close

Kurikulum Pendidikan Agama Islam Dengan Model kurikulum Integratif

Sebagai kajian permulaan ihwal kerangka berfikir menyusun kurikulum Pendidikan Agama Islam Integratif, sekaligus penyusun akan memaparkan dengan-cara lebih luas & tajam perihal kurikulum pendidikan itu sendiri dlm perspektif makalah ini. Hal ini akan memperjelas posisi kurikulum sesuai yg penyusun maksud, sehingga tak keluar dr bahasan yg diinginkan dr permulaan. Sebagaimana pendapat Muchtar Buchori yg dikutip oleh Muhaimin dkk dlm bukunya yg berjudul “Paradigama Pendidikan Islam Upaya Mengefektifikan Pendidikan Agama Islam di Sekolah”. Dikalangan penduduk Indonesia final-final ini, istilah “pendidikan” mendapatkan arti yg sangat luas. Kata-kata pendidikan, pengajaran, tutorial & pembinaan, sebagai perumpamaan-istilah teknis tak lagi dibeda-bedakan oleh penduduk kita, tetapi ketiga-tiganya lebur menjadi satu pengertian gres ihwal pendidikan (Muhaimin, dkk,2001:37).


Sebagai kajian awal tentang kerangka berfikir menyusun kurikulum Pendidikan Agama Islam In Kurikulum Pendidikan Agama Islam Dengan Model kurikulum Integratif

Di dlm UU RI No. 20 th 2003 perihal metode pendidikan nasional, pasal I misalnya, dijelaskan bahwa “pendidikan yakni usaha sadar & terpola untuk mewujudkan suasana belajar & proses pembelajaran agar peserta didik dengan-cara aktif mengemangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, moral mulia, serta ketrampilan yg dibutuhkan dirinya, masyarkat, bangsa & negara (UU Sisdiknas RI No.20 Tahun 2003:5).

Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya selaku kegiatan & fenomena. Pendidikan selaku kegiatan memiliki arti upaya yg dengan-cara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekalompok orang dlm membuatkan persepsi hidup (bagaimana orang akan menjalani & mempergunakan hidup & kehidupannya), sikap hidup & ketrampilan hidup, baik yg bersifat manual (isyarat praktis) maupun mental & sosial. Sedangkan pendidikan selaku fenomena ialah kejadian perjumpaan antara dua atau lebih yg dampaknya merupakan berkembangnya suatu persepsi hidup, sikap hidup atau ketrampilan hidup pada salah satu atau banyak sekali pihak (UU RI No.20 Tahun 2003:5).

Sedangkan menurut Yusuf Amir Veisal pendidikan yaitu salah satu unsur dr aspek sosial-budaya yg berperan sangat strategis dlm pembinaan sebuah keluarga, penduduk , atau bangsa. Kestrategian peranan ini pada intinya merupakan sebuah ikhtiar yg dilaksanakan dengan-cara sadar, sistematis, terarah & terpadu untuk memanusiakan akseptor didik serta menjadikan mereka sebagai khalifah dimuka bumi (Yusuf Amir Veisa,1995:1).

Kurikulum dengan-cara umum memang bisa dikatakan selaku keseluruhan pengalaman yg akan disampaikan atau diwariskan pada peserta didik baik itu pengalaman pendidikan, kebudayaan moral, olah raga & kesenian dgn maksud untuk berbagi potensi & merubah tingkah laku dgn tujuan-tujuan yg ditetapkan.

Sedangkan menurut UU RI No. 20 tahun 2003 perihal sistim pendidikan nasional pasal 1 ayat 9 kurikulum adalah seperangkat planning & pengaturan mengenai isi & materi pelajaran serta cara yg digunakan selaku pedoman penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk meraih tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sangatlah memiliki arti karena merupakan operasionalisasi dr tujuan yg dicita-citakan, dlm arti tujuan pendidikan tak akan sukses diraih tanpa keberadaan kurikulum pendidikan. Kurikulum pendidikan merupakan salah satu dr komponen pokok pendidikan, & kurikulum itu sendiri pula merupakan sistem yg mempunyai komponen-komponen tertentu. Berangkat dr pengertian kurikulum yg diungkap oleh UU No. 20 tahun 2003 di atas, dapat ditafsirkan bahwa komponen kurikulum meliputi: pertama, tujuan & target, lantaran tak akan bisa menyusun bahan & isi pelajaran serta metode yg efektif tanpa mengacu pada pencapaian suatu tujuan; kedua, isi & materi pelajaran; ketiga, metode atau kegiatan belajar mengajar & yg keempat, ialah penilaian, yakni upaya penilaian terhadap relevansi antar komponen efektifitas mencar ilmu mengajar.

R.W. Tyler mengajukan empat pertanyaan pokok yg harus dijawab & dibungkus dlm penyusunan kurikulum. (1) Tujuan apa yg harus diraih sekolah; (2) Bagaimana menentukan bahan pelajaran guna meraih tujuan itu; (3) Bagaimana materi disajikan biar efektif diajarkan, & (4) Bagaimana efektifitas mencar ilmu mampu dinilai. Berdasarkan pertanyaan di atas mampu diperoleh keempat komponen kurikulum, yakni: tujuan, bahan pelajar, proses mencar ilmu mengajar, & evaluasi (Nasution,1994:7).

Ahmad Tafsir mengidentifikasikan “Proses berguru mengajar” dgn “metode”,( Ahmad Tafsir,1992:54) sementara Sukmadinata menafsirkan dgn metode penyampaian (metode) & penggunaan media (alat pengajaran). Dengan menjadikan sistem penyampaian & media dlm satu sub komponen kurikulum oleh Sukmadinata (Nana Syaodih Sukmadinata,1997:102) memperlihatkan bahwa keduanya merupakan satu kesatuan yg tak terpisahkan. Penggunaan metode tertentu dengan-cara implisit mengindikasikan pada penggunaan media/alat pengajaran tertentu.

Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa komponen kurikulum ada empat, yaitu : tujuan, materi latih, proses mencar ilmu mengajar (metode) & penilaian. Keempat komponen itu saling berhubungan. Setiap komponen bertalian bersahabat dgn ketiga komponen lainnya. Ringkasnya konsep kurikulum yg penulis maksud yaitu “kurikulum sebagai metode” (Burhan Nurgiantoro,1998:9). Artinya kurikulum dipandang selaku planning & pengaturan program pendidikan yg didalamnya terdapat beberapa komponen atau bagianbagian yg saling mempengaruhi & mendukung serta membentuk satu kesatuan yg tak terpisahkan.

