Dalam bentuk modern, komunisme berkembang lewat gerakan sosialis pada abad XIX di Eropa, selaku lanjutan dari Revolusi industri yang ditandai dengan perlawanan kaum sosialis kepada kaum kapitalis. Pada titik ini timbul kesadaran bahwa keleluasaan individu tidak bisa serta merta membawa pada kemakmuran penduduk sehingga diperlukan suatu kekuatan lain yang mampu mengantar pada kesejahteraan itu.
Marx memandang bahwa masyarakat tidak mampu distranformasikan dari model buatan kapitalis ke versi buatan komunis yang diajukannya secara sekaligus. Mark menyatakan, proses transformasi ini membutuhkan periode transisi, sebagai tahap permulaan komunisme, yang disebutnya dengan kediktatoran proletariat yang revolusioner sebagai representasi kaum proletar dalam menentang kaum borjuis.
Dua persepsi muncul dalam menyikapi komunisme. Para penunjang komunis menatap bahwa komunis hanyalah suatu sistem politik tanpa ideologi karena komunisme hanyalah balasan dari historical materialism dan revolusi dari kaum proletar. Komunisme lebih diartikan sebagai sebuah metode politik yang diterapkan sebuah negara untuk meraih tujuan suatu negara. Komunisme dipandang selaku metode politik yang dipakai untuk mencapai kesejahteraan penduduk . Sebaliknya, para penentang komunis memandang bahwa komunisme yakni suatu ideologi yang berupaya dikembangkan di dunia dan dikhawatirkan akan menjadi suatu kekuatan yang di kemudian waktu akan berhadapan dengan paham dan ideologi lainnya, khususnya libertarian. Paham komunis dikhawatirkan akan menindas kepemilikan individu dan merampas keleluasaan individu dalam mencapai kesejahteraan penduduk .
Pada kala XVII dikala suatu kelompok agama di Inggris mengembangkan abolisi kepemilikan individual berdasar ajaran agama bahwa bumi dan angkasa raya ialah ciptaan Tuhan dan posisi manusia di dunia ini adalah sebagai hamba Tuhan yang diwajibkan memelihara dan menyebarkan pemakaiannya untuk kesejahteraan manusia. Penolakan kepemilikan individual ini terus berlanjut pada kurun XVIII mirip yang tercermin dari pemikiran Jean Jacques Rousseau di Prancis. Setelah Revolusi Prancis, komunisme muncul sebagai suatu kepercayaan politik dengan penekanan pada kepemilikan atas tanah secara bareng dan persamaan hak politik dan ekonomi secara menyeluruh. Teori-teori Marxis memotivasi hadirnya partai-partai sosialis di Eropa pada selesai kala XIX. Di Rusia, Vladimir Lenin yang mengepalai faksi Bolshevik dari partai Buruh Sosial Demokrat Rusia menyingkirkan pemerintahan Provinsional Rusia dikala terjadi Revolusi Rusia pada tahun 1917. Satu tahun lalu, Partai Buruh Sosial Demokrat ini berganti nama menjadi partai Komunis Rusia. Perkembangan komunis yang terjadi di sejumlah kawasan lain di dunia secara tidak eksklusif menimbulkan sejumlah ajaran, bentuk dan nama sesuai dengan lokasi perkembangannya. Beberapa ajaran, bentuk, dan nama lain dari turunan paham komunisme ini ialah Marxism-Leninism, Trotskyisme, Luxemburgisme, council communism, anarchist communism, Christian communism, dan komunisme kiri.
Kritik kepada komunisme biasanya terfokus pada buruknya keadaan perekonomian dan politik serta catatan pelanggaran hak-hak asasi insan yang terjadi yang biasanya diakibatkan oleh sistem satu partai yang dianut negara itu. Kritik dari kelompok antikomunis menyebut komunisme tak berbeda dengan totalitarianisme karena kondisi kehidupan politiknya lebih banyak ditentukan oleh penguasa dan condong mengesampingkan aspirasi dan kebebasan masyarakat.
Penerapan Sistem Komunikasi Komunis
Secara fundamental, tata cara komunikasi di negara-negara komunis klasik ditandai oleh hal-hal seperti metode kepartaian tunggal, yakni partai berhaluan komunis, kendali politik yang ketat, pelembagaan sensor, kode-arahan isi pesan dalam berkomunikasi dan propaganda melalui media selaku instrumen persuasi dari partai dan pemerintah penganut paham komunis.
