Pengarang dari Wirid Ratib al-Haddad yaitu:
Beliau ialah Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad Shahibu Marbath bin Ali Khali` Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja`far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah az-Zahra binti Rasulillah saw.
Beliau dilahirkan di Syubair di salah satu ujung Kota Tarim di provinsi Hadhramaut-Yaman pada tanggal 5 Safar tahun 1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan di saat dia berumur 4 tahun, ia terkena penyakit cacar sehingga menimbulkan kedua mata dia tidak mampu menyaksikan.
Meskipun kedua mata dia tidak mampu melihat semenjak usia dini, dia tetap tidak memutuskan gairahnya untuk berguru-ilmu agama dan mengisi era kecilnya dengan aneka macam macam ibadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT, sehingga mulai dari semenjak usia dini, hidupnya sungguh berkah dan memiliki kegunaan.
Ayah ia, al-Habib Alawi bin Muhammad al-Haddad berkata: “Sebelum saya menikah, aku berkunjung kerumah al-’Arif Billah al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib untuk meminta do’a. Lalu al-Habib Ahmad menjawabku: “Awlaaduka Awlaadunaa Fiihim Albarakah”
Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.”
Selanjutnya, al-Habib Alawi al-Haddad berkata: “Aku tidak mengetahui arti ucapan al-Habib Ahmad itu, hingga sesudah lahirnya puteraku, Abdullah dan banyak sekali gejala kewalian dan kejeniusannya.”
Semenjak kecil, al-Habib Abdullah al-Haddad telah termotivasi untuk menimba ilmu dan gemar beribadah. Tentang abad kecilnya, al-Habib Abdullah berkata: “Jika saya kembali dari daerah belajarku pada waktu Dhuha, maka saya mengunjungi sejumlah masjid untuk melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian untuk mengenali betapa besar kemauan dia untuk beribadah di era kecilnya, al-Habib Abdullah menuturkannya selaku berikut: “Di masa kecilku, saya sungguh gemar dan tekun dalam ibadah dan mujahadah, sampai nenekku seorang perempuan shalihah yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad al-Manfar Ba’alawi berkata: ‘Wahai anak kasihanilah dirimu.’ Ia mengucapkan kalimat itu, alasannya adalah merasa kasihan kepadaku saat menyaksikan kesungguhanku dalam ibadah dan bermujahadah.”
Seorang sahabat bersahabat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Ketika saya berkunjung kerumah al-Habib Abdullah bin Ahmad Bilfagih, maka dia bercerita kepada kami: ‘Sesungguhnya kami dan al-Habib Abdullah al-Haddad berkembang bersama, tetapi Allah SWT memberinya kelebihan lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup al-Habib Abdullah semenjak kurun kecilnya telah memiliki kelebihan tersendiri, ialah dikala dia membaca Surat Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan menangis sejadi-jadinya, sehingga beliau tidak dapat menyelesaikan bacaan surat yang mulia itu, maka dari peristiwa itu dapat kami maklumi bahwa al-Habib Abdullah telah diberi keunggulan tersendiri sejak di kala kecilnya.”
Al-Habib Abdullah sering berziarah kubur pada Hari Jum’at sore sehabis melaksanakan shalat Ashar di masjid al-Hujairah. Selain itu, al-Habib Abdullah al-Haddad sering berziarah kubur pada Hari Selasa sore. Setelah usianya makin lanjut dn dan kekuatannya semaki menurun, maka al-Habib Abdullah tidak berziarah pada Hari Jum’at dan Selasa seperti biasanya, adakalanya dia berziarah pada Hari Sabtu dan hari-hari yang lain sebelum matahari naik.
Di antara wirid al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad setiap harinya adalah kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAH” sebanyak seribu kali. Tetapi di Bulan Ramadhan dibaca sebanyak dua ribu kali setiap harinya. Beliau menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu kali pada waktu enam hari di Bulan Syawal. Selain itu, ia mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAH AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak seratus kali setelah Shalat Dzuhur. Al-Habib Abdullah berkata: “Kami biasa melakukan shalat al-Awwabin sebanyak dua puluh rakaat.”
Al-Habib Abdullah sering berpuasa sunnah, terutama pada hari-hari yang diusulkan, seperti Hari Senin dan Hari Kamis, hari-hari putih (Ayyamul baidh), Hari Asyura, Hari Arafah, enam hari di Bulan Syawal dan lain sebagainya sampai di periode senjanya. Beliau senantiasa menyembunyikan banyak sekali macam ibadah dan mujahadahnya, dia tidak mau memperlihatkannya terhadap orang lain, kecuali untuk memberikan pola kepada orang lain.