PEMBAHASAN

Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yg kuat didasarkan atas pemikiran & penelitian yg mendalam. Penyusunan kurikulum harus mengikuti prinsip-prinsip tertentu yg menjadi bingkai agar tak keluar dr tujuan semula. Istilah “integratif” yaitu nama salah satu jenis kurikulum sebagai implikasi & macam-macam desain kurikulum yg ada. Kaprikornus ada empat hal subtansional yg mesti diamati dlm penyusunan kurikulum Pendidikan Agama Islam integratif:

  1. Landasan penyusunan kurikulum
  2. Prinsip-prinsip kurikulum Pendidikan Agama Islam
  3. Desain kurikulum
  4. Konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam Integratif

Dengan empat hal ini diharapkan diperoleh gambaran yg memadai ihwal apa & bagaimana konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam integratif & diputuskan pada unsur-unsur yg mesti dikonsultasikan dgn al-Qur’an sebagai sumber etika.

Landasan Penyusunan Kurikulum

Sukmadinata & Nasution mengemukakan bahwa dengan-cara komulatif landasan penyusunan kurikulum yaitu : (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis, (3) landasan sosiologis, (4) landasaan ilmu wawasan & teknologi, (5) landasan organisatoris.

Landasan Filosofis

Pendidikan berintikan interaksi antar insan, terutama antara pendidik & penerima didik untuk meraih tujuan pendidikan. Di dlm interaksi tersebut terlibat isi yg diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berjalan. Apakah yg menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik & terdidik, apa isi pendidikan & bagaimana proses pendidikannya, merupakan pertanyaan-pertanyaan yg membutuhkan jawaban fundamental & esensial yakni jawaban filosofis.

Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijakan-kebijakan (love of wisdom) orang-orang mencar ilmu berfilsafat biar supaya ia menjadi orang yg mengerti & berbuat bijak, untuk dapat memahami kebijakan & berbuat dengan-cara baik, ia harus tahu atau berpengetahuan (Nana Syaodih Sukmadinata,1997:39).

Dalam kajian filsafat terdapat banyak aliran. Usaha-usaha pengembangan kurikulum tak dapat terlepas dr dampak aliran filsafat yg dianutnya. Aliran-aliran filsafat pendidikan yg mendasari pendidikan tergolong dlm penyusunan kurikulum menurut Brameld, dapat Diklasifikasikan menjadi empat aliran, yakni: progresifisme, esensialisme, perenialisme & rekonstruksionisme (Noor Syam, 1986:224).

Progresifisme berpendirian bahwa insan itu mempunyai kemampuan-kesanggupan yg masuk akal untuk menghadapi & mengatasi persoalan-duduk perkara yg bersifat menekan atau mengancam eksistensi manusia dlm bisnisnya untuk mengalami kemajuan atau progres (Imam Barnadib,1982:28). Karena itu ilmu wawasan yg mampu menumbuhkan perkembangan atau progres adalah kepingan yg utama dr kebudayaan.

Sarana utama untuk memperoleh pengetahuan & kebijakan yakni pengalaman (Nana Syaodih Sukmadinata,1997:39). Pengetahuan adalah pengalaman-pengalaman yg sudah dipolakan, diatur & diorganisasikan sedemikian rupa (Imam Barnadib,1982:30). Pengetahuan bersifat rasional, empirik & dapat ditingkatkan menjadi kebenaran. Dengan demikian kurikulum pendidikan berdasarkan progresifme bersifat eksperimental, mempertinggi kecerdasan, & mamandang penerima didik selaku kesatuan jasmani, rohani serta manifestasinya sebagai tingkah laku & tindakan yg berada dlm pengalaman (Imam Barnadib,1982:35). Metode ini bukan suatu kewajiban mutlak, yg terperinci metode mesti fleksibel & menjadikan inisiatif pada para siswa.

Esensialisme berpendirian bahwa pendidikan berfungsi sebagai pemelihara kebudayaan, lantaran itu pendidikan mesti didasarkan pada nilai-nilai esensial kebudayaan yg telah ada semenjak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan itu bersumber dr ajaran para filosuf, andal ilmu wawasan yg mempunyai nilai-nilai yg bersifat kekal & monumental yg telah teruji oleh sejarah (Imam Barnadib,1982:48).

Manusia dlm pandangan esensialisme ialah makhluk yg padanya berlaku aturan mekinistik evolusionistik di samping merupakan refleksi dr Tuhan (Imam Barnadib,1982:48). Oleh jadinya perbuatan manusia dapat dipahami selaku konvergensi antara pembawa-pembawa siologis & pengaruhnya dr lingkungan (Imam Barnadib,1982:5).

Sedangkan parenialisme muncul sebagai reaksi terhadap kebudayaan insan yg sedang krisis. Aliran ini menawarkan pemecahan dgn jalan kembali pada prinsip umum yg telah menjadi dasar tingkah laku & tindakan zaman kuno & periode pertengahan. Dalam arti kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realitas & nilai dr zaman tersebut (Imam Barnadib,1982:59). Sikap ini bukan nostalgia, melainkan berkeyakinan bahwa nilai-nilai asasi tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembangunan kebudayaan kala sekarang. Pengetahuan berdasarkan parenialisme adalah hasil persatuan dunia luar dgn indera yg telah diolah oleh budi manusia. Budi yakni kemamuan insan yg tinggi yg mempunyai keinginan untuk menuju pada kebenaran sejati yg bersumber pada Tuhan (Imam Barnadib,1982:64). Sesuatu dikatakan mempunyai kebenaran sejati manakala memperlihatkan adanya persesuaian antara pikir dgn benda-benda dlm arti esensi. Metode efektif untuk menuntun orang sampai pada kebenaran hakiki ialah daypikir (Imam Barnadib,1982:68) baik itu bersifat induktif, deduktif maupun perpaduan dr keduanya.

