Perekonomian Indonesia Pada abad Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
MESKI naik-turun, perkembangan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) relatif stabil. Pertumbuhan Indonesia cukup menggembirakan di permulaan pemerintahannya, yakni 5,69 persen pada 2005.
Pada 2006, kemajuan ekonomi Indonesia sedikit melambat jadi 5,5 persen. Di tahun berikutnya, ekonomi Indonesia berkembang di atas 6 persen, tepatnya 6,35 persen.
Lalu, pada 2008, kemajuan ekonomi masih di atas 6 persen meski turun tipis ke angka 6,01 persen. Saat itu, impor Indonesia terbilang tinggi. Namun, angka ekspor juga tinggi sehingga neraca jual beli lumayan berimbang.
Pada 2009, di simpulan era pertama sekaligus awal kurun kedua kepemimpinan SBY, ekonomi Indonesia berkembang melambat di angka 4,63 persen. Perlambatan tersebut ialah pengaruh krisis finansial global yang tak hanya dirasakan Indonesia namun juga ke negara lain. Pada tahun itu, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga yang membuat harga komoditas global naik.
“Saat Bank Sentral AS menawan dana dari publik, tidak injeksi lagi, harga komoditas melambat lagi. Kita mulai keteteran,” kata Lana. “Ekspor kita memang tinggi, namun impornya lebih tinggi,” tambah ia.
Meski begitu, Indonesia masih bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi meskipun melambat. Pada tahun itu, perkembangan ekonomi Indonesia masuk tiga terbaik di dunia.
Lalu, pada 2010, ekonomi Indonesia kembali berkembang dengan capaian 6,22 persen. Pemerintah juga mulai merancang planning percepatan pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang.
Pada 2011, ekonomi Indonesia tumbuh 6,49 persen, berlanjut dengan perkembangan di atas 6 persen pada 2012 yakni di level 6,23 persen. Namun, perlambatan kembali terjadi setelah itu, dengan capaian 5,56 persen pada 2013 dan 5,01 persen pada 2014