√ Pengertian Atribusi Sosial, Teori, Jenis, dan Contohnya

Atribusi Sosial Adalah

Manusia termotivasi untuk menetapkan penyebab tindakan sosial & perilakunya dlm keseharian tak terlepas dibandingkan dgn atribusi. Dimana dlm psikologi sosial, atribusi merupakan proses di mana individu menjelaskan penyebab sikap & peristiwa. Model untuk menjelaskan proses ini disebut teori atribusi. Penelitian psikologis pada atribusi dimulai dgn karya Fritz Heider pada permulaan masa ke-20, & teorinya dikembangkan lebih lanjut oleh Harold Kelley & Bernard Weiner.

Berdasarkan beberapa teori & tinjauan pustaka tersebut, ada istilah atribusi internal (disposisional) & atribusi eksternal (situasional). Misalnya, tatkala si A menerima nilai yg baik dlm ujian, ia mungkin berpikir bahwa ia telah mencar ilmu dgn rajin (atribusi internal), tapi kalau ia mendapatkan nilai yg jelek, ia mungkin berpikir bahwa gurunya menciptakan soal yg terlalu susah (atribusi eksternal).

Atribusi Sosial

Atribusi yg dilihat dr perenannya mertupakan suatu kesimpulan seseorang wacana penyebab suatu peristiwa & perilaku orang lain pada dirinya & lingkungan sosialnya. Orang-orang membuat atribusi sejatinya untuk memahami pengalaman mereka.

Sehingga dlm hal inilah atribusi sangat mensugesti cara orang lain untuk melaksanakan bentuk interaksi sosial pada orang yg lain.

Pengertian Atribusi Sosial

Atribusi sosial yakni proses menyimpulkan penyebab peristiwa atau perilaku. Dalam kehidupan konkret, atribusi merupakan sesuatu yg kita semua lakukan saban hari, umumnya tanpa kesadaran akan proses & bias yg mendasari yg mengarah pada kesimpulan kita.

Pengertian Atribusi Sosial Menurut Para Ahli

Adapun definisi atribusi berdasarkan para ahli, antara lain:

  1. Baron (2004), Pengertian atribusi sosial upaya kita untuk mengerti penyebab dibalik perilaku orang lain, & dlm beberapa masalah, pula penyebab dibalik perilaku sendiri.
  2. Dayakisni (2006), Definisi atribusi sosial adalah proses yg dikerjakan untuk mencari suatu balasan atau pertanyaan kenapa atau apa sebabnya atas sikap orang lain ataupun diri sendiri.
  3. Sarwono (2009), Arti atribusi sosial ialah analisis kausal, yaitu penafsiran terhadap alasannya-alasannya adalah dr kenapa sebuah fenomena menampilkan gejala-gejala tertentu.

Teori Atribusi Sosial

Terdapat beberapa teori & versi yg berhubungan dgn atribusi sosial, antara lain:

  1. Common Sense Psychology

Dari buku The Psychology of Interpersonal Relations (1958), Fritz Heider mencoba mengeksplorasi sifat korelasi interpersonal, & menganut desain apa yg disebutnya “akal sehat” atau “psikologi naif”. Dalam teorinya, ia percaya bahwa orang memperhatikan, menganalisis, & menerangkan sikap seseorang dgn eksplanasi atau penjelasan tertentu.

Meskipun orang memiliki aneka macam jenis klarifikasi untuk perilaku tertentu dr seseorang, Heider mengelompokkan klarifikasi menjadi dua klasifikasi; Atribusi internal (pribadi) & eksternal (situasional). Tatkala atribusi internal dibentuk, penyebab perilaku seseorang berkaitan dgn karakteristik individu mirip kemampuan, kepribadian, suasana hati, upaya, sikap, atau disposisi.

Akan namun, tatkala atribusi eksternal dibentuk, penyebab perilaku perilaku seseorang berkaitan dgn suasana di mana sikap itu dilihat mirip tugas, orang lain, atau keberuntungan (bahwa individu yg menghasilkan perilaku melakukannya karena lingkungan sekitar). Kedua tipe ini menghasilkan persepsi yg sungguh berlainan ihwal individu yg terlibat dlm suatu sikap.

  1. Inferensi Koresponden Jones & Davis

Jones & Davis (1965) berpikir bahwa orang meletakkan perhatian khusus pada perilaku yg disengaja (sebagai lawan sikap yg tak disengaja atau tak terpikirkan). Teori Jones & Davis membantu kita mengetahui proses menciptakan atribusi internal.

Mereka menyampaikan bahwa kita condong melaksanakan hal itu tatkala kita melihat korespondensi antara motif & perilaku. Misalnya, tatkala kita menyaksikan korespondensi antara seseorang yg bersikap ramah & menjadi orang yg ramah.

