Pertentangan Seksualitas, Agama Dan Moralitas Orang Batak Di Kehidupan Sosial 1980An – 21

Agama mengajarkan mereka mengetahui eksistensi mereka tetang siapa mereka, dan budaya mereka di periode lalu. Bagaimana mereka hidup diberbagai kota dan desa, dan bagaimana mereka memperolehnya dengan adanya agama dan budaya selama mereka hidup di kota Pontianak.

Ketika masuk pada kelas sosial dengan adanya keberadaan lingkungan, sekolah, rumah tangga (RT) dan bagaimana pembangunan ekonomi politik seksualitas mereka pada kurun kala 2008-21 Partai PDI Perjuangan itu berjalan dengan pertentangan sosial, agama dan budaya seksualitas mereka yang sudah hilang rasa malu terhadap profesi mereka, selaku dokter, dan pendidik (Pontianak – DKI Jakarta – Surabaya Indonesia).

Jelas bagaimana mereka hidup dengan kecurangan dalam setiap pekerjaan, dan aktivitas agama mereka masa lalu, menjadi catatan terhadap eksistensi mereka, untuk diakui pada tataran kelas sosial sebuah wilayah (kota Pontianak).

Perpindahan penduduk, atau bahkan urbanisasi mereika terhadap kehidupan sosial mereka, dan planning penggangu seksualitas atau genetika pada orang Batak dan orang Jawa (Marpaung – Sihombing – Malau ) itu, di Pontianak, selain beringas dalam kehidupan sosial budaya mereka, tidak berlainan juga pada kala revolusi mental, dan reformasi itu pada kehidupan beragama dan budaya.

Budaya mirip itu ada di Indonesia, bagaimana mereka berlindung dibalik tembok gereja (Protestan –Islam) dan profesi mereka sebagai dokter dan pendidik di Pontianak Kalimantan Barat. Catatan kepada aneka macam kehausan mereka untuk diakui pada kelas sosial mereka selama hidup.

Pada pembangunan kota di Pontianak Tionghoa, Batak, dan Jawa serta Melayu dan Dayak (sepuh perompak kapal, orang Batak) kehadiran mereka dengan aspek kehidupan sosial budaya mereka dengan membuat konflik seksualitas pada tubuh setengan hewan manusia contohnya kucing. 

  Food Street : Jejak Pengalaman Melalui Food Street

Menjadi poin yang tidak baik pada kehidupan mereka selama hidup bermasyarakat, dan taktik mereka yang tidak berpendidikan pada awalnya misalnya berkembang dengan ekonomi politik mereka ciptakan, dari hasil pajak, perampasan harta benda, kecurangan dalam bekerja, dan dengan status sosial seklsualitas Jawa, tidak menyadari budaya dan agamanya, pembelajaran yang menarik di penduduk Indonesia.

Ajaran agama untuk kehidupan sudah digunakan dalam susukan kehidupan sosial ekonomi mereka untuk hidup dengan dengan tugas dengan siapa mereka dalam hidup beragama dan budaya, dan profesi. 

Tidak mempunyai budaya aib Sihombing tentunya menjadi permulaan dari aspek ekonomi pembangunan yang kerabkali menjadi buah bibir dan buah seksualitas di penduduk dengan  status sosial yang mereka miliki acap kali menjadi perebutan kepada pertentangan sosial seksualitas yang diciptakan dengan begitu apik, tanpa kehilangan rasa malu mereka sebagai orang Indonesia.

Hal ini terperinci bagaimana hidup beragama dan budaya, yang bergotong-royong menjadi bagian dari kanal golongan sosial mereka untuk hidup dalam metode jaringan sosial, baik itu kalangan, individu, dan organisasi.