Hubungan Antara Konflik dan Terjadinya Integrasi Sosial – Konflik yaitu penggalan dari prosesi sosial yang bersifat lumrah / masuk nalar dan tidak selalu mesti dihindari. Sesungguhnya, konflik yang terjadi mampu memiliki pengaruh faktual sebagai faktor pendukung perkembang dan modal bagi kedamaian sosial. Konflik juga mampu bersifat konstruktif bagi keutuhan kalangan serta integrasi sosial masyarakat pada skala yang lebih luas lagi. Manusia memiliki hasrat untuk bergaul, dalam kehidupan sehari-hari terdapat suatu hubungan yang saling kuat sehingga akan memunculkan suatu perasaan yang saling memerlukan satu sama lain.
Agar sanggup lebih mengenali perihal usaha manusia selaku kepingan dari masyarakatnya, setidaknya terdapat beberapa sikap yang akrab kaitannya dengan perilaku / tindakan dan interaksi sosial yang menjadi jalan untuk mendapatkan tujuan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Selain dari pada itu, dalam rangka menjaga seluruh langkah-langkah dan interaksi sosial, terdapat juga nilai serta norma sosial yang menjadi tolok ukur bagi evaluasi lazim yang bisa membentuk sebuah keteraturan kepada relasi antar warga masyarakat biar terwujud suatu integrasi sosial yang ideal.
Dalam rangka mewujudkan integrasi sosial menuju keteraturan sosial maka dibutuhkan berbagai upaya dari komponen masyarakat lewat tahapan / langkah yang optimal serta berkelanjutan. Di antara banyak tahapan / langkah yang bisa dilaksanakan dalam upaya penanganan sosial budaya menuju integrasi sosial yaitu selaku berikut!
Daftar Isi
1. Pembangunan Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya yakni suatu prosesi untuk memperoleh identitas sosial yang ada pada diri seseorang. Proses pendidikan yang ideal ialah yang memberi kebebasa kepada seseorang dari banyak sekali macam kekangan, atau upaya penyadaran akan keunggulan atau kemampuan seseorang. Prosesi pendidikan tidak hanya ditinjau sebagai sebuah proses yang terjadi pada lembaga formal menyerupai layaknya dalam sebuah sekolah saja. Lembaga informal juga memiliki peran sebagai fasilitas yang mampu mendidik seseorang. Sebagai forum sosial, sekolah yakni sebagai kepingan dari proses pendidikan yang juga sebagai fasilitas pendidikan kebudayaan. Pengembangan kepada suatu tata cara pendidikan yang mesti melakukan pendapatyang mengacu pada beberapa kaidah / prinsip diantaranya yaitu Moral agama, Ideologis filosofis, Psikologis, dan Sosial budaya.
2. Manajemen Konflik
Ada banyak pertentangan yang terjadi pada kehidupan masyarakat. Ross (1993) menyatakan dua sumber pertentangan yang sanggup terjadi dalam suatu golongan / organisasi, yakni teori struktur
sosial dan teori psychocultural. Teori struktur sosial lebih memprioritaskan kompetisi antara kelompok yang memiliki kepentingan yang menjadi motif utama terhadap suatu pertentangan, sedangkan teori psycocultural lebih mengutamkan kekuatan psikologi dan kebudayaan / kultural. Keduanya memerlukan penanganan yang berlainan-beda. Teori struktural menjelaskan bahwa seni manajemen kepada manajemen konflik memerlukan perubahan keadaan kelompok / organisasi pihak tersebut secara lebih fundamental. Kepentingan yang bermacam-macam begitu susah untuk dimediasi. Teori psycocultural dalam manajemen konflik menekankan pada prosesi yang mampu merubah pandangan atau berpengaruh pada relasi antara kalangan-kelompok terkait. Dalam teori tersebut, kepentingan memiliki sifat subjektif dan bisa berubah kapan saja jika dibandingkan dalam persepsi teori struktural.
3. Meningkatkan Modal Sosial
Teori ini dikemukakan oleh Robert Putnam ketika dia melakukan suatu observasi kepada warga penduduk Italia di tahun 1985. Mereka memiliki sebuah kesadaran politik yang cukup tinggi dan tiap-tiap individunya memiliki kehendak besar untuk melibatkan diri dalam persoalan publik. Hubungan interaksi antaranggota penduduk lebih bersifat horizontal dikarenakan setiap masyarakat mempunyai hak serta keharusan yang serupa. Modal sosial ialah norma yang menggencarkan interaksi serta transaksi sosial yang mengakibatkan segala urusan bareng dalam masyarakat mampu terselenggara dengan gampang. Dalam modal sosial di dalamnya termuat kesanggupan warga masyarakat untuk menangani problematika publik dalam sebuah iklim bersistem demokratis.
4. Pembangunan Komunitas
Komunitas pada pengertiannya mengacu pada sebuah kesatuan dalam kehidupan sosial yang diindikasikan dengan adanya sebuah interaksi sosial yang lebih terperinci dikenal secara sadar oleh tiap-tiap anggota. Komunitas secara definitif tidak senantiasa mengacu pada individu dan perkotaan secara menyeluruh. Komunitas mampu tersusun melalui banyak sekali kalangan penduduk mirip pada lingkungan RT, LK / RW, desa, atau kecamatan. Komunitas juga bisa memiliki bentuk berbentukpartai politik, organisasi profesiinal, organisasi swadaya penduduk yang bersifat formal dan juga suatu perkumpulan agama, hobi, budaya,atau paguyuban keluarga, dan lain sebagainya. Karakteristik yang esensial dari sebuah komunitas yakni bahwa interaksi yang ada antaranggota sanggup berlangsung dalam intensitas serta frekuensi yang cukup tinggi, saling mengenal, saling gotong royong, dan bekerja sama.
style=”display:inline-block;width:336px;height:280px”
data-ad-client=”ca-pub-9290406911233137″
data-ad-slot=”2698768695″>
5. Demokratisasi
Pada umumnya demokrasi diyaki mampu bekerja sebagai sebuah sistem pengelolaan atau mampu juga sebagai fasilitas pencegahan konflik. Hal tersebut terbukti melalui beberapa catatan sejarah yang mengutip sebuah metode demokrasi yang mempunyai fungsi lebih baik dalam hal pengelolaan bagi banyak sekali jenis konflik dibandingkan dengan sistem lainnya. Realita yang terjadi yakni negara bersistem demokratis lebih mempunyai kemungkinan yang cukup kecil dalam peluangkonflik / perang dengan sesama negara yang menganut paham ini. Dengan adanya demokrasi, setiap ada pertentangan dan pertikaian yang muncul senantiasa sanggup dibicarakan untuk dicarikan alternatif penyelesaiannya.
6. Memberdayakan Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang berhubungan dengan sisi kemanusiaan yang berfokus pada peranan serta fungsi sosial dari setiap individu masyarakat, keluarga, dan penduduk itu sendiri dalam rangka pelaksanaan peranan sosialnya. Secara terintegratif, penanganan terhadap konflik ataupun pembangunan tata cara kedamaian sosial dalam sudut pandang pekerjaan sosial mampu dilaksanakan melalui tiga arah ialah mikro berbentukindividu dan keluarga, messo berupa kalangan dan lembaga-lembaga swadaya, dan makro yang berbentuknegara. Pada konteks makro, kebijakan publik yang mampu berjalan aman diyakini selaku suatu sarana esensial dalam suatu pembangunan modal dalam eangka perdamaian sosial. Di negara Eropa, tata cara kebijakan sosial serta jaminan sosial pada dasarnya yaitu usaha untuk mereduksi keadilan sosial dengan segala ketimpangannya secara melembaga yang pada kesannya menjadi suatu penopang bagi modal kedamaian sosial.
Berikut terdapat tiga peranan penting yang begitu relevan dalam prosesi penanganan suatu konflik dan bisa dijadikan model / rujukan diantaranya yakni berikut ialah perantara, fasilitator, dan broker.
Peranan perantara mampu dikerjakan pada tahapan berlangsungnya suatu konflik. Peranan fasilitator dan broker secara lazim dilakukan pada fase pascakonflik.
7. Strategi Kebijakan Publik
Secara lazim kebijakan publik diklasifikasikan menjadi empat target, diantaranya yaitu selaku berikut!
a. Membangun suatu tatanan penduduk dalam upaya pencapaian terhadap tujuan pemerintah.
b. Memfasilitasi masyarakat dalam upaya pemenuhan terhadap segala keterbutuhan esensialnya.
c. Perwujudan masyarakat sejahtera serta madani, meliputi perlindungan hak asasi manusia (HAM), keleluasaan berkelompok, menyatakan usulan, serta penetapan struktur konsekuensi hukum bagi tiap forum swadaya masyarakat (LSM).
d. Peningkatan partisipasi penduduk dalam kaitannya dengan aplikasi pemerintahan yang menjamin aspirasi serta ratifikasi sejati kepada fungsional organisasi kelompok lokal.
Sumber :
Waluya, Bagja. 2009, Sosiologi Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat Untuk kela XI SMA dan MA, Jakarta, CV. PT. Setia Purna Inves.
Sumber https://www.kakakpintar.id