Beda Guru Biasa Dan Luar Biasa

Menjalani profesi guru di Indonesia memang menjadi suatu tantangan luar biasa. Kita diberikan amanah untuk mendidik insan dengan bermacam-macam ras, budaya, teladan pikir dari Sabang hingga Merauke. 

Guru yaitu ujung tombak pendidikan dan tidak ada anak yang sukses tanpa guru yang hebat. Profesi guru yakni suatu pekerjaan berat dan tidak mampu dianggap sepele sebab yang kita hadapi yakni manusia bukan benda mati. 

Saya sangat prihatin sekali kalau ada beberapa sekolah atau orang yang merekrut guru dari jurusan murni. Mereka berdalih katanya “Keilmuan lulusan jurusan murni lebih baik dibanding FKIP”. 


Pernyataan tersebut pasti sungguh merendahkan martabat lulusan FKIP yang memang tugasnya yakni mencetak guru-guru tangguh. 

Saya banyak mendapatkan mereka yang lulusan Fakultas Murni memang secara ilmu jago, namun dalam menghadapi anak tetap aja banyak yang gak mampu. 

Mereka tidak dibekali pendekatan mendidik dan mengajar mirip yang diberikan sekolah fakultas keguruan. Mereka hanya menjadi guru lazimsaja dan tidak memiliki kharisma sebagai guru. 

Lalu apa bedanya guru biasa dengan guru hebat?. Berikut aku berikan sedikit perbedaannya. Tulisan ini hanya selaku instrospeksi bagi saya pribadi dan mohon maaf jika menyinggung pihak tertentu.

Menjalani profesi guru di Indonesia memang menjadi sebuah tantangan luar biasa Beda Guru Biasa dan Luar Biasa
Guru ialah sumber insiprasi siswa, pic: https://www.webanywhere.co.uk/

GURU BIASA

1. Mengajar tanpa mempersiapkan pembelajaran, artinya ia tidak membuat lesson plan terlebih dahulu. Masuk kelas sesuka hati dia, mau ceramah atau bercerita. Tidak menciptakan materi dan LKS untuk siswa sesuai indikator. 

Di luar negeri, guru-guru sesudah pulang sekolah menciptakan lesson plan untuk pertemuan selanjutnya, menentukan siswa mendapatkan materi sebaik mungkin.

2. Sering mengeluh kepada keadaan anak, artinya beliau tidak suka jikalau menyaksikan anak yang sukar dikelola atau nilainya jelek terus. Padahal justru tugas dia mengubah sikap siswa tersebut semoga menjadi anak yang bagus. 

Setiap insan memiliki kecerdasan, dan guru harus mampu menyaksikan potensi kecerdasan tiap anak yang berlawanan. 

Guru mesti memonitor kelemahan dan keunggulan setiap anak. Guru harus peduli kepada perkembangan setiap anak dan menciptakan beliau bisa meningkat dan berprestasi di kekuatannya masing-masing.

3. Tidak aktif di lembaga, artinya dia cuma berkutat di sekeliling lingkungan rumah-jalan-sekolah. Ia tidak pernah mengikuti pertemuan atau lembaga seperti MGMP atau yang lain untuk memperbesar pengetahuan, bertukar fikiran dan saling menyebarkan ilmu dengan guru lainya.

4. Hobi mencari kesalahan pemimpin/atasan, artinya beliau selalu mencari kesalahan kebijakan atasannya. Setiap ada yang tidak sesuai dia akan protes dan menganggap dirinya paling benar. Tidak ada rasa patuh terhadap atasan alias egois. Padahal jikalau dia menjadi pemimpin, belum tentu beliau mampu juga memimpin.

5. Tidak meneladani, artinya dia tak punya sesuatu yang mampu dibanggakan dan diteladani oleh siswa. Ia tidak pernah ikut lomba guru, atau tidak memiliki kesanggupan public speaking yang baik atau perilakunya buruk seperti merokok, suka masuk kerja terlambat dan yang lain.


GURU LUAR BIASA

1. Selalu mempersiapkan pembelajaran sebelum masuk kelas, artinya beliau benar-benar mempersiapkan apa yang mau dilakukannya di kelas. Ia akan berusaha menciptakan anak bahagia belajar dan termotivasi. Ia senantiasa mencari teknik-teknik pembelajaran yang menawan di internet atau buku.

2. Selalu optimis dalam menghadapi anak, artinya di mata guru setiap anak yaitu anak cerdas dan punya kemampuan tersendiri. Ia akan mengobservasi dan memetakan setiap kesanggupan terbaik anaknya. 

3. Aktif di lembaga ilmiah, artinya beliau senantiasa meluangkan waktu untuk ikut forum guru seperti MGMP atau pembinaan lainnya. Ia selalu berupaya meningkatkan kompetensi keilmuannya biar menjadi guru yang lebih tangguh.

4. Patuh kepada pemimpin, artinya ia selalu melaksanakan kode pimpinannya dengan baik. Jika ada sesuatu yang mengganjal pun beliau akan mendiskusikannya dengan budbahasa dengan atasannya.

5. Memberikan pola, artinya dia memiliki karakter faktual yang mampu ditiru anaknya seperti mempunyai kesanggupan public speaking atau penyajian yang bagus. Atau dia sering ikut kontes guru tingkat setempat atau nasional. Ia hobi menulis dan memperlihatkan pandangan baru positif bagi anak didiknya.