Sekolah yang dia bangkit diatas tanahnya sendiri, sekolah yang ia biayai sendiri. Ia menggaji guru pengajar dari upah selaku seorang Sopir Bus Malam. Sekolah itu bernama MIS (Madrasyah Ibtidaiyah Swasta) Darul Ulum.
Sekolah tersebut dibangun semenjak tahun 2009, hingga dikala ini sudah berjalan 5 tahun. Siswa MIS Darul Ulum berjumlah 68 orang. Jumlah tersebut dari kelas 1 sampai kelas 5. Tahun depan (2015), MIS Darul Ulum akan melaksanakan cobaan bagi siswanya mulai tahun depan. Sebagai pengukuhan atas status Lulusan MIS Daru Ulum, Alan sedang berusaha untuk melakukan komunikasi dengan MIN (Madrasyah Ibtidaiyah Negeri) terdekat guna mendapatkan keikutsertaan siswanya untuk UN lewat ujian persamaan bersama MIN terdekat.
MIS Darul Ulum yang dibangun sederhana olehnya dikepalai oleh Sutamin, S.Pd. seorang perempuan jebolan STKIP. MIS Darul Ulum ini dibantu oleh 8 tenaga pengajar yang secara sukarela mengajar di sekolah itu dengan upah ‘mana-mana saja’. Karena keterbatasan yang dimiliki, Sekolah ini hanya mempunyai 4 lokal kelas belajar, adalah 3 ruang kelas dan 1 ruang guru merangkap ruang kepala sekolah. Waktu belajar pun dibagi dua, kelas 1 – 3 mencar ilmu dipagi hari sampai menjelang siang, sedangkan kelas 4 dan 5 belajar siang hingga sore.
Alan sendiri bantu-membantu tidak bersekolah tinggi, karena yaitu keterbatasan ekonomi keluarga, ia hanya duduk sampai SMA saja. Lalu ia bekerja untuk membantu ekonomi keluarga sebagai seorang Kornet Truck. Kemudian dipercaya sebagai Sopir truck dan Fuso, pindah menjadi Supir Bus dengan trip Bima – Jakarta dan kini pindah armada bus dengan trip Bima – Mataram ibarat yang sudah diterangkan diatas.
Karena pengalaman hidupnya dari tempat yang satu ke kawasan lainnya selaku seorang supir Bus AKAP maupun AKDP dan mirisnya menyaksikan perkembangan pergaulan sampaumur kala sekarang, Alan pun membangun sekolah Agama, MIS Darul Ulum di dusun Tololai Desa Mawu kecamatan Ambalawi Kab Bima.
Berbekal tanah warisan orang renta seluas 10 are dipinggir jalan lintas kecamatan (Ambalawi – Wera) yang berhadapan dengan maritim, Alan kemudian memutuskan untuk menggunakan sebagian dari duit tabungannya selama menjadi supir untuk membangun sekolah Agama yang berdinding bedek.
Tahun pertama sekolahnya dibuka, murid yang mendaftar tidak hingga 15 anak, dan guru pengajar pun gres berjumlah 2 orang, itupun dari keluarga dekatnya. Awalnya sungguh susah baginya untuk mengajak beberapa sarjana pendidikan yang menganggur disekitar desanya untuk mengajar di MIS Darul Ulum. Akhirnya ada 2 warga alumni PGSD yang mau mengajar.
Kini, MIS Darul Ulum yang beliau bangun telah memiliki 68 Siswa. Sekolah Dasar terdekat di desa tersebut hanyalah SDN Tololai, berjarak 1 km dari MIS Darul Ulum. Sedangkan MIN cuma ada di ibu Kota Kecamatan yang jaraknya lebih kurang 4 km. Setiap tahun ajaran gres, siswa yang mendaftar di MIS Darul Ulum, meningkat. Hal ini karena ialah di bebaskannya seluruh pembayaran (Pendidikan Gartis) dari permulaan sekolah hingga Kelulusan.
Sejak bangkit dan melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), gres tahun lalu MIS Darul Ulum mendapatkan santunan dana BOS, itupun tidak seberapa. Hanya cukup untuk membayar pembuatan seragam sekolah bagi siswa dan untuk upah pengajar selama beberapa bulan saja.
Alan menggratiskan ongkos pendidikan dan seragam sekolah supaya para orang tua yang mempunyai anak umur SD di dusun Tololai mau menyekolahkan anaknya. Sebab, akhlak masyarakat Tololai dan sebagian besar penduduk pesisir di Negeri ini, lebih mendorong anak-anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua di bahari selaku nelayan dibandingkan dengan mencampakkan-buang uang untuk sekolah. Namun seiring waktu berlalu dan usaha keras Alan untuk meyakinkan para orang bau tanah, membuahkan hasil. Hampir semua belum dewasa seumuran SD di Tololai bersekolah. Baik di Sekolah Dasar Negeri Tololai maupun di MIS Darul Ulum.
Selain kekurangan ruang mencar ilmu, MIN Darul Ulum juga belum mempunyai Perpusatakaan maupun alat peraga. Demikian juga ruang guru dan Toilet sekolah. Sudah berulang kali dianjurkan oleh pengajar ke Dikpora Kab Bima maupun Depag kab Bima. Namun belum ada realisasi apa-apa. Menurut Alan, MIS yang beliau berdiri pernah mendapatkan pinjaman dari Dinsos Kab Bima, itupun cuma cukup untuk berbelanja bangku, meja belajar dan papan pengajaran. Sebelumnya, bangku dan meja berguru yang dimiliki yaitu yang dibentuk seala kadarnya oleh Alan dan dibantu oleh beberapa wali murid dan guru pengajar pada permulaan 2010 yang kemudian.
Hingga dikala ini belum ada pemberian apapun dari pemerintah daerah maupun Departemen Agama untuk MIS Darul Ulum yang masih berdinding bedek dan beratap seng ini. Bagi guru pengajar, KBM tetap berlangsung mirip umummeski masih banyak kelemahan disana sininya. Demikian pula 68 Siswa yang mencar ilmu di MIS Darul Ulum ini, tetap semangat untuk tetap bersekolah meski tidak senyaman di Sekolah Dasar Negeri yang berada diujung utara dusun itu.
Soekarno pernah memberikan “Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa aib dan takut untuk berbuat sebuah kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut yaitu tidak akan bertemunya dia dengan kemajuan selangkah pun”. Itulah yang menjadi ‘pegangan’ dan penyemangat bagi Alan dan para guru Pengajar di MIS Darul Ulum tersebut dalam mencerdaskan generasi masa depan Dusun Tololai Desa Mawu, hingga dikala ini.
Sumber https://wirahadie.com