Palestina, Pertentangan Bersenjata, Dan Latar Politik

Konflik bersenjata antara Israel  dan Palestina yang berjalan sejak pekan lalu. Menurut lansiran diberbagai media, mampu dikenali kronologisnya setidaknya 53 orang Palestina tewas, 14 di antaranya anak dalam pertentangan terbaru. Sementara di segi Israel, enam orang telah terbunuh.

Negara Palestina, lebih khusus lagi golongan Hamas di Jalur Gaza, sudah menembakan lebih dari 1000 roket ke Israel. Sementara sebaliknya Israel sudah melancarkan ratusan serangan udara ke Gaza menggunakan drone dan pesawat tempur.

 

Lalu apa yang menimbulkan pecahnya bentrokan modern ini? Berikut ulasan singkat yang dikumpulkan dari berbagai sumber, Ketegangan meningkat semenjak Israel melarang warga muslim berkumpul di daerah-tempat atau situs-situs bersejarah umat Islam di sekeliling Kota Tua Yerusalem, demikian dilansir dari Bloomberg.

Meski belakangan pembatasan itu dicabut, tetapi ketegangan di Yerusalem semakin berkembangmendengar planning Israel untuk menghalau warga Palestina dari Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur. Lingkungan Sheikh Jarrakh ialah salah satu pemukiman warga Arab Palestina paling renta di Yerusalem.

 

Ketegangan ini berujung pada bentrokan di Yerusalem pada Jumat (7/5/2021). Dalam bentrokan ini, polisi Israel bahkan melepaskan tembakan peluru karet dan gas air mata ke dalam Masjid Al Aqsa, salah satu situs paling suci dalam Islam. Adapun kelompok Palestina membalas dengan lemparan kerikil.

Yerusalem Timur direbut Israel dalam perang 1967. Hingga saat ini, sebagian besar dunia internasional – kecuali segelintir negara sahabat Israel – tak mengakui kalau Yerusalem ialah milik sah dari Israel.

Mereka dikala itu dijanjikan akan menjadi pemilik permanen dari lahan itu sehabis menetap di lokasi tersebut selama tiga tahun dan status pengungsi mereka akan dicabut. Akan tetapi ketika Israel sukses mengalahkan negara-negara Arab dalam perang 1967, Yerusalem Timur pun diduduki dan status kepemilikan tanah di Sheikh Jarrah mulai diusik.

  Reformasi Kepausan

Persoalan pertentangan Israel – yang oleh organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) gres-gres ini disebut selaku negara apartheid – mempunyai undang-undang yang mengatur bahwa orang Yahudi bisa mengklaim kembali tanah yang mereka beli sebelum perang 1948.

Tetapi undang-undang yang sama tak memberi hak ini terhadap orang Arab. Berbekal undang-undang inilah organisasi pemukim Yahudi mengklaim tanah di Sheikh Jarrah selaku milik mereka.

Latar Politik

 

Dalam dinamika politik Palestina, saat-saat ketegangan ini dimanfaatkan oleh kalangan Hamas yang lebih militan untuk tampil. Hamas, yang menguasai Jalur Gaza semenjak 2007, ingin unjuk gigi sebagai pembela Palestina yang paling gigih, mengalahkan rivalnya Partai Fatah yang berkuasa di Tepi Barat.


Di segi lain, para politikus di Israel sedang berupaya melengserkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang sudah berkuasa semenjak 2009 silam dan kini sedang tersangkut skandal korupsi. Dalam upaya ini, para politikus Yahudi dan Arab di dewan perwakilan rakyat melakukan pekerjaan sama.

Tetapi upaya ini melemah sesudah terjadinya konflik terbaru Israel – Palestina. Netanyahu, yang didukung oleh para nasionalis Yahudi garis keras, memanfaatkan konflik ini untuk memperkuat posisinya, mendulang simpati publik dengan memperlihatkan diri selaku pemimpin yang keras terhadap Hamas dan kelompok Arab Palestina.