√ Cerita Sangkuriang dan Legenda Gunung Tangkuban Parahu

wargamasyarakat.org, Salam Haneut! Cerita Sangkuriang bareng Dayang Sumbi tak terpisahkan dr sasakala gunung Tangkuban Parahu. Cerita legenda Sangkuriang dikisahkan turun temurun dengan-cara lisan di masyarakat Sunda.

Adapun referensi tertulis perihal sasakala Sangkuriang terdapat pada naskah Bujangga Manik. Naskah ini ditulis pada daun lontar sekitar masa ke-15 atau awal masa ke-16 Masehi.

Seperti ini alur ceritanya…

Cerita Asal Usul Dayang Sumbi

Di kahyangan ada sepasang ilahi-dewi yg berbuat kesalahan, lalu Sang Hyang Tunggal mengutuk mereka turun ke bumi dgn wujud binatang.

Dewi diturunkan ke bumi dgn wujud babi hutan beranama Celeng Wayung Hyang atau Wayungyang. Sedangkan ilahi jadi anjing berjulukan si Tumang.

Mereka bertapa & memohon pada Sang Hyang Tunggal mudah-mudahan dibebaskan dr hukuman.

Diceritakan, Raja Sungging Perbangkara tengah pergi berburu. Selama di hutan, ia membuang air seni yg ditampung dlm daun keladi hutan (caring). Ada pula yg mengisahkan ditampung dlm batok kelapa.

Wayungyang yg kehausan meminum air seni sang raja. Ajaib, Wayungyang hamil & melahirkan bayi perempuan yg anggun jelita.

Bayi tersebut ditemukan oleh raja Sungging Perbangkara kemudian dibawa ke keraton & diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Raja tak tahu kalau bayi itu anaknya.

Dayang Sumbi tumbuh jadi putri yg cantik jelita sehingga banyak raja & pangeran yg ingin meminangnya. Tapi Dayang Sumbi menolak semua pinangan para raja & pangeran. Akhirnya, para raja pun berperang dgn sesamanya.

Asal Usul Sangkuriang

Atas seruan dirinya, dayang Sumbi diasingkan ke sebuah bukit ditemani seekor anjing berjulukan si Tumang. Suatu hari, tatkala Dayang Sumbi sedang asyik menenum, torompong/ torak yg sedang dipakai menenum jatuh.

Dayang Sumbi malas mengambilnya. Ia lalu melontarkan ucapan yg tak dipikirkan dahulu. Dayang Sumbi berjanji barang siapa yg mengambilkan torak, kalau pria akan dijadikan suami tetapi kalau perempuan akan dijadikan saudarinya.

  √ Arti Kata dan Terjemah Lirik Lagu Pileuleuyan

Si Tumang mengambilkan torak tersebut. Mau tak ingin, Dayang Sumbi menepati janjinya. Ia pun mengawini si Tumang. Kerajaan merasa malu dgn peristiwa itu. Dayang Sumbi kesannya diasingkan ke tengah hutan & hanya ditemani si Tumang.

Pada malam bulan purnama, si Tumang mampu kembali ke wujud aslinya sebagai tuhan yg tampan. Dayang Sumbi bermimpi bercumbu dgn dewa yg tampan, padahal itu wujud orisinil si Tumang selaku yg kuasa.

Dari pernikahannya dgn si Tumang, Dayang Sumbi melahirkan seorang bayi pria yg diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi laki-laki yg tampan & berpengaruh.

Cerita Sangkuriang Berburu

Suatu sewaktu, Dayang Sumbi menghendaki hati menjangan (rusa). ia memerintahkan Sangkuriang & si Tumang berburu ke hutan.

Sangkuriang sudah usang berburu namun belum pula memperoleh hewan buruannya. Hingga kesudahannya Sangkuriang melihat seekor babi hutan yg gemuk melarikan diri. Sangkuriang memerintahkan si Tumang mengejarnya namun si tumang tak menuruti perintah Sangkuriang. Si tumang tahu celeng tersebut ternyata Wayung Hyang (atau Wayungyang) yg merupakan neneknya Sangkuriang.

