & ketidakadilan apabila dilihat dr forum sosial. Misalnya, stigma yg merujuk pada rendahnya mutu perawatan yg diberikan oleh profesional kesehatan menjadi stigma individu atau kelompok.
  2. Stigma penduduk , yaitu stigma yg menggambarkan reaksi atau penilaian negatif dr masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa.
  3. Stigma oleh asosiasi, yaitu stigma yg berupa diskriminasi karena mempunyai relasi dgn seorang individu yg terstigma.

Butt, et al (2010) mengemukakan tingkatan stigma yg mampu dibedakan menjadi empat, yaitu:

  1. Diri, yaitu aneka macam mekanisme internal yg dibentuk diri sendiri, yg kita sebut stigmatisasi diri.
  2. Masyarakat, yaitu stigma yg berupa info, pelanggaran, & pengasingan di tingkat budaya & masyarakat.
  3. Lembaga, yakni stigma yg berupa perlakuan preferensial atau diskriminasi dlm forum.
  4. Struktur, yakni stigma pada lembaga-forum yg lebih luas mirip kemiskinan, rasisme, serta kolonialisme yg terus menerus mendiskriminasi sebuah kelompok tertentu.

Penyebab Stigma

Beberapa penyebab lazim munculnya stigma diantaranya yakni:

  1. Ketakutan

Ketakutan adalah penyebab biasa stigma. Ini mungkin cemas tertular penyakit yg menular (atau dianggap begitu), mirip kusta, HIV/AIDS atau sebagian besar NTD. Dalam perkara kusta, mungkin ada ketakutan akan konsekuensi fisik yg ditimbulkan balasan kusta; dlm masalah HIV/AIDS, mungkin cemas akan akhir hayat. Mungkin pula panik pada orang yg dianggap berbahaya, mirip mereka yg mempunyai penyakit mental.

Situasi yg tak terduga pula dapat menyebabkan rasa takut, mirip dgn penderita epilepsi. Ketakutan dapat mengakibatkan stigma di antara anggota penduduk atau di antara petugas kesehatan, namun pula di antara orang yg terkena keadaan itu sendiri, yg mungkin takut menulari orang yg dicintai mirip bawah umur (contohnya melalui menyusui) atau anggota keluarga lainnya.

Mereka mungkin takut akan konsekuensi sosial dr pengungkapan kondisi mereka. Ini sesungguhnya takut akan stigma. Hal ini biasa terjadi pada penderita kusta atau NTD lain yg menimbulkan cacat permanen & dapat menimbulkan kecemasan.

  1. Ketidakmenarikan

Beberapa kondisi dapat menimbulkan orang dianggap tak menawan, utamanya dlm budaya di mana keayuan luar sungguh dihargai.

Dalam kasus tersebut, orang dgn gangguan yg terlihat pada wajah mereka, mirip yg mungkin terjadi pada leishmaniasis kulit, frambusia, ulkus Buruli atau kusta stadium lanjut, dapat ditolak hanya karena penampilan mereka.

  1. Asosiasi

Stigma dgn perkumpulan pula diketahui selaku ‘stigma simbolik’. Hal ini dapat terjadi jika keadaan kesehatan dikaitkan dgn sebuah keadaan yg dianggap tak diharapkan. Contohnya yaitu keadaan yg terkait dgn pekerjaan seks komersial, penggunaan obat-obatan terlarang, orientasi seksual, kemiskinan atau kehilangan pekerjaan.

Suatu kondisi pula mampu menjadi lebih terstigmatisasi karena dikaitkan dgn keadaan lain. Contoh ialah tuberkulosis & keterkaitannya dgn HIV/AIDS.

  1. Nilai & keyakinan

Definisi nilai & keyakinan pula memiliki efek besar lengan berkuasa dlm menciptakan atau menjaga stigma. Contohnya yakni keyakinan wacana penyebab suatu kondisi, seperti keyakinan bahwa penyakit mental atau abnormalitas adalah kutukan ilahi atau disebabkan oleh dosa di kehidupan sebelumnya.

Demikian pula, persepsi bahwa kusta atau penyakit jiwa ialah keturunan yg mampu menimbulkan seluruh keluarga dicap oleh pergaulan. Budaya tertentu mungkin mempunyai stereotip atau prasangka tertentu tentang orang dgn keadaan tertentu.

Stereotip semacam itu mungkin disadari atau tak disadari. Ini mungkin menyangkut cara orang bertingkah, apakah mereka dapat diandalkan, setia, & lain-lain. Berdasarkan ini, sikap negatif dapat menyebar ke seluruh penduduk .

  1. Kebijakan atau undang-undang

Kebijakan ihwal bagaimana & di mana kondisi diperlakukan mampu menimbulkan stigma. Ini umumnya tampaktatkala ada pemisahan paksa atau perawatan orang yg terkena dampak di lokasi terpisah, mirip klinik kusta atau klinik untuk penyakit menular seksual yg terpisah dr belahan rumah sakit lainnya. Hari atau jam klinik khusus di potongan rawat jalan mampu memiliki konsekuensi yg sama.

Contoh lainnya ialah kebijakan imigrasi atau ketenagakerjaan yg mewajibkan orang dgn keadaan tertentu untuk menyatakan statusnya.

