Contoh kisah pengalaman piknik tanpa antisipasi kami pun berlanjut. Setelah kami melaksanakan perjalanan dr Jogja ke Dieng, kami pun berhenti di masjid Al Fatah untuk sholat dzuhur.
Baca: Contoh kisah pendek piknik ke Dieng
Masjid Al Fatah letaknya tak jauh dr loket pendaftaran pendakian Gunung Prau Patakbenteng. Di masjid ini, kami pun galau sudah hingga Dieng terus mau menjelajah kemana? naik gunung? ya enggaklah, kita aja hanya bawa 1 baju di badan saja.
Saat itu, jam dinding menunjukkan pukul 14.30 siang alias dalam waktu dekat waktu sore hari akan tiba jadi tak mungkin kami berkelana ke aneka macam kawasan wisata terkenal seperti candi arjuna, telaga merdada, kawah sikidang, dieng plateau, puncak sikunir, pendakian gunung prau, pendakian gunung pangonan atau telaga menjer.
Bekal uang yg kami bawa sangatlah sedikit. Saya cuma menjinjing duit Rp 80.000 & sobat saya cuma menjinjing Rp 130.000 itupun sudah terpotong beli bensin & gado-gado di perjalanan. Kalau harus menginap, kita wajib menyewa homestay alasannya suhu di dieng pada ketika malam hari akan sungguh acuh taacuh.
Suhu yg ekstrim apalagi kami yg bukan orang Dieng akan mengakibatkan kami sulit beradaptasi. Jadi sama sekali kami gak berfikir akan tidur di serambi masjid sebab ini berbahaya.
Akhir kata, saya pun lanjut berjalan ke barat menuju kota Dieng. Dari masjid Al Fatah kita perlu berjalan mengikuti tanjakan yg berkelok-kelok mirip punggung ular hingga mendapatkan pertigaan kecil yg terdapat banyak pertokoan & warung makan.
Di pertigaan ada rambu penanda arah menuju Telaga warna, Sikunir jika belok ke kiri. Apabila ananda belok ke kanan akan sampai ke Candi Arjuna & Telaga Merdada. Kami memutuskan untuk pergi ke Telaga Warna alasannya jaraknya yg lebih bersahabat.
Daftar Isi
Cerita Pengalaman Liburan Di Telaga Warna
Jalan Telaga Warna lebarnya seperti jalan kampung, kecil & sudah beraspal, hanya saja ada serpihan jalan yg berlubang & bergelombang.
Setelah sampai di objek rekreasi Telaga Warna, saya pun memakirkan sepeda motor di depan seberang jalan dr loket retribusi. Di sini banyak sekali kios yg menjajakan kuliner & souvenir. Fasilitasnya diantaranya tempat parkir, toilet & musholla.
Lalu kami bergegas menuju loket masuk Telaga Warna. Harga tiket telaga warna untuk hari biasa yakni Rp 5.000/orang & Rp 7.500/orang untuk hari libur. Untuk wisatawan luar negeri, harga tiketnya lebih mahal yakni Rp 100.000/orang untuk hari biasa & Rp 150.000/orang untuk hari libur.
Baca juga: Cerita pendek atau cerpen
Begitu masuk ke telaga warna, kami memutuskan untuk pribadi sholat ashar di musholla yg ada di dlm objek rekreasi. Setelah itu, kami menjelajahi beberapa objek rekreasi berikut:
Telaga Warna & Telaga Pengilon
Telaga warna Dieng & Telaga Pengilon memang tampakbewarna biru kehijauan. Dari dasarnya terlihat ada banyak gelembung udara yg naik muncul ke atas permukaan air.
Ada jalan setapak yg telah dibuat mengelilingi telaga. Dan sisi pinggirnya pula sudah diberi pagar tembok pendek sehingga aman bagi hadirin yg menenteng belum dewasa.
Di antara telaga warna & telaga pengilon terdapat empat gua yaitu gua semar, gua jaran, gua sumur & gua pengantin.
Gua Semar
Gua Semar ialah kawasan pertapaan mantan presiden Soeharto pada tahun 1974. Gua ini konon dijaga oleh makhluk astral alias tak kasat mata yg berwujud semar.
Gua Jaran
Gua jaran merupakan gua yg ditemukan dengan-cara kebetulan oleh seekor kuda. Pada dikala itu hujan deras, seekor kuda betina kebingungan mencari tempat berteduh & akhirnya memperoleh sebuah gua. Anehnya, setelah keluar dr gua sang kuda betina tersebut hamil.
Gua Sumur
Di dlm gua sumur terdapat kolam kecil yg airnya sangat jernih. Konon katanya, air ini mengandung berkah yg bisa dipakai sebagai obat. Air ini diketahui dgn sebutan Tirta Prawitasari. Gua ini dijaga pula oleh sesosok makhluk yg bernama Eyang Kumolosari.
Gua Pengantin
Gua pengantin ialah kawasan pertapaan bagi orang yg ingin memperoleh jodohnya.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 16.50 wib. Sudah terlalu sore,kabut mulai menebal & hawa acuh taacuh pun makin terasa menusuk di badan. Kami pun pribadi beranjak pulang.
Jalan berbanding terbalik, kami menuruni jalanan yg ekstrim, kanan gunung-kiri jurang yg sangat dalam. Kondisi jalan dr pegunungan dieng menuju kota wonosobo keadaanya turun terus & berkelok-kelok. Dan sesampainya di kota Wonosobo saya pun merasa abnormal.
“Ternyata lampu jarak dekat motor saya mati !!!”
Tidak ada bengkel yg buka di sepanjang jalan & lampu jauh pun tak bisa dipercaya untuk menerangi kondisi jalan di malam hari. Apa boleh buat, lampu headlamp yg saya taruh di jok motor pun terpaksa saya gunakan untuk menerangi jalan.
Nah, demikian pola kisah pengalaman liburan sederhana yg bisa saya tulis. Semoga bisa diambil pelajarannya.