Sangkuriang galau lantaran tak mendapatkan hati menjangan. Akhirnya ia menyembelih si Tumang & mengambil hatinya.

Dayang Sumbi mengkonsumsi hati hasil buruan anaknya, tetapi ia sangat murka sesudah tahu hati yg dimakannya ternyata hati si Tumang, suaminya. Dayang Sumbi memukul kepala sangkuriang dgn centong nasi yg yg dibuat dr tempurung hingga terluka.

Sangkuriang pergi meninggalkan rumah. Dayang Sumbi menyesal karena telah mengusir anaknya. ia mencari Sangkuriang namun Sangkuriang telah pergi jauh.

Dayang Sumbi memohon pada Sang Hyang Tunggal supaya suatu saat dipertemukan lagi dgn anaknya. Untuk itu Dayang Sumbi melaksanakan tapa & laku cuma memakan tumbuh-tanaman & sayuran atau lapapan mentah.

Sangkuriang pergi mengembara mengelilingi dunia & mencar ilmu ke banyak petapa sakti. Setelah beberapa tahun sangkuriang tumbuh menjadi pemuda yg sakti & gagah perkasa. ia terus berlangsung ke arah timur, & sesudah sekian lama akibatnya hingga lagi di barat. Tanpa sadar ia telah sampai di daerah Dayang Sumbi berada.

Sasakala Gunung Tangkuban Parahu

Sangkuriang berjumpa seorang wanita anggun jelita bernama Dayang Sumbi. Dayang sumbi kekal muda & tetap elok lantaran melaksanakan tapa & laris cuma memakan tumbuhan mentah.

Awalnya mereka tak saling mengenal, kemudian berkasih mesra. Tatkala Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang yg sedang duduk bersandar, Dayang Sumbi terkejut melihat tanda bekas pukulan centong di kepala Sangkuriang.

Dayang Sumbi karenanya tahu kalau Sangkuriang ternyata anaknya. Dayang Sumbi menerangkan, tetapi Sangkuriang tetap ingin menikahinya. Dayang Sumbi menolak & membuat siasat biar cita-cita Sangkuriang tak terjadi.

Dayang Sumbi mengajukan syarat yg menurutnya tak mungkin dipenuhi. Ia minta dibuatkan bahtera & telaga dgn membendung sungai Citarum, dlm waktu semalam. Sangkuriang yg sakti & gagah tangguhmenyanggupinya.

Sangkuriang dibantu para guriang (makhluk halus) menciptakan perahu dr pohon besar di sebelah timur. Kelak, tunggul atau pangkal pohon tersebut berubah menjadi jadi gunung yg kini bernama Bukit Tunggul.

Rangrang atau ranting pohon tersebut kemudian ditumpukkan di sebelah barat, kelak berganti menjadi gunung yg berjulukan Gunung Burangrang.

Lewat tengah malam, Sangkuriang hampir selesai menciptakan telaga. Dayang Sumbi resah, ia tak ingin sangkuriang menyelesaikan syarat yg diajukannya.

Dayang Sumbi memohon pada Sang Hyang Tunggal. Lalu ia membentangkan boeh rarang atau kain putih hasil tenunannya di sebelah timur. Boeh rarang memancarkan cahaya mirip sinar fajar. Dayang Sumbi pula memukul-mukul lesung dgn alu mirip orang sedang menumbuk padi di pagi hari.

Para guriang cemas, mereka berlari meninggalkan pekerjaannya. Sangkuriang marah & mengamuk. Perahu yg nyaris selesai dibuatnya ditendang & menangkup di sebelah utara, kelak berganti menjadi Gunung Tangkuban Perahu.

