wargamasyarakat.org, Salam Haneut! Sanghyang Siksa Kandang Karesian (SSKK) ialah teks Sunda kuna berbentuk prosa didaktis yg membahas cuilan aturan atau pedoman tentang hidup pandai berdasarkan darma.
Isinya bersifat ensiklopedis yg menawarkan citra tentang pedoman moral biasa untuk kehidupan bermasyarakat pada masa itu, termasuk banyak sekali ilmu yg mesti dikuasai sebagai bekal kehidupan simpel sehari-hari.
Penuturannya berpijak pada kehidupan di dunia dlm negara. Sanghyang Siksa Kandang Karesian dimaksudkan untuk diajarkan oleh sang budiman pada mereka yg mencari kebahagiaan.
Isi pemikiran yg tersurat di dalamnya sebagian besar ditujukan pada kelompok yg bukan resi, terutama dlm hal pelaksanaan peran rakyat (hulun) bagi kepentingan raja.
Perilaku Tatkala Berjalan di Hutan
Ketika seorang hulun diperintahkan untuk pergi ke hutan, maka ia tak boleh lupa menjinjing baju & selimut. Bila ia pergi tak bersama-sama raja, maka ia harus menuruti peraturan dlm siksa kandang karesian.
Adapun peraturannya yaitu:
Artinya:
Jangan memetik sayur di ladang kecil milik orang lain, pula di kebun milik orang lain. Bila tindakan itu dikerjakan, maka akan tak berguna hasil amal baik hulun itu.
Artinya:
Batas kebun di hutan, kayu yg ditandai tali, pohon buah yg ditandai ranting, kayu bakar yg disandarkan, cendawan yg ditutupi, sarang tawon, odeng, lebah, éngang, ulat kayu, parakan atau apapun yg sudah diberi simpul babayan jangan diambil.
Parakan yakni potongan sungai daerah menangkap ikan dgn cara mengeringkannya sebahagian. Babayan yaitu tali bergantung selaku ciri pemilikan.
Artinya:
Jangan sekali-kali menurunkan sadapan orang lain, alasannya merupakan sumber dosa & pangkal kenistaan & noda.
Itulah 3 hukum tatkala berlangsung di hutan atau mendaki gunung dlm teks Sunda kuno Siksa Kandang Karesian.
Sumber: Buku Alih Bahasa Siksa Kandang Karesian, Perpusnas Press 2020.