Atribusi disposisional (internal) memberi kita gosip, sehingga kita mampu membuat prediksi ihwal sikap seseorang di masa mendatang. Teori inferensi koresponden menggambarkan kondisi di mana kita membuat atribut disposisi untuk perilaku yg kita anggap disengaja.

Davis menggunakan istilah inferensi koresponden untuk merujuk pada suatu peristiwa tatkala seorang pengamat menyimpulkan bahwa perilaku seseorang cocok atau sesuai dgn kepribadian mereka. Istilah alternatif untuk atribusi disposisi. Jadi apa yg membuat kita menciptakan inferensi korespondensi? Jones & Davis mengatakan kita memakai lima sumber isu:

  1. Pilihan: Jika suatu perilaku dipilih dengan-cara bebas, hal itu diyakini disebabkan oleh faktor internal (disposisi).
  2. Perilaku Disengaja: Perilaku yg disengaja cenderung dikaitkan dgn kepribadian orang tersebut, & sikap yg tak disengaja cenderung dikaitkan dgn suasana / penyebab eksternal.
  3. Keinginan Sosial: Perilaku yg rendah dlm hasrat bersosialisasi (tidak cocok) menuntun kita untuk menciptakan inferensi disposisi (internal) lebih dr perilaku sosial yg tak diinginkan. Misalnya, bila kita mengamati seseorang naik bus & duduk di lantai, bukannya di salah satu kursi. Perilaku ini memiliki keinginan sosial yg rendah (tidak cocok) & cenderung sesuai dgn kepribadian individu.
  4. Relevansi Hedonistik: Jika perilaku orang lain tampaknya dengan-cara pribadi dimaksudkan untuk memberi manfaat atau membahayakan kita.
  5. Personalisme: Jika sikap orang lain sepertinya dimaksudkan untuk berefek pada kita, kita menganggap itu “pribadi”, & bukan hanya produk sampingan dr situasi kawasan kita berdua berada.

  1. Model Kovariasi Kelley

Model kovariasi Kelley (1967) yakni teori atribusi yg paling populer. ia berbagi model logis untuk menilai apakah langkah-langkah tertentu mesti dikaitkan dgn beberapa karakteristik (disposisi) orang tersebut atau lingkungan (situasional).

Istilah kovarisasi mempunyai arti bahwa seseorang memiliki berita dr banyak pengamatan, pada waktu & situasi yg berbeda, & mampu mencicipi kovarisasi imbas yg diamati & penyebabnya. Menurut Kelley, terdapat tiga hal yg mesti diperhatikan untuk memutuskan apakah suatu sikap beratribusi disposisional (internal) atau situasional (eksternal), yaitu :

  1. Konsensus, artinya suatu sikap yg condong dilakukan oleh siapa pun dlm situasi yg sama. Semakin banyak orang yg melakukan, kian tinggi konsensus, sebaliknya makin sedikit yg melakukanya, makin rendah konsensus.
  2. Konsistensi, atinya pelaku yg bersangkutan condong bertingkah yg sama dlm suasana yg sama. Konsisten tinggi jika pelaku melaksanakan perilaku yg sama, sebaliknya konsistensi rendah jikalau pelaku tak melaksanakan perilaku yg sama dlm situasi yg sama tersebut.
  3. Distingsi atau kekhususan, artinya pelaku yg bersangkutan condong bertingkah sama dlm situasi yg berlawanan-beda. Distingsi tinggi jika “ya”, distingsi rendah kalau “tidak”.

Mari kita lihat pola untuk menolong memahami teori atribusi yg berhubungan dgn ketiga hal di atas. Contoh subjeknya yaitu Tom. Perilakunya yaitu tertawa. Tom menertawakan seorang pelawak.

  1. Konsensus, kalau semua orang di antara pengunjung tertawa, konsensusnya tinggi, tapi bila saja Tom saja tertawa, konsensusnya rendah.
  2. Kekhasan, bila Tom cuma menertawakan komedian ini, kekhasannya tinggi, namun jJika Tom menertawakan segalanya, maka kekhasannya rendah.
  3. Konsistensi, jika Tom senantiasa menertawakan komedian ini, konsistensinya tinggi. Jika Tom jarang menertawakan pelawak ini, maka konsistensi rendah.

Sekarang, jika siapa pun menertawakan komedian tersebut, jikalau mereka tak menertawakan komedian yg yg lain, tetapi komedian itulah senantiasa menyebabkan tawa, maka kita akan menciptakan atribusi eksternal, yakni, kita menganggap bahwa Tom tertawa karena pelawak itu sangat lucu.

