Problematika Pembelajaran Pai Di Madrasah Tsanawiyah (Mts)

Problematika Pembelajaran PAI di Madrasah Tsanawiyah (MTs) merupakan sebuah makalah ihwal masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran materi PAI (pendidikan Agama Islam) di jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan yakni usaha sadar dan terjadwal untuk mewujudkan suasana mencar ilmu dan proses pembelajaran biar peserta ajar secara aktif mengembangkan peluangdirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, etika mulia, serta keterampilan yang diharapkan dirinya, penduduk , bangsa dan negara.
Problematika Pembelajaran PAI di Madrasah Tsanawiyah  Problematika Pembelajaran PAI di Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Sedangkan pendidikan agama pada pasal 37 dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional, dimkasudkan untuk membentuk akseptor latih menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sertaberakhlak mulia (UU RI No. 20 Tahun 2003 wacana Sisdiknas).

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menggembirakan, menantang, memotivasi peserta ajar untuk ikut serta aktif, serta memperlihatkan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan talenta, minat, dan pertumbuhan fisik serta psikologis penerima asuh.

Untuk itu setiap satuan pendidikan melaksanakan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk mengembangkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan (Permenag RI No. 000912 Tahun 2013: 264).

Rancangan Dan Pelaksanaan Pembelajaran PAI di Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Perencanaan Pembelajaran

Seperti diungkapkan M. Sobry Sutikno (2005: 44-45) bahwa kegiatan penting pada tahapan perencanaan pembelajaran yakni:

  • Mengecek atau menciptakan silabus
  • Menentukan tujuan instruksional umum
  • Menentuka tujuan instruksional khusus
  • Menentuka cara evaluasi atau evalusi yang akan dipakai untuk mengetahui kemampuan belajar peserta asuh
  • Menentukan waktu pelaksanaan
  • Menentukan buku wajib dan opsi
  • Membuat ringkasan info atau hand aut.

Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran mencakup penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat evaluasi pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan (PERMENAG RI No. 000912 Tahun 2013: 265).

Alokasi waktu jam tatap wajah pembelajaran Pendidikan Islam, Tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs) adalah 40 menit. Pelaksanaan pembelajaran ialah implementasi dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang mencakup kegiatan pendahuluan, inti dan penutup (Permenag RI No. 000912 Tahun 2013: 268).

Perencanaan pembelajaran, termasuk pada jenjang pendidikan MTs juga mesti mengamati faktor psikologis siswa sehingga dalam penyampaiannnya dapat menggunakan sistem pembelajarannya yang tepat, sesuai dengan kesanggupan siswa untuk mendapatkan serta mencerna materi yang diberikan.

Pada tingkatan MTs yakni rata-rata usia 12-15 tahun, ini masuk dalam golongan Pra-Remaja atau era remaja pertama. Dalam fase ini sebagaimana Anam (2011: 44-45) ditandai dengan hal-hal selaku berikut;
  • Kepatuhan anak untuk mengikuti ketentuan pemikiran agama akan menyusut,alasannya perasaannya yang belum stabil.
  • Ajaran agama tidak diterima begitu saja, tanpa dipahaminya terlebih dahulu.
  • Anak akan sering bertanya atau minta penjelasan yang masuk nalar.

Oleh karena itu;

  • Guru PAI jangan cepat terlalu mencela kelakuan anak yang terlihat agak berangasan, usahakan memahaminya secara perorangan
  • Guru PAI jangan cepat menghukum atau menganggap anak dengan dosa atau pahala, surga atau neraka.
  Hot Girls Wanted (Realitas Dibalik Industri Lendir) Resensi Film.

Namun selain aspek psikologis, dalam melaksanakan pembelajaran juga perlu diperhatikan aspek jasmani (biologis) peserta bimbing. Karena seorang yang secara biologis menderita cacat akan mempunyai kelemahan dan keunggulan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang yang normal (Ramayulis, 2005: 7).

Dengan demikian, berdasarkan penulis, seorang guru perlu mengetahui aspek jasmani dan psikologis akseptor asuh, sehingga dapat merencanakan proses pembelajaran yang tepat serta mampu dicerna oleh peserta ajar. Artinya kedua faktor tersebut dapat menjadi pijakan guru untuk memilih sistem, alat, dan evaluasi pembelajaran.

Pelaksanaan Pembelajaran

Upaya pendidik untuk menentukan metode yang sempurna dalam mendidik peserta didiknya harus pula diadaptasi dengan tuntutan dan karekteristik peserta didiknya. Dengan demikian mampu dikatakann bahwa dalam memakai metode pendidikan seorang pendidik disamping memperhatikan keadaan jasmani akseptor latih juga perlu mengamati kondisi jiwa atau rohani, yang kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan (Ramayulis, 2005: 8).

Untuk tingkat MTs yang secara umum berusia antara 12-15 tahun ini mamasuki masa adjusment; mulai masuk proses pematangan, mulai menyadari adanya musuh jenis, timbul perilaku humanistik, perlu panduan dan internaslisasi (penananam) nilai-nilai Islami dan moralitas luhur (Anam: 2011: 46).

Cara penyampaiannya diperluas yaitu dengan mengemukakan argumentasi-argumentasi/dalil-dalil baik naqli maupun aqli, sehingga anak didik yang sudah meningkat cukup umur itu dapat menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam pikirannya.
Dan selanjutnya dapat mengetahui argumentasi-argumentasi tersebut dan menjadikan suatu iman. Hal ini didasari dari faktor psikologis peserta didik pada jenjang MTs yang umumnya usia 12-15 tahun.

Proses pembelajaran pendidikan Islam yang dijalankan guru dikelas, meliputi kegiatan tahap pra-instruksional, tahap instruksional, dan tahap evaluasi. Sebagaimana berdasarkan Sudjana (2010: 148) pelaksanaan proses pembelajaran meliputi pentahapan selaku berikut:

Tahap Pra-Instruksional, Yakni tahap yang ditempuh pada saat mengawali pembelajaran, adalah sebagai berikut:

  • Guru menanyakan kedatangan siswa
  • Guru mengajukan pertanyaan terhadap siswa hingga mana bahan pelajaran pada konferensi sebelumnya.
  • Memberikan kesempatan terhadap siswa untuk bertanya perihal pelajaran pada konferensi sebelumnya.
  • Mengajukan pertanyaan terhadap siswa berhubungan dengan materi pelajaran pada konferensi sebelumnya.

Tahap Instruksional, Yakni tahap santunan materi pelajaran pada saat pembelajaran, beberapa aktivitas tersebut sebagai berikut:

  • Guru menerangkan tujuan pembelajaran yang mesti diraih oleh siswa
  • Guru menerangkan pokok materi pelajaran
  • Guru membicarakan pokok materi pelajaran
  • Guru menggunakan alat peraga atau media yang memperjelas pembahasan materi
  • Guru mempersilakan penerima didik mengajukan pertanyaan dan menyimpulkan bahan pelajaran.

Tahap Evaluasi, Yaitu tahap untuk mengetahui keberhasilan tahap Instruksional, ialah sebagai berikut:

  • Guru melaksanakan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah dilakukan
  • Guru bertanya mengenai materi pelajaran
  • Guru meberikan tugas untuk dikerjakan di rumah
  • Guru memberitahukan bahan pelajaran yang hendak dibahas pada pelajaran selanjutnya.

Problematika Pembelajaran PAI di Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Istilah kesulitan/problema berasal dari bahasa Inggris adalah “problematic” yang artinya masalah atau dilema. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kesulitan/problema mempunyai arti hal yang belum mampu dipecahkan; yang menyebabkan duduk perkara; problem; situasi yang mampu didefinisi sebagai suatu kesusahan yang perlu dipecahkan, terselesaikan atau diadaptasi (Rajasa, 2002: 499).

Berikut ini, kami akan memaparkan beberapa persoalan-problem yang dihadapi oleh guru Pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah serta solusi untuk mengatasinya, diantaranya ialah:

  Cara Sinkron Emis Madrasah Ke Sispena Tahun 2018

Kesulitan Guru Pendidikan Islam Dalam Menyusun Silabus

Dalam menyusun silabus mata pelajaran PAI banyak mengalami dilema. Dan yang melatarbelakangi masalah tersebut secara garis besarnya ialah selaku berikut;

  • Waktu dalam sosialisasi bimbingan teknis penyusunan silabus mata pelajaran PAI dari unit lembaga terkait yang ada di Kementrian Agama bidang Pendidikan Madrasah sangatlah minim (Sosialisasi biasanya cuma dilakukan satu kali, yaitu jika ada kurikulum baru, seperti yang terbaru ialah kurikulum 2013)
  • Keragaman karakteristik dan latar belakang pada diri akseptor bimbing.

Di dalam kelas guru akan menemukan perbedaan individual yang dimiliki oleh siswa. Karena individu merupakan kepribadian yang di dalamnyaterdapat peluangyang harus dikembangkan. Dalam pengembangan potensi-potensinya (khususnya di lingkungan pendidikan) setiap individu memiliki tata cara dan tujuan yang berlawanan-beda, adanya perbedaan individual itu disebabkan adanya imbas lingkungan, perbedaan jenis kelamin, perbedaan inteligensi, minat, bakat dan sebagainya.

Dari problematika tersebut diatas, maka penyelesaian yang mampu ditempuh oleh Guru PAI, berdasarkan penulis, diantaranya adalah:

  • Guru diharapkan lebih aktif dalam mengikuti MGMP serta berdiskusi dengan guru sejawat, biar tercipta budaya diskusi diantara guru dan juga mampu bertukar pikiran ihwal duduk perkara-masalah yang sedang dialami dalam proses pembelajaran
  • Guru diperlukan bisa menggunakan kemajuan TIK, sehingga dapat selalu memperbaharui berita ihwal perkembangan pendidikan dan perangkat pembelajaran lewat media Internet.

Kesulitan Dalam Menentukan Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Ketercapaian Suatu Kompetensi Dasar

Dalam pengalokasian waktu paling tidak guru mesti menimbang-nimbang tingkat kesusahan bahan, ruang lingkup atau cakupan materi, dan tingkat pentingnya materi yang dipelajari. Semakin sulit dalam mempelajari atau mengerjakan pekerjaan yang berafiliasi dengan materi, bertambah banyak yang digunakan dan makin penting maka perlu diberi alokasi waktu yang lebih banyak.

Akan tetapi pelaksanaannya dalam proses pembelajaran, belum tentu alokasi waktu yang diputuskan oleh guru itu cukup dalam menyampaikan materi tertentu untuk setiap kelas.
Misalnya di kelas A, dalam dua kali pertemuan saja peserta asuh sudah bisa menangkap materi yang disampaikan oleh guru, ternyata di kelas B waktu dua kali konferensi itu belum cukup alasannya adalah sesudah proses pembelajaran ternyata peserta latih belum bisa menangkap materi yang disampaikan.

Dengan adanya acuan tersebut, mampu dikenali problematika yang dialami oleh guru adalah adanya perbedaan perorangan pada diri siswa yang berupa: karakteristik, intelegensi siswa, dan dampak lingkungan.

Sehingga guru tidak mampu mematok pengalokasian waktu yang sesuai baik pada diri siswa maupun pada materi yang akan disampaikan.
Oleh alasannya itu, penyelesaian untuk duduk perkara tersebut menurut Ramayulis ialah dengan program akselerasi (percepatan bagi anak pintar atau sungguh cerdas), belajar dalam kelompok (menurut tingkat kecerdasan maupun prestasi), atau tingkat sebagaimana yang dijalankan dalam metode kredit (Ramayulis, 2005: 92).
Sehingga diperlukan, dengan versi pembelajaran tersebut, kalangan penerima ajar yang masih kurang mampu mengetahui pelajaran, dapat diberikan perhatian lebih oleh guru/pendidik.

Kesulitan Dalam Menentukan Sumber Belajar

Dalam memilih sumber belajar, seorang guru mesti memikirkan berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, dan kegiatan pembelajaran. Akan namun yang sering timbul problem yang di alami oleh guru PAI ialah dalam proses pembelajaran, guru masih jarang menggunakan sumber mencar ilmu melalui objek langsung, ini dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan ongkos.

  Membuka Jalan untuk Mendapatkan Sponsor, Donatur, dan Pendanaan: Sebuah Panduan Komprehensif
Misalnya untuk materi haji, seharusnya akseptor bimbing diajak eksklusif ke Islamic center untuk melaksanakan praktek manasik haji. Maka, Solusi yang mampu ditempuh, berdasarkan penulis, adalah dengan cara mempergunakan media audio visual, yaitu dengan cara siswa di putarkan video wacana manasik haji.
Dengan hal tersebut, Guru mampu mengurangi waktu serta ongkos yang diharapkan untuk melakukan praktek diluar kelas atau bahkan harus diluar sekolah.

Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran PAI di Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Untuk mengembangkan mutu pembelajaran, hal-hal yang dapat dilaksanakan pendidik pendidikan Islam diantaranya adalah selaku berikut:

Melaksanakan Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi ini akan menawarkan arti yang bermakna bagi pendidik utamanya sebagai umpan balik sehingga mampu mengelola pembelajaran dengan lebih baik, makin hari makin baik dan efektif aktivitas pembelajaran yang dijalankan.

Evaluasi yang dimaksud di sini yaitu penilaian terhadap hasil dari proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dan siswa apakah ada perubahan sikap, perilaku serta penampilan yang dikerjakan para siswa selaku objek aktivitas pembelajaran, dari acara evaluasi ini guru juga hendaknya menciptakan rumusan selaku berikut;

  • Apakah ada aspek-aspek pendukung atau penghambat selama aktivitas berjalan
  • Apakah ada pula aspek penghambat selaku tantangan untuk dijadikan materi kajian perbaikan berikutnya
  • Untuk mengetahui sempurna atau tidaknya guru memilih bahan, sistem, dan aneka macam penyesuaian dalam kelas (Ramayulis, 2002: 224).

Melaksanakan Program Pengayaan dan Perbaikan

Progam perbaikan dan pengayaan ini dilaksanakan setelah mengenali kekurangan dan kekurangn akseptor didik baik dari dalam maupun dari luar. Karena itu menelusuri kekurangan penerima bimbing mesti dijalankan secar cermat, tidak tertutup kemungkinan bagi para peserta bimbing yang mengalami kesusahan berguru perlu mendapat penanganan dan perhatian secara khusus pula dari guru.

Program perbaikan ini dapat dilaksanakan lewat pengajaran perbaikan, yang diantaranya Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004: 145) bermaksud untuk;

  • Dapat memperbaiki atau mengubah cara berguru kearah yang lebih baik
  • Dapat menentukan fasilitas dan materi berguru yang sempurna
  • Dapat menyebarkan perilaku dan kebiasaan yang mampu mendorong tercapainya hasil belajar yang lebih baik.

Sedangkan pengayaan itu mampu melalui atau terletak dalam sisi sistem yang dipergunakan dalam pembelajaran perbaikan, sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak, lebih dalam atau dengan singkat prestasi belajarnya lebih kaya (Ahmadi & Supriyono, 2004: 115).

DAFTAR PUSTAKA

  • UU RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sisdiknas & Peraturan Pemerintah RI. Bandung: Citra Umbara
  • Peraturan Menteri Agama RI no. 000912 Tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab
  • Abu Ahmadi, Supriyono. 2004. Psikologi belajar. Cet. II. Jakarta: PT. Rineka Karya
  • Choirul Anam.2011. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jombang: UNHASY
  • Sutan Rajasa. 2002. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Karya Utama
  • Sudjana. 2010. Dasar-dasar proses mencar ilmu mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
  • Sobry Sutikno. 2005. Pembelajaran efektif. Mataram; NTP PRESS
  • Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Cet.IV. Jakarta:Kalam Mulia
  • Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Cet.XII. Jakarta: Kalam Mulia