√ Aneka Macam Gerakan Perlawanan Terhadap Jepang

Berbagai Gerakan Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Jepang – Setelah mencicipi bahwa Jepang sama seperti Belanda yang tidak lebih cuma ingin menguras harta Indonesia, timbullah beberapa perlawanan yang dilaksanakan oleh rakyat Indonesia. Namun, pada era pendudukan Jepang, perjuangan dijalankan dengan sungguh hati-hati karena yaitu pemerintah Jepang sungguh kejam.

Mereka tidak segan-segan menyiksa atau bahkan membunuh siapapun yang mencoba memberontak. Menghadapi perjuangan yang sangat sulit ini, para p0juang Indonesia berjuang dengan menyesuaikan suasana dan kondisi yang ada. Adapun bentuk-bentuk perlawanan yang dijalankan oleh bangsa Indonesia kepada Jepang ialah selaku berikut:

A. Perjuangan Melalui Organisasi Bikinan Jepang

1. Memanfaatkan Gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)

Tujuan Jepang membentuk PUTERA yakni untuk kepentingan Jepang sendiri, adalah untuk membantu Jepang untuk mempertahankan Indonesia dari sekutu. Namun, PUTERA justru dimanfaatkan oleh para p0juang untuk membela rakyat Indonesia dari langkah-langkah sewenang-wenang Jepang. Para tokok-tokoh PUTERA memanfaatkan organisasi ini untuk menggembleng sikap, mental, dan semangat nasionalisme, cinta tanah air, anti kolonialisme dan imperialisme.

2. Memanfaatkan Barisan Pelopor (Syuisyintai)

Setelah disadari bahwa PUTERA menyerupai tombak bermata dua bagi Jepang, organisasi tersebut dibubarkan dan diganti dengan Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa). Syusintai (Barisan Pelopor) yang berada di bawah komando Jawa Hokokai dimanfaatkan oleh para nasionalis untuk menyalurkan aspirasi nasionalisme dan memperabukan semangat para perjaka Indonesia melalui pidato-pidatonya.

B. Perjuangan Melalui Gerakan Bawah Tanah

1. Gerakan Kelompok Sutan Syahrir

Kelompok ini terdiri dari para pendukung demokrasi parlementer yang menentang pemerintahan Jepang yang merupakan negara fasis. Kelompok ini berisikan para pelajar yang berasal dari kota Jakarta, Surabaya, Cirebon, Garut, Semarang dan lain-lain. Mereka berjuang melawan pemerintahan Jepang dengan sembunyi-sembunyi atau dengan memakai taktik gerakan ”bawah tanah”.

2. Gerakan Kelompok Amir Syarifuddin

Amir Syarifudin mempunyai hubungan yang erat dengan pimpinan departemen pendidikan Hindia Belanda pada waktu itu, P.J.A. Idenburg. Tokoh Belanda ini menawarkan derma terhadap golongan ini untuk melawan pemerintahan Jepang.

Mereka ialah kelompok anti fasis dan menolak untuk bekerja sama dengan Jepang. Selain itu, Amir Syarifudin juga sering mengkritik pemerintahan Jepang. Oleh karena adalah itu, Amir Syarifuddin ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1944. Namun setelah Jepang mengalah, Amir Syarifudin terbebas dari eksekusi.

3. Kelompok Sukarni

Kelompok ini memilik tugas yang sungguh aktif mendekati kurun kemerdekaan Indonesia. Kelompok ini terdiri dari Tokoh-tokoh, seperti Sukarni, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Chaerul Saleh, dan Maruto Nitimihardjo.

4. Kelompok Pemuda Menteng

Kelompok Pemuda Menteng dibentuk oleh beberapa pemuda yang melakukan pekerjaan pada Sendenbu (Bagian Propaganda Jepang) dan bermarkas di gedung Menteng 31 Jakarta. Seperti golongan-kalangan yang lain, mereka berjuang secara belakang layar dengan mengerakan semangat nasionalisme para pemuda Indonesia. Adapun tokoh-tokoh yang populer dari kelompok ini yakni Sukarni, Chaerul Saleh, A.M. Hanafi, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimihardjo, Khalid Rasjidi dan Djamhari.