  [REVIEW BUKU] Kuntowijoyo - Islam Sebagai Ilmu; Epistemologi, Metodologi, dan Etika

Landasan Psikologis

Manusia berlawanan dgn makhluk lainnya karena keadaan psikologisnya. Yang dimaksud kondisi psikologis yaitu karakteristik psiki-fisik seseorang sebagai individu, yg dinyatakan dlm banyak sekali bentuk sikap dlm interaksi dgn lingkungannya (Nana Syaodih Sukmadinata,1997:46) Merujuk pada taksonomi jiwa yg dikonsepsi oleh Blomm, perilaku dapat diidentifikasikan menjadi tiga, yakni sikap kognitif, sikap efektif & perilaku psikomotorik. Kondisi psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial budaya pula lantaran perbedaan faktor-faktor yg dibawa dr lahir.

Perkembangan atau perkembangan-kemajuan yg dialami anak sebagian besar menjadi karena usaha berguru, baik melalui proses imitasi, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan maupun pemecahan persoalan. Cara berguru mengajar mana yg dapat memperlihatkan hasil dengan-cara optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya memerlukan studi yg sistimatik & mendalam. Studi yg demikian merupakan bidang pengkajian dr psikologi mencar ilmu (Nana Syaodih Sukmadinata,1997:46)

Makara minimal ada dua bidang psikologis yg mendasari pengembangan kurikulum, yakni psikologi perkembangan & psikologi mencar ilmu. Keduanya sungguh diharapkan baik di dlm merumuskan tujuan, menentukan & menyusun bahan didik, memilih & menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.

  • Psikologi Perkembangan

Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa konferensi sperma dgn sel telur hingga dgn akil balig cukup akal (Nana Syaodih Sukmadinata,1997:46). Dalam pembahasan ini dapat didapatkan prinsip-prinsip perkembangan anak, pola perkembangan anak serta karakteristik individu pada tahap perkembangan tertentu.

Psikologi perkembangan diharapkan utamanya dlm menetapkan isi kurikulum yg diberikan pada siswa supaya tingkat keluasaan & kedalaman bahan pelajaran sesuai dgn taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau tingkat pendidikan dlm sistem persekolahan merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landasan dlm pendidikan, khususnya kurikulum. Psikologi perkembangan berguna bagi penyesuaian isi kurikulum semoga sesuai dgn taraf perkembangan anak.

  • Psikologi mencar ilmu
Secara tradisional, berguru dianggap sebagai memperbesar ilmu wawasan memiliki arti lebih mengutamakan faktor intelektual. Dan biasanya mencar ilmu ditempuh dgn jalan menghafal pelajaran (Nasution,1994:59). Pendapat lain mengatakan bahwa berguru adalah pergeseran tingkah laku yg terjadi melalui pengalaman. Segala pergantian tingkah laku baik yg berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotorik & terjadi lantaran proses pengalaman mampu dikategorikan sebagai sikap belajar (Nana Syaodih Sukmadinata,1997:14). Pengalaman adalah sebuah interaksi, yakni agresi, & reaksi antara individu dgn lingkungan (Nasution,1997:14).


Landasan Sosiologis

Kita tahu bahwa pendidikan menyiapkan akseptor didik untuk terjun ke masyarakat. Pendidikan bukan cuma untuk pendidikan, namun menunjukkan bekal pengetahuan, ketrampilan serta nilai-nilai untuk hidup, melakukan pekerjaan & meraih perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak berasal dr masyarakat, mendapat pendidikan baik formal maupun informal dlm lingkungan penduduk & diarahkan bagi kehidupan dlm penduduk pula. Oleh lantaran itu kehidupan masyarakat, dgn segala karateristik & kekayaan budayanya mesti menjadi landasan & sekaligus teladan bagi penyusunan kurikulum selaku rancangan pendidikan. Artinya tujuan, isi, maupun proses pendidikan mesti disesuaikan dgn sistem sosial budaya, lingkungan alam, serta fasilitas & prasarana yg ada.

Al-Quran selaku sumber inspirasi Islam sudah menjelaskan tatanan nilai-nilai yg Islami. Untuk mewujudkan masyarakat madani yg Islami, penyusunan kurikulum Pendidikan Agama Islam harus melandaskan & mengacu pada tatanan nilai yg dijelaskan al-Quran tersebut. Dengan penelaahan ini akan diperoleh gambaran representatif tentang penduduk madani idaman al-Alquran. Sehingga tujuan, isi & proses pendidikan Islam yg terangkum dlm kurikulum tak menyimpang dr etika tersebut.

Landasan Ilmu Pengetahuan & Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi dengan-cara langsung maupun tak pribadi menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh eksklusif perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi ialah menunjukkan isi atau materi yg akan disampaikan dlm pendidikan & mempengaruhi proses pendidikan. Pengaruh tak eksklusif perkembangan ilmu wawasan & teknologi yaitu mengakibatkan perkembangan penduduk , & perkembangan penduduk mengakibatkan problemproblem baru yg menuntut pemecahan dgn wawasan, kesanggupan & ketrampilan gres yg dikembangkan dlm pendidikan (Nana Syaodih Sukmadinata,1997:78).

Untuk penyusunan kurikulum, Hilda Taba menegaskan bahwa ada dua hal yg perlu diperhatikan mengenai ilmu pengetahuan, yakni the nature of knowledge & the content of dicipline.

Landasan Organisatoris

Landasan ini berkenaan dgn problem, dlm bentuk yg bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah dlm bentuk mata pelajaran yg terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yg diberikan, ataukah diusahakan adanya hubungan dengan-cara lebih mendalam dgn meniadakan segala batas-batas mata pelajaran, jadi dlm bentuk kurikulum yg terpadu. Ilmu Jiwa Asosiasi yg berpendirian bahwa keseleruhan yg subject centered, atau yg terpusat pada mata pelajaran yg dgn sendirinya akan terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa gestalt lebih memprioritaskan keseluruhan, lantaran keseluruhan itu lebih bermakna & berkaitan dgn keperluan anak & masyarakat. Aliran psikologi ini lebih condong menentukan kurikulum terpadu atau integrated curriculum (Nasution,1997:14).

Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Kurikulum Pendidikan Agama Islam dikembangkan dgn menganut prinsip-prinsip tertentu yg merupakan kaidah yg menjiwai kurikulum itu & dipakai sebagai bingkai biar kurikulum yg dihasilkan menyanggupi keinginan yg diharapkan.

Al-Syaibani mengemukakan beberapa prinsip lazim pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam sebagai berikut :

  1. Pertautan yg sempurna dgn agama;Dalam arti bahwa, setiap yg berkaitan dgn kurikulum, termasuk falsafah, tujuan, materi, metode mengajar, cara-cara perlakukan & hubungan-hubungan yg berlaku dlm lembaga-lembaga pendidikan harus berdasar pada nilai-nilai Islam.
  2. Prinsip menyeluruh (universal); Pada tujuan-tujuan & kandungan-kandungan kurikulum. Dalam arti bahwa, bilamana tujuan Pendidikan Agama Islam mesti mencakup segala faktor pribadi peserta didik, maka kandungan kurikulumnya pun harus mendukung tercapai tujuan tersebut.
  3. Keseimbangan yg relatif antara tujuan & kandungan kurikulum. ; Dalam arti bahwa al-Alquran yg menjadi inspirasi kurikulum Pendidikan Agama Islam baik dlm menentukan falsafah memilih jalan tengah, keseimbangan & kesederhanaan dlm segala sesuatu.
  4. Kurikulum Pendidikan Agama Islam berprinsip pada keterkaitan dgn baik, minat, kesanggupan & keperluan peserta didik, begitu juga dgn alam sekitar atau lingkungan dimana penerima didik itu hidup & berinteraksi untuk memperoleh pengetahuan, kemahiran, pengalaman & sikap.
  5. Prinsip adanya perbedaan-perbedaan individual di antara para peserta didik, baik dlm bakat, minat, kesanggupan, kebutuhan maupun duduk perkara yg dihadapinya, & pula perbedaan & aneka ragamnya alam sekitar & masyarakat. Dengan demikian kurikulum mampu disusun dgn dengan-cara fleksibel.
  6. Prinsip pergeseran & perkembangan selaras dgn kemaslahatan masyarakat Islam, dgn tetap dilandasi oleh nilai-nilai Islam.
  7. Prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman & aktivitas yg terkandung dlm kurikulum & pula pertautan antara kandungan kurikulum dgn kebutuhan peserta didik penduduk , permintaan zaman & kawasan dimana penerima didik berada (Omar Muhammad al Toumy al Syaibany,tt: 520-522).


Sementara Abdurrahman an-Nahlawi (1996: 273-277) dlm bukunya “Prinsip prinsip & Metode Pendidikan Agama Islam”, menerangkan bahwa suatu kurikulum Pendidikan Agama Islam, penyusunannya perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

  1. Selaras dgn fitrah insani sehingga mempunyai potensi untuk menyucikannya, menjaganya dr penyimpangan & menyelamatkannya.
  2. Berorientasi pada tujuan simpulan. Implikasinya kurikulum di arahkan untuk meraih tujuan final pendidikan Islam, yaitu ikhlas, & taat beribadah pada Allah.
  3. Memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik maupun unisitasnya. Implikasinya pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodesasi perkembangan akseptor didik & karaterisitk dlm tahap perkembangan tersebut.
  4. Memelihara kebutuhan riil kehidupan masyarakat dgn tetap bertopang pada jiwa & cita ideal Islaminya. Implikasinya kurikulum tersebut tetap memperhatikan & memelihara banyak sekali kepentingan umat sesuai dgn keadaan & lingkungannya yg dilimpahkan Allah. Struktur kurikulum harus memperhatikan setiap aspek kebudyaan sepanjang tak bertentangan dgn Islam, bahkan sebaliknya menunjang peningkatan umat & perealisasian syariat & keadilan Allah.
  5. Terarah pada pencapaian kesatuan jiwa umat. Implikasinya kurikulum & bebagai tingkat & jenjang sekolah itu tak tampil dengan-cara awut-awutan & saling berlawanan, melainkan berkelanjutan dengan-cara urutan & keterpaduan dengan-cara terkoordinasi & terintegrasi.
  6. Realistik, implikasinya kurikulum dilaksanakan sesuai suasana & kondisi.
  7. Fleksibel, implikasinya kurikulum disesuaikan dgn situasi & keadaan setempat serta mampu melayani perbedaan perorangan.
  8. efisien & efektif, artinya kurikulum memungkinkan.
  9. pelaksanaannya, mudah ditangkap & diserap siswa serta membuahkan hasil yg manfaat.
  10. Memperhatikan aspek amaliah Islami, artinya kurikulum dapat merealisasikan seluruh rukun, syi’ar, metode pendidikan, anutan & adat Islami.

Ada dua macam relevansi yg mesti dimiliki kurikulum, yaitu relevansi ke luar & relevansi ke dlm kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi & proses belajar yg tercakup dlm kurikulum hendaknya berhubungan dgn permintaan, kebutuhan & perkembangan individu & penduduk . Relevansi di dlm artinya ada kesesuaian atua konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu tujuan, isi penyampaian & penilaian.

Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum. Prinsip fleksibelitas yg dimaksudkan yakni fleksibelitas dlm pemilihan jenis & acara pendidikan, membuatkan acara pengajaran & pengembangan materi. Prinsip kontinuitas meliputi kontinuitas tingkat atau jenjang pendidikan kontinuitas bidang studi atau materi pelajaran; & kontinuitas di bidang pengembangan kepribadian. Prinsip-efisien meliputi efisiensi penggunaan tenaga, penggunaan dana, waktu & penggunaan sumber yg lain. Dan prinsip efektifitas mengajar guru, & efektifitas dlm penyelenggaraan pendidikan; efektifitas mengajar guru & efektifitas mencar ilmu peserta didik (Hendyat Soetopo, dkk,1986: 49-59). Makara walaupun kurikulum tersebut mesti murah, sederhana tetapi keberhasilannya tetap harus diamati. Prinsip yg berkenaan dgn tujuan meliputi: tujuan menjadi pusat & arah semua kegiatan pendidikan; perumusan komponen kurikulum mengacu pada tujuan pendidikan; serta ada herarki tujuan pendidikan. Prinsip yg berkenaan dgn isi meliputi : isi mengacu pada tujuan, isi meliputi segi pengetahuan, sikap & ketrampilan, & isi disusun dlm urutan logis & sistimatis. Prinsip berkenaan dgn proses mencar ilmu mengajar meliputi: kesesuaian proses dgn materi pelajaran; proses dapat melayani perbedaan individu; proses dapat memberikan urutan kegiatan; proses dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai tujuan kognitif, afektif & psikomotorik; proses lebih mengaktifkan siswa, mendorong berkembangnya kemampuan gres; proses menjadikan jalinan kegiatan berguru antar sekolah, rumah & masyarakat serta lebih ditekankan “learning by doing” disamping “learning is beeing and knowing” di dlm mencar ilmu ketrampilan.

  Persyaratan Kepala Madrasah Sesuai PMA No 24 Tahun 2018

Sedangkan berdasarkan Peter F. Oliva (1982: 12 – 15) mengemukakan 10 prinsip biasa atau aksioma dlm pengembangan kurikulum yaitu sebagai berikut :

  1. Aksioma ke-1 pergeseran yakni perlu & diinginkan (mendesak) alasannya lewat pergantian bentuk-bentuk kehidupan akan berkembang & berkembang.
  2. Aksioma ke-2 bahwa kurikulum sekolah tak hanya merupakan refleksi dari, namun pula merupakan produk-produk dr waktunya pergeseran pendidikan, khususnya pergeseran kurikulum & itu merupakan paket dr perubahan sosial.
  3. Aksioma ke-3 biasanya dlm perkembangan kurikulum, masuknya unsur-unsur gres dilaksanakan dengan-cara berangsur-angsur, demikian pula waktu mengeluarkan unsur-unsur yg lama.
  4. Aksioma ke-4 pergantian kurikulum ialah hasil dr perubahan diri orang-orang (yang terlibat). Dengan demikian pengembangan kurikulum dimulai dgn perjuangan mengganti orang-orang yg dengan-cara pribadi mensugesti pergeseran kurikulum.
  5. Aksioma ke-5 perbaikan kurikulum akan sukses bilamana diciptakan kerjasama dr aneka macam kelompok, & individu-individu didorong untuk aktif berpartisipasi yg melandasi semangat kerjasama yg murni.
  6. Aksioma ke-6 pengembangan kurikulum pada dasarnya ialah suatu proses penyeleksian, termasuk : memilih diantara disiplin-disiplin ilmu, menentukan tentang hal-hal yg perlu mendapat tekanan atau perhatian, menentukan metodologi, memilih organisasi & sebagainya.
  7. Aksioma ke-7 karena keperluan-keperluan pelajar senantiasa berubah, masyarakat berubah, ilmu pengetahuan & teknologi meningkat , sehingga kurikulumpun harus berubah & meningkat .
  8. Aksioma ke-8 pengembangan kurikulum yaitu sebuah proses yg komprehensif.
  9. Aksioma ke-9 pengembangan kurikulum yg ideal ialah yg bersifat komprehensif dgn melihat keseluruhan unsur & masukan sebagai tata cara serta dengan-cara sistematis mengikuti seperangkat mekanisme yg efektif & efisien.
  10. Aksioma ke-10 perencanaan kurikulum harus mulai dr kurikulum itu sendiri, sebagaimana seorang guru yg mulai dr dimana akseptor didik berada.

Itulah landasan operasional atau prinsip mudah penyusunan kurikulum yg dikemukakan oleh para andal. Hal yg perlu diingat kaitannya dgn penyusunan kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah “Kurikulum Pendidikan Agama Islam” disusun dgn bertopang & mengacu pada dasar pemikiran yg Islami, bertolak dr pandangan hidup & pandangan tentang manusia serta diarahkan pada tujuan pendidikan yg dilandasi kaidah-kaidah Islami.

Desain Kurikulum

Desain kurikulum ialah suatu pengorganisasian tujuan, isi serta proses belajar yg akan dibarengi peserta didik pada banyak sekali tahap perkembangan pendidikan (Petter F. Oliva,1982: 34). Beberapa jago menyebut isitilah ini dgn organisasi kurikulum. Muhaimin menyatakan bahwa yg dimaksud dgn organisasi kurikulum adalah struktur acara kurikulum yg berupa kerangka lazim acara-program pendidikan atau pengajaran yg hendak disampaikan pada akseptor didik guna tercapainya tujuan pendidikan atau pengajaran yg ditetapkan (Muhaimin,2001:176). Secara lebih sederhana, Nasution merumuskan bahwa organisasi kurikulum yakni pola atau bentuk materi pelajaran disusun & disampaikan pada murid (Nasuition,1994: 176).

Berdasarkan pada apa yg menjadi “Fokus Pengajaran”, sedikitnya diketahui tiga pola desain kurikulum (Nana Syaodih Sukmadinata,1997:185), yaitu :

  1. Subject Centered Design, sebuah rancangan kurikulum yg berpusat pada materi didik.
  2. Learner Centered Design, sebuah desain kurikulum yg mengutamakan peranan siswa (minat & kebutuhan siswa).
  3. Problem Centered Design, desain kurikulum yg berpusat pada masalah-masalah yg dihadapi dlm penduduk ..

Kurikulum yg berorientasi pada materi bimbing, merefleksikan bentuk kurikulum yg terususun atas sejumlah matapelajaran, & diajarkan dengan-cara terpisah-pisah. Karena terpisah-pisahnya itu maka kurikulum ini disebut dgn saparated subject curriculum. Penyajian matapelajaran dengan-cara terpisah, dianggap selaku salah satu kekurangan bentuk kurikulum ini (Nasution,1997:185), karena bertentangan dgn minat & kebutuhan peserta didik. Untuk mengantisipasi kelemahan tersebut diupayakan adanya penggabungan antara dua mata pelajaran atau lebih atau disebut dgn corelated curriculum. 

Dan kurikulum ini pun esensinya masih kurikulum subject centered & tak memakai materi eksklusif berhubungan dgn kebutuhan & minat anak serta dilema-problem yg hangat yg dihadapai murid dlm kehidupan sehari-hari (Nasution,1997:195). 
Maka timbullah learner centered design & problem centered design yg merefleksikan bentuk integrated curriculum. Tiga jenis kurikulum separated subject curriculum, corelated curriculum & integrated curriculum yg menurut penulis relevan dibahas lebih jauh dlm sub bagian ini, untuk mampu ditemukan & difahaminya formulasi konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam Integratif sebagaimana yg dimaksudkan penulis.

a) Separated subject curriculum

Kurikulum yg disusun dlm bentuk ini menyuguhkan materi pelajaran dlm bentuk subject-subject atau spionase pelajaran tertentu yg terpisah-pisah, yg satu lepas dr yg lain. Tujuan pelajaran yakni menguasai bahan dr tiap-tiap mata pelajaran yg ditentukan. Mata pelajaran itu pada hakekatnya hasil pengalaman umat manusia yg disusun oleh para andal dengan-cara logis & sistimatis. Tujuan kurikulum ini, supaya penerima didik mengenal hasil kebudayaan & pengetahuan umat insan yg sudah dikumpulkan sejak berabad-periode, supaya mereka tak perlu mencari & memperoleh kembali apa yg sudah diperoleh generasi pendahulunya. Dengan jalan ini, mereka akan lebih mudah & cepat membekali diri untuk menghadapi persoalan-duduk perkara dlm hidupnya. Subject Curriculum mempunyai kebaikan & kekurangan. Kebaikannya antara lain: materi pelajaran mampu dihidangkan dengan-cara logis, sistimatis & berkesinambungan, organisasi kurikulum sungguh sederhana, mudah dijadwalkan & mudah diadakan pergeseran jika dibutuhkan; kurikulum ini mudah dinilai untuk dilakukan pergantian secukupnya; & bentuk kurikulum ini memudahkan pelaksana kurikulum (guru) karena disamping materi pelajaran memang sudah disusun dengan-cara terurai & sistimatis pula mereka kebanyakan dididik & dipersiapkan untuk melakukan kurikulum yg demikian (Nasution,1997: 114-115).

Adapun kelemahan dr subject curriculum ialah mata pelajaran diberikan dengan-cara terpisah-pisah & tak ada hubungan antara satu dgn yang lain, sehingga memungkinkan perolehan pengetahuan dengan-cara lepas lepas & parsial; kurikulum ini kurang mengamati duduk perkara-problem kehidupan faktual yg dihadapi peserta didik; kurikulum tersebut cenderung statis & ketinggalan zaman; & kurikulum bentuk ini sungguh terbatas, karena hanya menekankan pada perkembangan intelektual & kurang memperhatikan perkembangan yang lain mirip emosional & sosial (Nasution,1997: 114-115).

b) Corelated curriculum

Corelated curriculum ini merupakan modifikasi subject curriculum yg terpisah-pisah & berupaya mengadakan hubungan dlm pengetahuan akseptor didik serta menghalangi penguasaan materi yg banyak namun dangkal & lepas-lepas, sehingga gampang dilupakan & tak fungsional (Muhaimin,2001:44). Tampilnya mampu beragam, bisa dgn menghubungkan antara dua mata pelajaran atau lebih dengan-cara insidental, bisa dgn menghubungkan dengan-cara lebih akrab, yakni jika terdapat suatu pokok bahasan atau duduk perkara tertentu yg dibicarakan dlm aneka macam mata pelajaran, artinya sengaja dijadwalkan & tak cuma bersifat insidental, & bisa pula dgn menghubungkan beberapa mata pelajaran dgn menghilangkan batas-batas yg ada, atau dgn ungkapan lain disebut dgn broad fields. Organisasi kurikulum yg kedua ini pula mempunyai keunggulan & kekurangan. 

Keunggulannya antara lain: ada hubungan antara dua atau lebih mata pelajaran, sehingga dapat menopang kebulatan wawasan & pengalaman; penerima didik mampu mempelajari suatu dilema yg disorotinya dr banyak sekali sudut yg saling berafiliasi, yakni melalui beberapa mata pelajaran, & memungkinkan penerima didik untuk memutuskan wawasan & pengalamannya dengan-cara fungsional (Muhaimin,2001:44). 
Sedangkan kelemahannya antara lain: kurikulum bentuk ini pada hakikatnya masih bersifat subject centered & belum menentukan bahan yg eksklusif berhubungan dgn minat & kebutuhan peserta didik serta dilema kehidupan sehari-hari, tak menawarkan pengetahuan yg mendalam wacana spionase pelajaran; & sering menjadi terlampau abstrak, lantaran membahas prinsip-prinsip, tema-tema atau masalahmasalah (Muhaimin,2001:45) .

c) Integrated curriculum

Integrasi berasal dr kata “integer” yg memiliki arti unit. Dengan integrasi dimaksud perpaduan, kerjasama, harmoni, kebulatan & keseluruhan (Nasution,1994:195-196). Kurikulum integratif adalah bentuk organisasi kurikulum yg betul-betul menghilangkan batasan antara aneka macam mata pelajaran. Mata pelajaran – mata pelajaran tersebut dilebur menjadi satu keseluruhan & disajikan dlm bentuk unit. Dengan adanya kebulatan bahan pelajaran diharapkan mampu terbentuk kebulatan kepribadian anak sesuai dgn lingkungan masyarakatnya (Burhan Nurgiantoro,1998: 119). Kurikulum bentuk unit ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

  • Unit merupakan satu kesatuan lingkaran dr seluruh materi pelajaran. Faktor yg menyatukan yakni duduk perkara-masalah yg diselidiki atau dipecahkan murid.
  • Unit didasarkan pada kebutuhan anak, baik yg bersifat pribadi maupun sosial, baik yg menyangkut kejasmanian maupun kerohanian.
  • Dalam unit, anak dihadapkan pada banyak sekali suasana yg mengandung permasalahan yg biasanya berhubungan dgn kebutuhan kehidupan sehari-hari (life centered) yg dikaitkan dgn pelajaran di sekolah sesuai dgn tingkat kesanggupan anak.
  • Unit mempergunakan dorongan-dorongan sewajarnya pada diri anak dgn melandaskan pada teori-teori mencar ilmu.

Pelaksanaan unit sering memerlukan waktu yg relatif lebih usang dr pada pelajaran biasa di kelas (Burhan Nurgiantoro,1998:120). Kurikulum bagaimanapun bentuknya tetap mempunyai kelebihan & kekurangan. Kelebihan kurikulum integratif ini antara lain: segala sesuatu yg dipelajari bertalian dekat sehingga fungsional; sesuai dgn pertimbangan -usulan terbaru ihwal berguru, yakni mendasarkan banyak sekali kegiatan dgn minat, kesanggupan & kematangan murid; memungkinkan hubungan yg bersahabat antara sekolah & masyarakat; serta sesuai dgn faham demokrasi, lantaran setiap penerima didik dirangsang untuk berfikir sendiri, bekerja sendiri, memikul tanggung jawab & bekerja sama dgn kelompok.

  Inggris di Indonesia

Kekurangan atau keberatannya yakni kurikulum ini susah dijalankan oleh guru, karena mereka tak menerima persiapan untuk menjalankan kurikulum unit; tak memungkinkan penerima didik untuk ujian umum (tradisional), karena permasalahan yg didahapi setiap sekolah tak sama & selalu berubah-ubah; memerlukan banyak fasilitas yg tak dimiliki oleh sekolah, & tak menawarkan wawasan yg logis sistimatis.


Konsep Kurikulum Pendidikan Agama Islam Integratif

Konsep kurikulum integratif yg sudah penulis diskripsikan di atas, merupakan konsep kurikulum integratif pada biasanya yg banyak dikembangkan oleh para hebat. Kurikulum integratif yg dimaksud ialah bentuk organisasi kurikulum yg betul-betul menetralisir batas-batas antara banyak sekali mata pelajaran. Mata pelajaran-mata pelajaran dilebur menjadi satu & disuguhkan dlm bentuk unit. Dari pengertian ini & ciri-ciri unit sebagaimana sudah diterangkan di atas, mengimplikasikan bahwa seluruh mata pelajaran dipelajari dengan-cara simultan dlm suatu waktu untuk memecahkan suatu persoalan. Kaprikornus faktor yg menyatukan antara beberapa mata pelajaran yakni duduk perkara tersebut.

Konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam integratif yg penulis maksudkan yaitu suatu organisasi kurikulum yg memotong kebentuk pokok untuk memusatkan atas permasalahan hidup yg menyeluruh atau area studi yg didasarkan pada luas yg membawa bantu-membantu banyak sekali segmen dr kurikulum ke dlm perkumpulan yg penuh arti.50 Seluruh materi pelajaran & pengetahuan yg akan diberikan pada akseptor didik harus bertalian dgn “poros” tertentu (Abdurrahaman An Nahlawi,1996: 272).

Menurut bahasa & ilmu-ilmu eksakta, poros yaitu pusat lingkaran. Hal ini diisyaratkan oleh Abdullatif Fuad Ibrahim : bahasa, “poros” memiliki arti serpihan pusat dr sebuah yg disekitarnya sesuatu-sesuatu yg lain berputar. Jika kata ini dipakai dlm kurikulum sekolah, mata dimaksudkan untuk menunjukkan adanya pusat perhatian di dlm kurikulum. Segala komponen kurikulum bertalian dekat & mempengaruhinya, disamping memperlihatkan adanya penggalan sentral atau esensi dlm kurikulum sekolah yg dilaksanakan oleh seluruh murid.( Abdullatif Fuad Ibrahim,1996:272).

Definisi tersebut mendukung suatu citra bahwa kurikulum integratif yaitu pendidikan yg merencanakan anak didik untuk berguru seumur hidup ini merupakan kepercayaan yg kuat diantara pendukung kurikulum integratif bahwa sekolah harus menyaksikan pendidikan sebagai proses untuk berbagi kecakapan yg dibutuhkan untuk kehidupan di masa 21, tak cuma sekedar pembagian mata pelajaran (Jacobs, H.H,1989).

Dari statemen ini dapat ditafsirkan bahwa mata-mata pelajaran tak mesti dengan-cara simultan dipelajari akseptor didik untuk sebuah persoalan dlm sebuah waktu mirip yg banyak dikembangkan oleh para hebat. Konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam integratif yg penulis tawarkan yakni kurikulum dimana keberadaan spionase pelajaran masih tetap, tetapi semua mata pelajaran itu mengitari poros tertentu atau ada semacam benang merah yg mengikat antara berbagai mata pelajaran yg ada. Apa yg menjadi poros atau benang merah disini ialah “potret manusia ideal” versi Al Qur’an.

Dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam integratif, faktor yg menyatukan seluruh mata pelajaran bukan “persoalan” yg mesti dipecahkan oleh akseptor didik, tetapi faktor yg menyatukan yaitu potret insan ideal model al-Quran yg kemudian dikemas menjadi keinginan ideal pendidikan Islam (R.H.A. Soenarjo, 1971:250). Firman Allah dlm surat al-Baqarah ayat : 31

وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (٣١)

“Dan ia mengajarkan pada Adam nama-nama (benda-benda) semuanya, kemudian mengemukakannya pada para malaikat kemudian berfirman, sebutkan terhadap-Ku nama benda itu kalau ananda memang orang-orang benar (QS. Al-Baqarah : 31)

Yang dimaksud dgn al-asma’ ialah nama-nama Allah, yakni nama-nama yg telah kita ketahui & kita imani wujud-Nya. Al-Asma’ disini bisa memiliki arti nama-nama benda. Sengaja dipakai perumpamaan al-asma’ karena keterkaitannya berpengaruh antara yg menamakan & yg dinamai, di samping cepat dipahami. Sebab, bagaimanapun pun ilmu yg hakiki itu merupakan pemahaman terhadap pengetahuan. Kemudian mengenai bahasa yg dipakai, pastinya berlainan-beda menurut perbedaan bahasa yg tunduk terhadap peraturan bahasa itu sendiri.

Allah Swt, telah mengajari Nabi Adam banyak sekali nama makhluk yg sudah diciptakan-Nya. Kemudian Allah memberinya inspirasi untuk mengenali eksistensi nama-nama tersebut. Juga keistimewaan-keutamaan, ciri-ciri khas & perumpamaan-ungkapan yg digunakan. Di dlm memberikan ilmu ini, tak ada bedanya antara diberikan sekaligus dgn diberikan dengan-cara bertahap. Hal ini karena Allah Maha Kuasa untuk berbuat segalanya. Sekalipun ungkapan yg digunakan di dlm al-Alquran ialah ‘Allama (pengertiannya ialah menunjukkan ilmu dengan-cara sedikit demi sedikit).

Kemudian Adam mengajarkan pada para Malaikat beberapa nama tersebut dengan-cara ijmal dgn penyampaian berdasarkan inspirasi atau yg sesuai, berdasarkan kondisi Malaikat.Atau Adam menampakkan nama-nama tersebut pada mereka dgn menyebut contoh-misalnya saja. Dengan mengetahui contoh-contoh tersebut, mampu dikenali perincian tiap-tiap nama, baik yg berhubungan dgn ciri-ciri khasnya atau wataknya. Di dlm pengajaran & penuturan Adam pada para malaikat terkandung tujuan memuliakan kedudukan Adam & terpilihnya Adam sebagai khalifah. Dengan demikian, para Malaikat tak lagi merasa tinggi diri. Sekalipun merupakan penunjukan ilmu Allah yg hanya dianugerahkan pada siapa pun yg di kehendaki-Nya.

Para Malaikat dituntut menyebutkan nama-nama tersebut, namun mereka tak akan mungkin mampu mengatakannya. Hal ini lantaran mereka sama sekali belum pernah mengetahuinya. Dalam ayat ini terkandung arahan bahwa memegang tampuk khalifah, mengontrol kehidupannya, menata peraturan-peraturannya & menegakkan keadilan selama di dunia ini diperlukan pengetahuan khusus yg membidangi duduk perkara kekhalifahan, di samping adanya talenta untuk terjun di bidang ini. Apabila ada sesuatu hal yg membuat kalian heran mengenai khalifah yg diserahkan pada manusia, & kalian pun mempunyai praduga berpengaruh yg disertai dgn bukti, maka silahkan kalian menyebut nama-nama yg Aku sebutkan di hadapan kalian (Ahmad Musthafa al-Maraghy,1985: 135 – 139).

Berdasarkan penafsiran ayat tersebut kita mendapat suatu pelajaran bahwa orang yg menuntut ilmu pengetahuan itu sudah ada sedikit pengetahuan yg dimiliki, sedangkan wawasan yg baru diterima itu berfungsi sebagai penegasan wawasan yg sedang dipelajari. Sehingga nantinya akan diperoleh suatu pengetahuan yg lengkap perihal sesuatu problem yg akan dipecahkan antara guru dgn penerima didik, pada intinya untuk mencapai tujuan pendidikan agama yg diharapkan bersama selaku insan ideal.

Dunia pendidikan kita nyaris muak dgn masalah kurikulum. Kurikulum silih berganti, & apabila terjadi sebuah duduk perkara dlm praktik pendidikan nasional, maka yg dipermasalahkan yakni kurikulum, seakanakan kurikulum merupakan lampu aladin untuk merapikan pendidikan nasional (H.A.R. Tilaar,2002: 362).

Sedangkan dlm perubahan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam peran masyarakat, guru, & penerima didik tak diikutsertakan dlm penyusunan kurikulum, padahal obyek pertama sebagai pengguna kurikulum yakni akseptor didik. Dengan kurikulum Pendidikan Agama Islam yg integratif ini diharapkan ada penyatuan tugas dr unsur-unsur yg ada di atas.

Tidak seharusnya setiap pergantian pengembangan kurikulum cuma dilakukan oleh birokrat di pusat, akan tetapi tugas dr masyarakat, guru & peserta didik hendaknya dipertimbangkan sehingga nantinya akan menciptakan suatu pergantian pengembangan kurikulum yg tepat guna sesuai dgn kesempatan penduduk .

PENUTUP

Kurikulum integratif yg dimaksud ialah bentuk organisasi kurikulum yg betul-betul menghilangkan batas-batas antara banyak sekali mata pelajaran. Mata pelajaran-mata pelajaran dilebur menjadi satu & dihidangkan dlm bentuk unit.

Dalam menyusun kurikulum integratif, perlu diamati landasan-landasan dlm penyusunannya, yaitu: (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis, (3) landasan sosiologis, (4) landasaan ilmu pengetahuan & teknologi, (5) landasan organisatoris. Ke lima landasan tersebut menjadi dasar-dasar dlm tujuan yg ingin dicapai.

Sedangkan Prinsip-prinsip kurikulum Integratif ini, haruslah mengacu pada dasar-dasar agama Islam, yakni al-Qur’an & Hadis.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Abdurrahman An Nahlawi. 1996. Prinsip-prinsip & Metode Pendidikan Islam, Alih Bahasa Herry Noer Ali, Bandung: Diponegoro.
  2. Ahmad Musthafa al-Maraghy. 1985. Tafsir al-Maraghi. Semarang : Toha Putra H.A.R. Tilaar. 2002. Perubahan Sosial & Pendidikan. Jakarta : Grasindo
  3. Ahmad Tafsir. 1992. Ilmu Pendidikan dlm Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya
  4. Burhan Nurgiantoro. 1998. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: BPFE
  5. Hendyat Soetopo, dkk,. 1986. Pembinaan & Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Bina Aksara.
  6. Ibrahim, Al Manahij. Menurut Kutipan Abdurrahman An Nahlawi. 1996. Prinsip-prinsip & Metode Pendidikan Islam, Alih Bahasa Herry Noer Ali, Bandung: Diponegoro.Jacobs, H.H.. 1989. Interdisciplinary Curriculum; Design and Implementation. Alexandria V : Association for Supervision and Curriculum Development
  7. Imam Barnadib. 1982. Filsafat Pendidikan: Sistem & Metode. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.
  8. Muhaimin, dkk,. 2001. Paradigama Pendidikan Islam Upaya Mengefektifikan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Cet. I .Bandung : Remaja Rosdakarya.
  9. Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengantar Kurikulum, Teori & Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  10. Nasution. 1994. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
  11. Noor Syam. 1986. Filsafat Pendidikan & Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
  12. Omar Muhammad al Toumy al Syaibany. Tt. Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang.
  13. Petter F. Oliva. 1982. Developing the Curiculum. Canada : Boston Little Brown and CompanyAbdullatif Fuad
  14. R.H.A. Soenarjo. 1971. al-Alquran & Terjemahnya. Jakarta : Yayasan Penyelenggara al- Alquran
  15. UU RI No.20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Semarang : Aneka Ilmu
  16. Yusuf Amir Veisal. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam, cet. I Jakarta : Gema Insani Press