Dinding telaga pun dijebolnya hingga surut & kelak menjadi lokasi kota Bandung. Lubang tembusan air Citarum kemudian diketahui dgn nama Sanghyang Tikoro. Sedangkan bekas sumbatan fatwa Citarum dilempar ke sebelah timur & berganti menjadi Gunung Manglayang.

Sangkuriang telah kehilangan nalar sehatnya. ia mengejar-ngejar Dayang Sumbi & hampir menangkapnya di Gunung Putri.

Dayang Sumbi memohon pada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya. Dayang Sumbi pun berganti menjadi bunga jaksi. Sedangkan Sangkuriang menghilang ke alam ghaib (ngahiyang) sehabis sampai di Ujung Berung.

Baca juga:

Cerita singkat Sangkuriang

  √ Kumpulan Contoh Resensi Buku Non Fiksi Terlengkap dan Terbaru

Dongeng Sangkuriang Bahasa Sunda

Pesan Cerita Sangkuriang

Selain menjadi dongeng rakyat Jawa Barat, dilihat dr sudut pandang falsafah Sunda kisah Sangkuriang pula mengandung makna kehidupan.

Isi pokok atau inti kisah legenda Sangkuriang menurut Hidayat Suryalaga ialah selaku pencerahan bagi insan yg mencari jati dirinya (wikipedia).

Hasil pencarian jati diri manusia akan melahirkan nurani selaku kebenaran sejati. Tetapi jikalau tak disertai dgn kehati-hatian, maka dirinya akan terus digagahi kebimbangan. Lalu melahirkan ego rasio, yakni jiwa yg ada dlm kegelapan.

Ketika hati nurani termakan lagi kewaswasan, hilanglah kesadaran hakiki. Penyesalan nurani dilampiaskan dgn menghantam keangkuhan ego.

Kesombongan memengaruhi sang ego untuk meninggalkan nurani. Pengembaraan sang ego dlm mencari ilmu di dunia pada akhirnya kembali menemui nurani.

Namun konferensi sang ego rasio & nurani yg tercerahkan tidaklah mudah. Berbekal ilmu pengetahuan yg dimilikinya, sang ego harus membangun kehidupan sosial yg dilandasi kasih sayang; silih asah, silih asih & silih asuh. Harus membangun kehidupan sosial di tengah masyarakat dgn banyak sekali peranginya.

Keutuhan jati diri sang ego pun mesti dibuat oleh dirinya. Keberadaan sang ego tak lepas dr sejarah dirinya & asal muasal keberadaannya.

Sang ego mesti menunjukkan keberadaan dirinya. Lalu ia pun mempunyai keturunan dlm masyarakat yg akan datang & berakhir menjadi setumpuk tulang belulang.

Harapan bersatunya sang ego rasio & nurani terpaksa berhenti karena kematian dikandung badan.

Sang ego hanya mendapati penyesalan yg teramat sungguh & kemarahan terhadap dirinya. Maka ditendanglah keegoisan rasio dirinya, kemudian menjadi manusia yg menyesali kemalangan dirinya.

Sang ego masih merasa ingin tau, maka dikejarnyalah sang nurani dambaan dirinya. Akan tetapi sang nurani hanya menjadi saksi atas sikap & banyak sekali kejadian yg dialami sang ego.

Akhir kisah yaitu tatkala berakhirnya kepongahan rasio. Dengan kesadaran, dicabut & dilemparkan sumbat keangkuhan rasio. Maka terbukalah jalan masuk komunikasi yg santun dgn siapapun.

Fakta Geologi Gunung Tangkuban Parahu

Penelitian geologis menawarkan sudah terjadi dua letusan gunung Sunda purba sekitar 105.000 & 55.000 – 50.000 tahun yg lalu. Letusan kedua sudah meruntuhkan kaldera gunung Sunda purba sehingga tercipta Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Burangrang, & Bukit Tunggul.

Menurut artikel yg simkuringbaca di wikipedia, masa ini yakni masanya Homo Sapiens, semasa dgn insan Jawa (Wajak).