C. Perjuangan Melalui Perlawanan Bersenjata

Selain usaha yang dikerjakan secara sembunyi-sembunyi, bangsa Indonesia juga melakukan beberapa perlawanan dengan memakai senjata yang dilaksanakan oleh rakyat maupun pasukan PETA. Adapun perjuang – usaha tersebut yakni selaku berikut:

C.1. Perlawanan Bersenjata yang Dilakukan Rakyat

Karena kekejaman Jepang, timbullah perlawanan bersenjata di berbagai tempat yang dilakukan oleh rakyat. Adapun perlawanan-perlawanan tersebut antara lain:

1) Perlawanan Rakyat di Cot Pleing

Perlawanan ini terjadi pada tanggal 10 November 1942 dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil, seorang guru mengaji di Cot Pleing, Lhoseumawe, Aceh. Perlawanan ini dikarenakan rakyat Aceh telah tidak tahan lagi dengan apa yang dijalankan oleh Jepang.

Namun, Jepang meredam pemberontakan itu dengan melakukan penyerangan terhadap masjid di Cot Pleing dan membakar masjid, sehingga banyak pasukan Tengku Abdul Jalil banyak yang tewas. Tengku Abdul Jalil sendiri tewas karena yaitu ditembak oleh Jepang.

2) Perlawanan Rakyat di Pontianak (16 Oktober 1943)

Perlawanan ini terjadi pada tanggal 16 Oktober 1943 oleh Dayak serta kaum feodal di hutan-hutan pedalaman. Masyarakat Pontianak melakukan perlawanan ini sebab yaitu menderita balasan tindakan Jepang kejam. Perlawanan ini dipimpin oleh Utin Patimah, tokoh darah biru dari masyarakat Pontianak.

3) Perlawanan Rakyat di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat (25 Februari 1944)

Perlawanan ini terjadi pada tanggal 25 Februari 1944 dan dipimpin oleh KH. Zainal Mustafa. Beliau yakni seorang kiyai pendiri pesantren Sukamanah. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh p3enistaan agama yang dilakukan oleh Jepang dengan meminta masyarakat untuk melaksanakan “Seikeirei” (menyembah terhadap Tenno Heika Kaisar Jepang). KH.

Akibat pemberontakan ini. KH. Zainal Mustafa beserta 27 orang pengikutnya tertangkap dan dihukum mati oleh Jepang pada tanggal 25 Oktober 1944.

C.2. Perlawanan Bersenjata yang Dilakukan PETA

PETA yang ialah organisasi bentukan Jepang melaksanakan pemberontakan di Blitar pada tanggal 29 Februari 1945. Pemberontakan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini alasannya adalah yaitu didasari oleh ketidakrelaan mereka terhadap perilaku Jepang yang membuat masyarakat Indonesia menderita, mirip pengumpulan hasil padi, perekrutan Romusha dan Heiho secara paksa.

Pemberontakan PETA di Blitar ini merupakan salah satu perlawanan yang paling besar di Pulau Jawa dan sempat membuat Jepang kerepotan. Tetapi Jepang berhasil meredamnya dengan melakukan tipu akal kancil. Melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), Jepang berpura-pura meminta pasukan PETA untuk berunding, tetapi mereka malah ditangkap dan keempat perwira PETA dieksekusi mati. Namun, Syodanco Supriyadi sukses meloloskan diri dan hingga kini nasibnya tidak dimengerti.

Perlawanan PETA di Blitar bukanlah perlawana satu-satunya karena ialah banyak pula muncul perlawanan PETA di daerah-tempat lain, mirip di Meureudu, Aceh (November 1944) yang dipimpin oleh Perwira Gyugun T. Hamid. Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945) yang dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri bareng teman-temannya.

Sumber https://www.kakakpintar.id

  Pelajaran Ips: Rangkuman Materi Kegiatan Ekonomi Di Indonesia Untuk Kelas 5 Sd