Selain di kenal selaku mahir ibadah dan mujahadah, al-Habib Abdullah juga diketahui seorang yang istiqomah dalam ibadah dan mujahadahnya mirip yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. al-Habib Ahmad an-Naqli berkata: “al-Habib Abdullah ialah seorang yang sangat istiqamah dalam mengikuti semua jejak kakeknya, Rasulullah SAW.”
Dalam persoalan ini, al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Kami telah mengamalkan semua jejak Nabi Muhammad SAW dan kami tidak meninggalkan sedikitpun daripadanya, kecuali hanya memanjangkan rambut sampai di bawah ujung telinga, alasannya Nabi SAW memanjangkan rambutnya sampai di bawah ujung kedua telinganya.”
Tentang keteguhan al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, sejak kurun kecil ia sudah mengalami berbagai cobaan, diantaranya yaitu ketika ia menderita penyakit cacar sampai kedua matanya tidak dapat menyaksikan. Meskipun begitu, dia rajin mencari ilmu dan beribadah di abad kecilnya, hingga melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap paginya sampai Waktu Dzuhur datang. Disebutkan bahwa dia senantiasa menyembunyikan aneka macam cobaan yang dideritanya, hingga di final usianya. Dalam persoalan ini ia berkata terhadap seorang mitra dekatnya:
“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku telah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan sampai kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorangpun yang mengetahui penyakitku ini, sampaipun keluargaku sendiri.”
Tentang Tarekat al-Ba’alawi, al-Habib Abdullah mengatakan:
“Tarekat kami ialah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
Al-Habib Abdullah kembali menjelaskan:
“Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al-Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi sudah menetapkan sejumlah isyarat bagi kami, alasannya itu kami tidak akan mengikuti isyarat lain yang berlawanan dengan petunjuk mereka.”
Telah kami sebutkan bahwa di kala kecil ia, al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan jikalau Allah SWT memberinya kedudukan selaku ‘WALI AL-QUTHUB’ semenjak usianya masih cukup umur.
Disebutkan bahwa ia menerima kedudukan Wali al-Quthub lebih dari ‘Enam Puluh Tahun’. Beliau menerima libas atau pakaian kewalian dari al-’Arif Billah al-Habib Muhammad bin Alawi (Shahib Makkah). Beliau mendapatkan libas tersebut sempurna dikala al-Habib Muhammad bin Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada waktu itu, usia al-Habib Abdullah 26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub itu beliau sandang sampai beliau wafat (1132 H). Makara beliau menjadi Wali al-Quthub lebih dari ’60 Tahun’.
Beliau berguru pada ulama’-ulama’ di zamannya, diantaranya guru-guru ia adalah: Sayyiduna Al-Quthub Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, Al-Habib Al-’Allamah Agil bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman bin Syeikh Aidid, Al-Habib Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi, dan tergolong guru-guru ia juga ialah Al-Imam Al-’Allamah guru besar kota Makkah Al-Mukarromah, Al-Habib Muhammad bin Alwi As-Segaf, dan masih banyak lagi guru-guru dia yang yang lain.
Beliau mempunyai banyak murid, diantara murid-murid belia yakni: Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad (putera dia sendiri), Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi, Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih, Al-Habib Umar bin Zain bin Smith, Al-Habib Muhammad bin Zain bin Smith, Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar, Al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Muhammad bin Umar bin Thoha Ash-Shafi As-Segaf, dan masih banyak lagi murid-murid beliau.
Di antara karya-karya tulis al-Habib Abdullah adalah: ar-Risalah Adab as-Suluk al-Murid, ar-Risalatul al-Mu’awanah, an-Nafaais al-’Ulwiyah Fi al-Masailis as-Sufiyah, Sabiilul Iddikar, al-Ithaaf as-Saail, at-Tatsbiitul Fuaad, ad-Da’wah at-Taamah, an-Nasaih ad-Diiniyah, dan masih banyak lagi yang lain. Dan tergolong wirid-wirid yang beliau susun diantaranya yang sangat terkenal yakni ‘Ratib Al-Haddad’ yang ia susun di malam Lailatul Qadr tahun 1071 H.
Beliau wafat hari Senin Malam Selasa tanggal 7 Dzulqa’dah 1132 H, dan di makamkan di pemakaman Zambal di kota Tarim-Hadhramaut-Yemen.Semoga Allah merahmati dia dengan rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta memberi kita manfaat dan barokah beliau serta ilmu-ilmu ia di dunia dan alam baka. Aamiin..
sumber : https://pecintahabibana.wordpress.com/2013/03/25/biografi-singkat-al-imam-al-allamah-al-habib-abdullah-bin-alawi-al-haddad-shohibur-ratib-al-haddad/