Keuntungan penerapan sistem komunikasi komunis lebih dinikmati oleh negara-negara penganut paham komunis atau pihak tertentu di suatu negara komunis yang berada pada posisi penguasa. Kerugian dari penerapan tata cara komunikasi komunis lebih dikaitkan dengan kepentingan kebebasan, hak-hak asasi manusia termasuk kebebasan berkomunikasi di dalamnya.
Terbatasnya kebebasan berkomunikasi lebih didasari argumentasi demi terjaganya tata cara komunis dan upaya meraih tujuan komunisme sehingga hal-hal lain yang secara berpotensi dapat tercipta alasannya adalah adanya keleluasaan akan cenderung diminimalkan. Konsekuensi dari upaya penyeragaman pendapat publik yakni terjadinya pembungkaman terhadap pendapat publik yang berlawanan yang harus dimengerti selaku suatu bentuk pelanggaran terhadap kebebasan manusia dan hak-hak asasinya selaku manusia. Terbatasnya keleluasaan media sengaja diciptakan supaya isi media condong sejalan dengan kebijakan penguasa, media massa bertindak sebagai corong pemerintah, media massa tidak memungkinkan masyarakat beropini macam-macam dan media massa menjadi satu bagian yang mendukung garis pemerintahan komunis.
Sistem komunikasi komunis menempatkan negara dan partai komunis sebagai titik tertinggi kendali atas aktivitas komunikasi dan transaksi isu. Sifat terbuka partai komunis dalam hal tunjangan kebebasan komunikasi cuma terjadi kalau kegiatan komunikasi dan transaksi info cenderung pro partai atau pro penguasa. Sifat tertutup dalam proses komunikasi nampak apabila isi gosip dalam proses transaksi berita serta acara komunikasi yang lain tidak mendukung kebijakan partai dan penguasa.
Sesuai dengan kritik yang banyak diberikan pada penganut paham komunis, pelanggaran hak-hak asasi manusia tampakdari kekurangan berkomunikasi di negara-negara dengan sistem komunikasi komunis. Kebebasan komunikasi selaku bab dari hak-hak asasi manusia dicederai oleh hilangnya otonomi atas eksklusif sebab arah pengintegrasian yang condong untuk menyatu ke dalam metode komunis yang diterapkan. Penindasan hak asasi manusia, diantaranya terlihat dari pembungkaman sumber isu lain yang setara dengan pelanggaran kepada kebebasan menyatakan pendapat.
Kekuatan dan Kelemahan Sistem Komunikasi Komunis
Gambaran buruk tentang komunisme tidak memungkinkan Indonesia menerapkan system komunikasi komunis. Kondisi semacam ini juga terjadi di sejumlah negara lain yang dengan tegas mewaspadai komunisme melalui peraturan perundang-usul mereka.
Dinamika komunikasi, termasuk dalam hal pertumbuhan teknologi komunikasi dan berita, mampu melemahkan karakter yang ada dalam metode komunikasi komunis. Hal-hal yang mampu dilemahkan ini terutama terdapat pada terbatasnya kemampuan kontrol penguasa kepada cara penduduk melaksanakan acara komunikasi dan menjalankan transaksi informasi.
Sistem komunikasi komunis cenderung melakukan penguasaan kepada kehidupan media massa, baik dalam hal kepemilikan, penentuan isi media, persebaran isi isu, pendidikan media massa, bahkan dalam bentuk aksi-aksi teror yang bertujuan membatasi acara media.
Sikap represif negara lewat partai dalam merencanakan, melakukan, mengawasi, dan memeriksa kegiatan komunikasi antarunsur di dalam negara menciptakan beragam komunikasi yang berjalan tidak mampu meningkat . Kekuatan besar negara dan partai akan membelokkan arah tugas fungsi media atas publik yang dilayaninya dan dalam cara mereka melayani publiknya.
Kekuatan tata cara komunikasi komunis dapat dilihat dari kemampuannya memperkuat atau mendukung keberadaan penguasa. Hal ini mampu memudahkan tercapainya tujuan ideologi yang ditetapkan penguasa sehingga media massa kemudian menyiarkan hal-hal itu, opini publik dapat diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan meskipun mesti dengan mengabadikan keleluasaan berkomunikasi.
Sumber rujukan : Prajarto, Nunung (2016). Perbandingan Sistem Komunikasi (SKOM4434). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka