close

Kebudayaan Adab Istiadat Suku Baduy Bagian 4

Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan Sunda Wiwitan Kebudayaan Adat Istiadat Suku Baduy Bagian 4

Bagian Pertamanya klik disini >>
Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang (animisme), tetapi kian berkembang dan dipengaruhi oleh agama yang lain seperti agama Islam, Budha dan Hindu. Namun inti dari akidah itu sendiri ditunjukkan dengan ketentuan budpekerti yang mutlak dengan adanya pikukuh ( kepatuhan) dengan konsep tidak ada pergantian sesedikit mungkin atau tanpa pergeseran apapun.


Objek iman terpenting bagi penduduk Kanekes yakni Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. masyarakatnya mendatangi lokasi tersebut dan melaksanakan pemujaan setahun sekali pada bulan kalima. Hanya ketua budbahasa tertinggi puun dan rombongannya yang terpilih saja yang dapat mengikuti rombongan tersebut. Di daerah arca tersebut terdapat watu lumping yang diandalkan apa jikalau ketika pemujaan watu tersebut terlihat sarat maka menunjukan hujan akan banyak turun dan panen akan berhasil, dan begitu pula sebaliknya, kalau kering atau basah keruh membuktikan akan terjadi kegagalan pada panen.

Mata pencaharian penduduk Baduy yakni bertani dan memasarkan buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan/akreditasi kepada penguasa, penduduk Kanekes secara berkala melaksanakan seba yang masih berkala diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa lokal adalah Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang akrab antara masyarakat Baduy dan masyarakatluar.

Ketika pekerjaan mereka diladang tidak memadai, orang Baduy lazimnya berkelana ke kota besar sekitar kawasan mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 hingga 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk memadai keperluan hidupnya. Perdagangan yang semula hanya dikerjakan dengan barter sekarang sudah menggunakan mata duit rupiah. Orang baduy menjual hasil pertaniannya dan buah-buahan lewat para tengkulak. Mereka juga berbelanja kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar kawasan Kanekes mirip pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.

Pernikahan
Di dalam proses ijab kabul yang dilaksanakan oleh penduduk Baduy hampir serupa dengan masyarakat lainnya. Namun, pasangan yang hendak menikah selalu dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi terhadap orang bau tanah perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.

Setelah mendapatkan kesepakatan, lalu dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran. Tahap Pertama, orang tua pria harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan menenteng daun sirih, buah pinang dan gambir seperlunya. Tahap kedua, selain menjinjing sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya. Tahap ketiga, merencanakan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak wanita.

Pelaksanaan ijab kabul dan resepsi dikerjakan di Balai Adat yang dipimpin eksklusif oleh Pu’un untuk mensahkan pernikahan tersebut. Uniknya, dalam ketentuan etika, Orang Baduy tidak memedulikan poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jikalau salah satu dari mereka sudah meninggal. Jika setiap manusia melaksanakan hal tersebut.TAMAT