Penjelasan & Isi Perundingan Hooge Veluwe dan Perundingan Linggajati – Setelah Indonesia menerima kemerdekaannya, ternyata Belanda ingin kembali menjajah Indonesia dengan melakukan agresi militer, tetapi usaha tersebut senantiasa menerima perlawanan yang sengit dari bangsa Indonesia.
Salah satu bentuk perjuangan bangsa Indonesia untuk menjaga kemerdekaan setelah proklamasi adalah dengan usaha diplomasi, yakni usaha yang dijalankan melalui meja perundingan.
Ada berbagai negosiasi-negosiasi yang telah dilakukan untuk menetukan nasib Negara ini, salah satunya adalah kontrakHogge Veluwe dan Linggarjati. Nah, berikut ini ialah penjelasan dan hasil negosiasi kedua kesepakatantersebut:
Daftar Isi
1. Perundingan di Hooge Veluwe
Perundingan ini dilaksanakan di Hooge Veluwe, Belanda pada tanggal 14 – 25 April 1946. Diplomasi ini ialah kelanjutan dari obrolan-obrolan yang sudah disetujui bareng oleh Sjahrir dan Van Mook pada 27 Maret 1946. Adapun para delegasi dalam negosiasi ini diantaranya yaitu:
(1) Delegasi Indonesia diwakili oleh Mr. Suwandi, dr. Sudarsono, dan Mr. A.K. Pringgodigdo
(2) Delegasi Belanda diwakili oleh Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburgh, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santosa
(3) Pihak sekutu selaku penengah diwakili oleh Sir Archibald Clark Kerr
Namun, negosiasi ini tidak menciptakan apapun alasannya adalah Belanda menolak rancangan hasil konferensi antara Sjahrir dan Van Mook di Jakarta. Pihak Belanda tidak inginmengakui kedaulatan RI atas Jawa dan Sumetera secara Defacto. Belanda hanya mengakui kedaulatan RI atas Jawa dan Madura dan daerah-kawasan yang diduduki oleh sekutu.
Dengan tidak ditemukannya janji dalam negosiasi ini membuat kekerabatan Indonesia dan Belanda terputus. Namun, Van Mook tetap berusaha mengajukan beberapa anjuran kepada pemerintahan Indonesia. Adapun isi dari proposal Van Mook tersebut adalah :
1. Belanda mengakui Republik Indonesia sebagai bab dari negara persemakmuran (gemeennebest) yang berbentuk federasi.
2. Indonesia menjadi negara Persemakmuran mirip Nederland, Suriname, dan Curacao yang merupakan bab dari kerajaan Belanda.
3. Belanda mengakui secara de facto kekuasaan RI mencakup Jawa, Madura, dan Sumatera.
Akan namun usulan-usualan tersebut ditolak oleh pemerintah Indonesia karena dianggap tidak menguntungkan bagi pihak Indonesia.
2. Perundingan Linggajati
Meskipun perjanjan Hooge Veluwe tidak memperoleh kata setuju. Pihak sekutu tetap ingin menuntaskan problem ini dengan membuka kembali perundingan Indonesia-Belanda. Melalui Lord Killearn, Sekutu sukses mempertemukan kembali Indonesia dan Belanda di meja perundingan pada tanggal 7 Oktober 1946.
Perundingan ini berjalan di kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Perundingan ini membahas duduk perkara gencatan senjata yang tidak menemui kesepakatan. Hasil komitmen di bidang militer selaku berikut:
(l). Mengadakan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda.
(2). Membntuk Komisi bersama Gencatan Senjata untuk melaksanakan problem teknis dalam pelaksanaan gencatan senjata.
(3). Menyusun kembali perundingan anatara Indonesia Belanda
Setelah gencatan senjata disepakati, diadakanlah persetujuankembali untuk meraih janji dalam bidang politik antara Indonesia dengan Belanda. Perundingan tersebut diadakan di Linggarjati, Cirebon sebelah selatan pada tanggal 10 November 1946.
Perundingan ini didatangi oleh Delegasi Belanda yang dipimpin oleh Prof. Scermerhorn, beserta dengan para anggotanya, yaitu Max Van Poll, F. de Baer dan H.J. Van Mook. Sementara itu, Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sjahrir, beserta dengan para anggotanya, yakni: Mr. Moh. Roem, Mr. Amir Sjarifoeddin, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Dr. A.K. Gani, dan Mr. Ali Boediardjo. Sedangkan sebagai penengah, diwakili oleh Lord Killearn, seorang komisaris istimewa Inggris untuk Asia Tenggara.
Adapun hasil dari Perundingan Linggajati yang ditandatangani di Istana Rijswijk (Istana Merdeka) yakni sebagai berikut:
(1) Belanda mengakui Republik Indonesia secara de facto dengan daerah kekuasaannya yang mencakup Sumatera, Jawa, dan Madura. Paling lambat tanggal 1 Januari 1949, Belanda sudah mesti meninggalkan daerah-kawasan yang sudah diakui tersebut.
(2) Belanda dan Republik Indonesia pundak-membahu akan membentuk Republik Indonesia Serikat, yang salah satu Negara bagiannya ialah Republik Indonesia.
(3) Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang diketuai oleh Ratu Belanda.
Meskipun terjadi pro dan kontra mengenai negosiasi ini, Indonesia tetap menandatanganinya alasannya pada waktu itu kondisi militer Indonesia sedang melemah dan jalan tenang adalah pilihan yang terbaik pada dikala itu. Namun, kedudukan Republik Indonesia di mata Internasional semakin menguat karena menerima pengukuhan secara de facto oleh Inggris dan Amerika.
Sumber https://www.kakakpintar.id