Hukum mungkin diskriminatif, membolehkan perceraian dgn argumentasi pasangan memiliki atau membuatkan kondisi kesehatan tertentu atau melarang orang dgn keadaan tertentu dr jabatan publik, pemilihan atau kepemilikan tanah.

Dampak Stigma

Konsekuensi stigma mampu sungguh serius & menghancurkan. Stigma menyebabkan kurangnya pemahaman dr orang lain. Stigma pula menjinjing konsekuensi yg lebih serius termasuk menyebabkan cemas, kemarahan, & intoleransi yg ditujukan pada orang lain. Orang yg mengalami stigma lebih mungkin mengalami:

  1. Keengganan untuk mencari pengobatan
  2. Pengobatan tertunda, yg meningkatkan morbiditas & mortalitas
  3. Penolakan sosial, penghindaran, & isolasi
  4. Kesejahteraan psikologis yg lebih buruk
  5. Pemahaman yg jelek di antara sahabat & keluarga
  6. Pelecehan, kekerasan, atau penindasan
  7. Kualitas hidup yg jelek, keanehan, & peningkatan beban sosial ekonomi
  8. Meningkatnya perasaan aib & keraguan diri

Untuk mengatasi pengaruh jelek tersebut, beberapa langkah yg mampu dilakukan, yakni:

  1. Dapatkan pengobatan. Kita mungkin enggan mengakui bahwa kita membutuhkan perawatan. Jangan biarkan rasa takut dicap selaku penyakit mental membatasi kita untuk mencari sumbangan. Perawatan mampu memberikan dukungan dgn mengidentifikasi apa yg salah & meminimalkan tanda-tanda yg mengusik pekerjaan & kehidupan pribadi kita.
  2. Jangan biarkan stigma membuat keraguan & rasa malu. Stigma tak hanya tiba dr orang lain. Kita mungkin dengan-cara keliru percaya bahwa keadaan kita yakni tanda kekurangan pribadi atau bahwa kita harus bisa mengendalikannya tanpa santunan. Mencari konseling, mendidik diri sendiri ihwal keadaan diri kita & bekerjasama dgn orang lain yg mempunyai penyakit mental dapat menolong memperoleh harga diri & mengatasi evaluasi diri yg merusak.
  3. Jangan mengisolasi diri sendiri. Jika kita menderita penyakit mental, kita mungkin enggan menginformasikan siapa saja wacana penyakit itu. Keluarga, sobat, pendeta atau anggota komunitas kita dapat memberikan bantuan kalau mereka tahu tentang penyakit mental kita. Jangkau orang yg kita percayai atas kasih sayang, bantuan, & pengertian yg kita butuhkan.
  4. Jangan menyamakan diri kita dgn penyakit kita. Kita bukan penyakit. Kaprikornus, alih-alih menyebut diri kita “penderita skizofrenia”, katakan “Saya menderita skizofrenia”.
  5. Bergabunglah dgn kelompok penunjang. Beberapa kelompok lokal & nasional, mirip National Alliance on Mental Illness (NAMI), memberikan acara setempat & sumber daya internet yg menolong mengurangi stigma dgn mendidik orang yg mempunyai penyakit mental, keluarga mereka, & masyarakat biasa .
  6. Dapatkan pinjaman di sekolah. Jika kita atau anak-anak kita memiliki penyakit mental yg memengaruhi pembelajaran, cari tahu rencana & program apa yg mampu menolong. Diskriminasi terhadap siswa karena penyakit mental merupakan pelanggaran aturan, & pendidik di tingkat sekolah dasar, menengah, & perguruan tinggi diwajibkan untuk mengakomodasi siswa sebaik-baiknya. Bicaralah dgn guru, profesor atau direktur ihwal pendekatan & sumber daya terbaik. Jika seorang guru tak mengetahui wacana abnormalitas siswa, hal itu dapat menimbulkan diskriminasi, hambatan belajar & nilai yg jelek.
  7. Bicaralah melawan stigma. Pertimbangkan untuk mengungkapkan pertimbangan kita di aneka macam agenda, dlm surat pada editor atau di internet. Ini dapat menolong menanamkan keberanian pada orang lain yg menghadapi tantangan serupa & mendidik masyarakat tentang penyakit mental.

Contoh Stigma

Contoh bagaimana stigma berkembang meliputi:

  1. Penggambaran media di mana penjahat sering menjadi huruf dgn penyakit mental
  2. Stereotip yg merugikan orang-orang dgn penyakit mental
  3. Mengobati duduk perkara kesehatan mental seakan-akan itu adalah sesuatu yg dapat terselesaikan orang jika mereka cuma “berusaha lebih keras” atau “keluar dr situ”
  4. Menggunakan frasa mirip “beliau gila” untuk menggambarkan orang lain atau sikap mereka
  5. Kostum Halloween yg menggambarkan orang dgn penyakit mental sebagai kekerasan & berbahaya

Demikianlah artikel lengkap yg bisa kami kemukakan pada kalian ihwal adanya pengertian stigma berdasarkan para jago, macam, aspek penyebab, dampak, & umpamanya yg ada di masyarakat. Semoga menyampaikan wawasan untuk semua kelompok yg membutuhkannya.

  √ 5 Ruang Lingkup Sosiologi Keluarga dan Contohnya