Ras Pada Kala Kolonial : Tugas Tokoh Politik Di Nusantara

Ketika dongeng Jawa memiliki persoalan kepada negosiasi untuk berjualan dengan para Sultan dan tiokoh politik di Nusantara, maka banyak sekali persoalan terkaot dengan seni manajemen utama yang digunakan oleh para penjajah, yakni divide et impera yang memanfaatkan disintegrasi sosial ditengah kerajaan-kerajaan Nusantara.

Bantuan serta perundingan perdagangan terhadap elite-elite politik terhadap para Sultan saat itu. Dengan adanya kesepakatanjual beli yang membuat elite politik menjadi sarana pertama yang selanjutnya memposisikan selaku penguasa.

Pihak colonial tidak mengawali sebuah penjajahan dengan melakukan serangan atau kekuasaan fisik alasannya eksklusif memicu resistensi dari penduduk Nusantara. Melalui proses negosiasi ekonomi-politik yang dijalankan dengan teknik halus, VOC Belanda mengundag para elit politik untuk membuka pintu dan memberik diri untuk dikuasai oleh supremesi kelompok Barat (oksidental).

Dengan melumpuhkan sikap resistensi dari para Sultan maka pihak colonial Belanda dan berhasil melaksanakan proses kolonialisme untuk menguasai sumber daya alam dan ekonomi Indonesia pada ketika itu.

Kekuasaan Belanda tidak berhenti sampai pada tahap politik, dengan adanya budaya baru di tengah penduduk . Maka aneka macam hal terkait kekuasaan Indonesia menjadi bab dari ekpresi seni atau aktivitas yang merefleksikan suatu tradisi.

Dalam sosiologi, budaya adalah pandangan baru-ilham yang mengorganisasi penduduk , apakah perlu mendengar perumpamaan Belanda, Tionghoa / Timur Asing dan pribumi, mari kita ingat bagaimana labeling tersebut diceritakan adalam artikel yang dibentuk.

Dengan adanya segregasi sosial antara budaya Barat, Tionghoa, dan Indonesia. Istilah yang amsih menjadi suatu kebiasaan dintengah masyarakat Indonesia yang membedakan individu menurut ras dan warna kulit serta dipertahankan dengan sedemikian rupa hingga pada masih mengingatnya.

  Eropa, Melangkah Dengan Hati-Hati

Adanya ungkapan Tionghoa dan Pribumi tentunya mengenang beberapa yang menjadi pada era pemerintahan Orde Baru yang sempat melaksanakan segregasi sosial antara kalangan etnis Tionghoa berpolitik. Pola mirip ini, tentunya masih terbentuk dan dipertahankan sampai pada abad Orde Reformasi.

Pengetahuan yang perlu dimengerti mengenai ras, tengtunya telah menjadi pembagian masyarakat Indonesia menurut atribut kulit dan ras bahwasanya sudah terjadi semenjak kolonialisme Belanda. 

Adanya perbedaan masa pastinya mensugesti istilah yang dibentuk menurut perpolitikan dan ekonomi secara menyeluruh. Maka, dibuatlah konflisk antara penjajahan Belanda dengan kalangan pribumi dikala itu. Begitu juga sebaliknya, untuk kala sekarang, khususnya pada sistem politik saat ini.