Di sisi lain, jika Tom adalah satu-satunya orang yg menertawakan pelawak ini, jika Tom menertawakan semua komedian & jikalau Tom senantiasa menertawakan pelawak maka kita akan membuat atribusi internal, yaitu, kita menilai bahwa Tom tertawa karena ia ialah tipe orang yg banyak tertawa.

  1. Model Tiga Dimensi

Bernard Weiner mengusulkan bahwa individu memiliki respons afektif permulaan pada konsekuensi potensial dr motif intrinsik atau ekstrinsik aktor, yg pada gilirannya mempengaruhi perilaku di masa depan.

Artinya, pandangan atau atribusi seseorang sendiri kenapa mereka berhasil atau gagal pada suatu aktivitas menentukan jumlah upaya orang tersebut akan terlibat dlm aktivitas di masa depan. Weiner menyarankan bahwa individu melakukan penelusuran atribusi mereka & dengan-cara kognitif memeriksa sifat kasual pada perilaku yg mereka alami.

Ketika atribusi menimbulkan dampak positif & ekspektasi tinggi akan kesuksesan di masa depan, atribusi seperti itu mesti menciptakan kemauan yg lebih besar untuk melakukan peran-peran pencapaian serupa di masa depan daripada atribusi yg menciptakan efek negatif & keinginan yg rendah terhadap keberhasilan di masa depan.

Akhirnya, penilaian afektif & kognitif menghipnotis sikap masa depan tatkala individu menghadapi situasi yg sama. Atribusi pencapaian Weiner mempunyai tiga klasifikasi:

  1. Teori stabilitas (stabil & tak stabil)
  2. Locus of control (internal & eksternal)
  3. Controllability atau kausalitas (diatur atau tak terkontrol)

Stabilitas memengaruhi harapan individu tentang masa depan mereka; kendali terkait dgn kegigihan individu pada misi; kausalitas memengaruhi respons emosional terhadap hasil tugas.

Jenis Atribusi Sosial

Atribusi sosial dengan-cara biasa mampu diklasifikasikan menjadi dua dimensi, yakni internal vs eksternal & stabil vs tak stabil. Berikut penjelasannya:

  1. Internal vs Eksternal

Teori atribusi mengusulkan bahwa atribusi yg dibuat orang tentang kejadian & sikap dapat digolongkan selaku internal atau eksternal. Dalam atribusi internal, atau disposisional, orang menyimpulkan bahwa suatu insiden atau sikap seseorang disebabkan oleh faktor-faktor pribadi mirip sifat, kemampuan, atau perasaan.

Dalam atribusi eksternal, atau situasional, orang menyimpulkan bahwa sikap seseorang disebabkan oleh aspek situasional.

  1. Stabil vs Tidak Stabil

Para peneliti pula membedakan atribusi yg stabil & tak stabil. Tatkala orang menciptakan atribusi yg stabil, mereka menyimpulkan bahwa suatu insiden atau sikap disebabkan oleh faktor-aspek yg stabil & tak berganti.

Ketika membuat atribusi yg tak stabil, mereka menyimpulkan bahwa suatu insiden atau sikap disebabkan oleh aspek sementara yg tak stabil.

Contoh Atribusi Sosial

Adapun untuk teladan atribusi sosial dlm kehidupan sehari-hari, diantaranya yaitu:

  1. Atribusi Internal & Eksternal

Ketika bisnis sobat gagal, kita bisa mengaitkannya dgn kurangnya kemampuan berbisnisnya (faktor internal, pribadi) atau tren negatif dlm perekonomi negara (klarifikasi eksternal, situasional).

Contoh lain, contohnya tatkala kita mendapatkan nilai yg baik dikala mengikuti ujian tertentu, kita mungkin akan berpikir bahwa “Saya menerima nilai yg baik karena saya cerdik” atau “Saya menerima nilai yg baik karena saya berguru & siap” (faktor internal).

Akan tetapi, apabila kita menerima nilai yg buruk, kita mungkin akan berpikir bahwa “Saya gagal lantaran guru memasukkan pertanyaan jebakan” atau “Kelasnya sangat panas sehingga saya tak bisa berkonsentrasi” (faktor eksternal).

  1. Atribusi Stabil & Tidak Stabil

Lee mendapat nilai D pada paper sosiologinya. Jika ia mengaitkan grade dgn fakta bahwa ia selalu bernasib buruk, ia membuat atribusi yg stabil. Jika ia mengaitkan kelas dgn fakta bahwa ia tak memiliki banyak waktu untuk mencar ilmu minggu itu, ia membuat atribusi yg tak stabil.

Nah, itulah tadi penjelasan yg bisa kami tuliskan & bagikan pada segenap pembaca berkenaan dgn pengertian atribusi sosial menurut para jago, teori, jenis, & umpamanya dlm kehidupan sehari-hari. Semoga bisa memberi pengertian.

  √ 23 Contoh Saran dan Kritik di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat